Cerita Dewasa:
Arisan Syahwat - 3
Dari bagian 2
Namun aku tadi mendengar bahwa dia akan bersama teman-temannya? Bagaimana bisa? Ah.. Jangan menjadikan soal. Mas Pur khan pengusaha. Dia pasti memilliki tujuan-tujuan besar untuk pertemuan ini. Bukan hanya semata-mata mencari kesenangan. Dan peranan aku yang 'menemani' itu pasti dimaksud untuk lebih melancarkan jalan menuju sasaran besarnya itu. Dan untuk itulah dia berani memberikan imbalan jasa padaku Rp. 1 juta per jamnya. Aku harus tanggap dalam menghadapi hal seperti ini.
"Terserah Mas Pur, kebetulan suami saya juga sedang tugas keluar kota, Kok. Jadi saya bisa bebas," jawabku sedikit dengan perasaan tergetar. Dalam pikiranku Mas Purnawan akan 'memakai' aku selama 4 jam. Hasrat libidoku menggeliat.
"Oo.. Kebetulan, aku lebih suka berhubungan dengan wanita yang telah bersuami, jadinya nggak banyak risiko gitu..." sambil tangannya kembali meraih tanganku.
Namun kali ini pegangan tangannya itu disertai pula dengan remasan halus pada jemariku. Dan remasan itu seperti 'stroom' listrik. Menjalar menelusuri urat darah dan saraf-saraf peka dalam tubuhku. Sepertinya aku tak kuasa menerima 'stroom' macam ini.
"Untuk makan malam saya telah minta hotel untuk menyiapkan dalam kamar nanti. Habis minum ini kita langsung saja naik ke kamar. Nanti teman-teman saya pasti menyusul ke atas"
Mas Pur mengangkat gelas dan menunggu aku mengangkat gelasku. Kami mengadu gelas kami hingga terdengar suara 'ting', kami lantas meneguk minuman yang masih terasa asing di lidahku. Namun aku akan tetap berlagak bahwa hal-hal seperti ini telah biasa aku lakukan pula. Beberapa menit saat berjalan menuju kamar, pandangan mataku mulai melayang. Entah minuman macam apa yang telah kutelan tadi.
Kami memasuki sebuah kamar vvip yang sangat mewah. Sepanjang jalan tak lepas-lepasnya Mas Pur meremasi tanganku sambil merapatkan tubuh harumnya ke tubuhku. Semua suasana dan kondisi ini membuat aku tak sempat lagi bertanya. Aku menerima begitu saja apa yang terjadi. Bahkan aku sadar aku mulai memasuki gerbang yang selama ini tabu bagiku. Aku telah berada di tengah-tengah nalar selingkuh yang penuh ingkar janji setiaku pada suamiku.
Kehausan dan obsesiku sendiri selama ini, yang kemudian dipicu oleh pertemuannya dengani Cecep sopir taksi itu benar-benar mematangkan situasi dan hasrat libidoku. Aku kini bukan hanya telah larut, bahkan aku serasa ingin cepat menggapai nikmatnya badai birahi bersama Mas Purnawan ini. Nafsu syahwatkulah yang menjawab dengan hangat setiap remasan tangannya.
Begitu masuk kamarnya yang sangat mewah dalam pandangan mataku Mas Pur menekan daun pintu. Sesaat kami berpandangan dan saling melepas senyuman sebelum akhirnya kami saling berpagut. Aku gemetar. Sungguh merupakan sensasi hasrat seksualku. Inilah peristiwa pertama dalam hidupku. Aku menyadari bahwa yang kini memeluk dan mencium atau yang kupeluk dan kucium bukanlah Mas Pardi suamiku. Aku menyadari bahwa kini aku sedang berselingkuh meninggalkan janji kesetiaanku pada suamiku.
Kami lama berpagut saling menukar lidah dan ludah. Sungguh hebat nikmat perselingkuhan ini. Aku jadi ingat masa kecilku dulu. Bagaimana nikmatnya mencuri jambu tetangga. Jambu yang relatip muda belum manis itu terasa lebih nikmat dari jambu yang benar-benar masak kiriman tetangga pemilik jambu itu. Dan itu yang kini sedang melanda aku. Kenikmatan mencuri. Mungkin mencuri itulah penyebab nikmatnya.
Demikian pula 'selingkuh'. Pada saat selingkuh ini kita menghadapi berbagai ancaman. Kemungkinan suatu saat ketahuan karena ada yang melihat dan melapor dan 'rasa dosa' atas ingkarnya janji. Rasa dosa yang akan terus mengejar kita bisa membuat penderitaan tersendiri. Namun sebagaimana yang sedang melanda hasrat seksualku kini, semua ancaman itu rasanya aku abaikan. Que serra serra, begitulan orang Spanyol bilang. Terjadilah apa yang musti terjadi, pokoknya selingkuh jalan teruuss..
Kurasakan remasan tangan Mas Pur pada bahuku. Remasan itu mengantarkan aku menjenjangi birahiku. Jantungku berdegup kencang. Kini aku dalam pelukan nikmat curian dari lelaki yang bukan suamiku. Dan aku terhanyut deras tanpa pertimbangan.
Lumatan lidah Mas Purnawan sungguh memabukkan. Aku rasakan betapa pipi dan dagunya yang baru bercukur terasa kasar merangsang saraf-saraf birahiku. Aku sepertinya terlempar keawang-awang. Nggak tahu untuk turun di mana nantinya. Yang kulakukan adalah mengikuti naluri dan refleksku, memperkuat rangkulan dan gantunganku pada lehernya. Aku rasakan tangan-tangan Mas Pur sibuk melepasi blazer-ku. Dan dilemparkannya begitu saja ke sofa di samping pintu. Memang aku menjadi lebih nyaman.
