Cerita Dewasa:
Seks Perdanaku - 2
Dari bagian 1
Melihat keadaan seperti itu Ana lansung memegang kontolku yang berada didalam celana dan meremas-remasnya dari luar, tidak puas dengan begitu iapun membuka celanaku dan keluarlah senjataku yang sudah berdiri tegap lalu dikocoknya kontolku, aku melirik ke arah Tari yang sedang memperhatikan kami sambil senyam-senyum mengelus-elus memeknya. Napasku semakin tidak teratur perasaanku seperti terlempar dan melayang keruangan yang kosong apalagi Ana mulai menarik kontolku lalu mendekatkanya ke memek Tari dan memutar-mutarkan kepala kontolku di sekitar memek Tari yang baru ditumbuhi bulu-bulu halus. Melihat Tari menikmati adegan ini akupun mulai berani meraba-raba paha Tari yang mulus dan putih aku juga mulai mepraktekkan beberapa adegan yang tadi aku lihat di film, jari-jari tanganku mulai bermain disekitar bibir luar memek Tari.
"Ah.. uh.. sst..", Tari mulai bersuara yang sedari tadi hanya memejamkan matanya.
Ana mulai mundur perlahan-lahan kebelakang, sekitar setengah meter dari kami lalu duduk menghadap kami seakan-akan melihat dari jauh perbuatan aku dan Tari, aku sempat menoleh kearah Ana ternyata ia sudah tidak mengenakan rok dan celana dalam sehingga boleh dikata ia sudah dalam keadaan setengah telanjang, bagian paha dan memeknya sudah terbuka semua, ia juga memainkan jari-jari tangan di memeknya bahkan ada cairan yang mengalir di sekitar memeknya itu.
Akupun tetap melakukan aktivitas kepada Tari, kepala kontolku aku gesek-gesekan dibibir luar memek Tari yang sudah licin oleh cairan bening yang menetes keluar dari kontolku. Aku tidak pernah berpikir untuk menusukkan kontolku ke lubang memek Tari karena adegan itu tidak pernah aku lihat difilm sehingga aku hanya melakukan sebatas gerakan-gerakan meraba dan menyentuh saja. Tiba-tiba Ana berdiri dan menuju kami berdua satu tangannya membuka bibir memek Tari dengan dua jarinya sementara tangan satunya sibuk mengocok kontolku yang semakin licin bercampur cairan yang ada di tangan Ana.
"Auh.. geli An.. stt..", kataku.
"Sebentar lagi kamu akan merasa lebih geli Rur (kependekan namaku, Rury)", jawab Ana.
Lalu Ana menuntun kontolku dan meggosok-gosokan kepala kontolku ke clitoris Tari yang sudah licin entah kenapa.Selanjutnya dengan perlahan kepala kontolku mulai aku rasakan masuk kedalam lubang memek Tari.
"Ah.. sst.. pelan-pelan ya sakit nih..", seru Tari.Aku hanya diam karena sudah tidak sanggup berbuat ataupun berbicara apa-apa lagi, sementara Ana sibuk berusaha menuntun kontolku agar bisa masuk dengan aman ke memek Tari.
Aku mulai merasakan seperempat dari kontolku sudah masuk kedalam memek tari.
"Aduh.. ahh.. sst.. digoyang sedikit Rur biar gampang masuknya", ujar Tari kepadaku. Akupun mulai menekan-nekan pantatku ke bawah sehingga aku mulai merasakan kontolku sudah hampir tertelan semua oleh memek Tari.
Sementara itu Ana kembali ke tempatnya semula meninggalkan kami berdua yang sudah bisa mengendalikan keadaan, iapun kembali memainkan jari-jarinya ke memeknya bahkan kali ini lebih hebat dari yang tadi;kedua jarinya ia putar-putarkan di clitorisnya sambil berdesis nikmat.
Di saat aku sudah mulai mempercepat goyanganku karena merasakan kontolku akan masuk seluruhnya kedalam memek Tari, iapun berteriak kesakitan, sambil menahan dadaku dengan kedua tangannya.
"Sedikit lagi Tar.. sst.. ahh", kata Ana dari jauh sambil terus mengesek-gesek clitorisnya.