Tangannya yang kekar mulai merogoh blus dan kurasakan saat jari-jarinya menyentuh merabai pentilku. Buah dadaku diremasinya. Perasaanku tak terkatakan. Nikmatnya berselingkuh, lelaki yang bukan suami memerosoti baju dan meremasi susu, dduuhh.. Aku langsung sanja menyerah karena kemikmatan yang tak terhingga ini. Aku benamkan wajahku ke lehernya sambil merintih.
"Mm.. Mas Puurr.. Amppunn.. Nikmat banget seehh..." aku menyapukan lidahku pada lehernya. Gelegak nafsu yang tak terbendung. Aku telah kehilangan rasa takut dan malu. Aku menjerit dan meracau,
"Mmaass.. Maass.. Hheecchh..." sambil lidahku terus menjilat dan bibirku mengecupi leher Mas Purnawan. Hal ini membuat remasan tangannya pada toketku lebih menggila. Dia lepasi blusku dan kembali dilemparkannya ke sofa. Kini aku telanjang dada. Mas Pur langsung menyungsepkan wajahnya ke dadaku. Dia mulai mengulum pentilku dan menyusu bak bayi manja.
Gelinjangku tak tertahankan. Aku menggeliat-geliat dan naluri syahwatku menuntun pinggul dan pantatku menggoyang dan menekan arah selangkangan Mas Pur. Di sana aku merasakan tonjolan besar mengganjal selangkanganku. Aku pastikan Mas Pur telah sangat terangsang birahinya. Dan 'kehausan'-ku mendorong tanganku untuk merabai kemejanya, menyusup ke dalamnya dan menjamah punggungnya yang gempal macho itu.
Dengan tetap berdiri merapat pada daun pintu Mas Pur kembali memeluk erat pinggul dan bahuku, untuk memberi kesempatan tangan-tangan lentikku melepasi dasi dan kancing kemejanya. Aacchhzz.. Betapa menggelitik birahiku saat lidahnya menjilat kemudian bibirnya melumat leherku. Aku rasa cairan memekku sudah mulai terdesak membanjir keluar.
Saat kulepasi kemejanya, yang di hadapanku dan dalam pelukanku kini adalah dada bidang lelaki yang sangat jantan. Kurabai bisepnya, tanpa kusadari dalam meraba itu aku mendesah. Sentuhan syahwat begitu merangsang nafsuku. Aku ingin menjamah apapun yang bisa kujamah dari tubuh Mas Pur. Aneh, tiba-tiba aku menjadi liar. Sangat liar. Dalam kondisi macam itu tak terpikirkan sama sekali olehku dimana dan bagaimana Mas Pardi suamiku kini.
Bibir Mas Pur menjalari pori leherku. Sepertinya aku tak lagi menginjak tanah. Perasaan melayang dalam alun badai nikmat yang tak terhingga. Yang kudengar hanyalah degup jantungku sendiri dan kecipat kecupan bibir-bibir Mas Pur yang terus melata.
Aku merasakan tangan Mas Pur mulai menggerilya gaun bawahku. Ada kancing dan tali lembut yang dia lepaskan dan urai. Nafsuku menggelegak. Rasanya aku sedang dalam pintu pembantaian nikmat syahwatku. Desah dan lenguhku menyertai terampilnya tangan Mas Pur hingga seluruh gaunku merosot ke lantai. Dinginnya AC kamar mewah terasa menerpai tubuh setengah telanjangku. Namun hanya sesaat.
Dingin itu langsung lenyap saat lidah dan bibir Mas Pur kembali menjilat dan menyedoti toketku. Kali ini aku merasakan lebih merangsang nafsuku karena aku hampir bugil kecuali celana dalamku yang tinggal.
Wajahnya diusel-uselkan ke belahan dadaku. Jangan tanya rasanya. Glyeerr.. Rasa stroom listrik menyentak dan menjalar ke seluruh tubuhku. Aku menahan gejolak dengan mengaduh nikmat. Menutup mata sambil menengadahkan muka ke langit-langit merasakan betapa aliran syahwat nikmat itu menelusur kemudian membakar seluruh saraf-saraf lembut tubuhku. Aku menggelinjang hebat.
Dalam posisi mendekap sambil menyedoti toketku di bawah sana, di antara pahaku mulai kurasakan batang panas yang didesak-desakkan ke arah memekku. Aku rasakan, kejantanan Mas Pur mulai beringas mencari sarangnya. Tanpa sepengetahuanku Mas Pur ternyata telah berbugil. Ahh.. Sungguh terampil dan berpengalaman.
Dan akhirnya celana dalamku juga direnggut oleh tangan-tangan kokoh Mas Pur. Sambil memelukku dengan tetap berdiri bersandar pada daun pintu dia melolosi seluruh busanaku. Kami benar-benar telah berbugil ria. Tubuh hangatnya menggelitik tubuhku. Gelombang kontur tubuhnya merapat kurasakan bersentuhan dengan gelombang kontur tubuhku. Sambil terus berpagut saling lumat dan jilat kami beradu keringat dan aroma tubuh dalam kamar mewah Grand Hayyat ini.
Tanganku diraihnya. Dia tuntun untuk menjamah kemaluannya. Aku tergetar. Seumur-umur belum pernah aku menyaksikan kemaluan lelaki kecuali milik Mas Pardi yang suamiku. Kini bukan hanya melihat. Mas Purnawan ingin aku merabai dan menggenggam kontolnya.
Ke bagian 4