"Kalau burung Rury sst.. sudah masuk semua auh.. sakitnya akan hilang ahh..", sambung Ana memberikan instruksi ringan kepada kami.
"Pelan-pelan ya Rur goyangnya", kata Tari kepadaku yang aku balas hanya dengan anggukan kepala dan mulai menaik turunkan pantatku yang perlahan tapi pasti semakin cepat, tetapi tiba-tiba dorongan Ana ke dadaku dengan kedua tangannya terasa sangat kuat sekali sehingga dengan segera aku berhenti bergoyang.
"Sa.. kit..", dengan sedikit agak berteriak Ana mengeluarkan kata itu.
"Sst.. aduh.. cabut dulu Rur", sambung Ana, dengan sangat perlahan.
Dan dengan rasa tidak menentu aku melepaskan kontolku dari memek Tari dan akupun kaget ketika aku melihat ke kontolku yang sudah keluar dari vagian Tari ada semacam darah yang melengket dibatang kontolku yang kemudian aku juga melihat ke memek Tari ada darahnya juga. Aku yang memang tidak pernah tahu mengenai hubungan sex atau bersenggama tentu menjadi panik dan heran mengalami keadaan ini otomatis kontolku langsung berhenti ereksi.
Namun setengah meter dari kami, Ana justru sedang menikmati sekali permainannya bahkan semakin cepat menggosok-gosok memeknya sendiri.
"Ah.. uh.. sst.. enaknya", desisnya sambil kaki Ana menjulur-julur tegang ke depan yang kemudian menusukkan jarinya kedalam lubang memeknya dan mencabutnya serta menjilatnya sambil tersenyum kecil ke arah kami yang masih dalam kebingungan karena darah yang kami lihat. Aku menjadi berpikiran bahwa Ana sudah sangat berpengalaman dalam hal ini.
Lalu Ana berdiri dan menuju kearah kami.
"Darah itu tidak apa-apa Tar!", kata Ana kepada Tari yang masih meringis menahan sakit.
"Aku juga begitu awalnya", aku menjadi kaget mendengar pernyataan Ana yang ternyata benar dugaanku bahwa dia telah lebih dulu melakukan hubungan sex entah dengan siapa. Lalu Ana membantu Tari bangkit dari tempatnya.
"Mari aku bantu membersihkan darah itu dikamar mandi", kata Ana dan mereka berdua berjalan kebelakang.
Aku melihat Tari berjalan disisi Ana sambil tertatih-tatih seperti orang baru belajar berjalan sementara akupun sibuk membersihkan kontolku seadanya dari darah yang melengket dibatang senjataku itu dan mengumpulkan pakaianku yang berserakan di lantai lalu memakainya kembali.
Tak lama kemudian mereka keluar dari dalam rumah menemuiku yang setelah berpakaian menunggu diteras, aku melihat Tari masih menahan sakit yang mungkin masih tersisa. Lalu akupun pamit pada Tari hendak pulang yang disusul oleh Ana yang juga ikutan mau pulang, aku berjalan turun dari teras sementara Ana aku lihat masih berbincang dengan Tari yang kemudian menyusulku dari belakang. Persis ketika aku hendak menutup pintu halaman muncul Wati yang baru pulang dari ngerumpi dengan tetangga depan.
*****
Dua hari kemudian tepatnya hari Sabtu pagi dan kebetulan hari itu libur sekolah, aku lupa libur untuk apa yang jelas tanggal di kalender berwarna merah. Aku, Awal, Ana dan Nono serta beberapa teman laki-laki dan perempuan berkumpul dilapangan dekat rumah Nono sesuai dengan kesepakatan kami sehari sebelumnya.
Jarum jam di arlojiku sudah menunjukan pukul 09.15 pagi dan kami sudah lengkap semuanya, kurang lebih ada 11 orang termasuk aku, Awal, Ana dan Nono. Kita semua akan melakukan pendakian atau semacam kemping kecil-kecilan dibukit belakang lorong kami, kebetulan di belakng lorong kami ada sedikit bukit yang masih teduh sehingga masih enak untuk dijadikan tempat membuat kemah-kemahan. Tetapi kami tidak bermalam karena jaraknya dekat, petang hari nanti kami akan pulang juga.
Kamipun menuju bukit itu tetapi sambil lewat kami akan singgah dulu dirumah Tari untuk mengambil beberapa perlengkapan dan sekalian menjemput Tari dan memang jalan untuk naik ke bukit itu berada sekitar 200 meter dibelakang rumah Tari. Taripun ternyata sudah siap dihalaman rumahnya dengan memakai topi berwarna warni, baju kaos berwarna biru dan celana puntung ketat. Segala perlengkapan yang akan kami bawapun telah siap semua sehingga kami tidak berlama-lama disitu.
Pikiranku sempat ngeres sedikit ketika melihat Tari berpenampilan begitu setelah kejadian 2 hari yang lalu, namun ketika Ana melihat ke arahku aku tersenyum kecil dan mengalihkan perhatianku ketempat lain. Setelah berjalan satu jam setengah kamipun sampai dipuncak bukit itu dan mulai membangun beberapa buah kemah untuk dijadikan tempat beristirahat dan makan. Sementara itu teman perempuan termasuk Ana dan Tari menyiapkan bekal makanan yang memang telah dimasak dari rumah untuk makan siang kami.
Empat buah kemah telah kami bangun dan siap untuk dibangun. Salah satu kemah kami gunakan sebagai tempat makan dan menyimpan peralatan, tas dan segala peralatan untuk bermain serta beberapa makanan sore hari nanti sebelum kami pulang. Sambil teman-teman perempuan terus menyiapkan makanan dan menata peralatan yang disimpan di kemah itu kami yang pria bermain-main sambil menunggu pangilan untuk makan.
"Ayo.. makanan telah siap", seru Ana kepada kami yang masih sedang bermain dengan nada memanggil, kamipun lalu bergabung dengan mereka di tenda tempat makanan disediakan.
Selesai kami santap siang bersama kamipun melanjutkan bermain-main aku bermain bola dengan beberapa orang teman, ada juga yang masuk ketenda tidur-tiduran mungkin karena kekenyangan.Awal dan Nono aku lihat asyik bermain gitar dan menyanyi-nyanyi di bawah sebuah pohon jati tua, disampingya ada Ana sedang membaca majalah. Aku tidak melihat Tari mungkin ia juga sedang beristrahat didalam salah satu tenda.
Rupanya cuaca kurang bersahabat pada kami hari itu, tiba tiba hujan turun dengan sangat deras padahal langit pada waktu itu terang benderang seperti pada waktu kami berangkat tadi.Kamipun berhamburan masuk ketenda-tenda untuk berteduh, aku masuk ketenda tempat penyimpanan barang. Kebetulan pada waktu hujan tadi turun aku sedang mengambil bola yang terlempar disamping tenda itu. Ternyata ditenda itu hanya ada Tari yang sedang menyiapkan makanan untuk kami makan sore nanti sebelum kami pulang, akupun membantu Tari di dalam tenda itu sambil kami berbincang-bincang ringan. Arlojiku di tanganku sudah menunjukan pukul 14.30 siang namun hujan belum reda juga bahkan langit semakin gelap.
Lalu aku mencoba melihat keluar tenda sambil mengamati tenda-tenda yang lain ternyata Awal dan dua orang teman perempuan nekat keluar dari tenda tempat mereka berteduh dan berlari menghampiri aku dan Tari. Rupanya mereka mau mengambil tas mereka di dalam tenda itu.
"Tolong dong ambilkan tas kami, nanti kalau kami yang ambil barang yang lain ikut basah", kata Awal kepada Aku dan Tari dengan nada menyuruh.
"Memangnya kalian mau kemana", kataku.
"Mereka berdua ini punya acara sebentar malam", sambil Awal memandang kedua teman perempuan kami yang sudah menggigil kedinginan.
"Dan mereka memintaku untuk mengantar mereka pulang", sambung Awal.
"Apa tidak sebaiknya menunggu hujannya reda", kataku kepada mereka bertiga.
"Justru mereka khawatir hujannya terlambat berhenti, sehingga mereka bisa terlambat untuk keacara itu", kata Awal menjelaskan.
Ke bagian 3
Oleh: [email protected]