Cerita Dewasa:
Kamu Laki-laki Bukan, Sih? - 1
Suatu Kamis di Awal 1988, aku mendarat dengan pesawat Garuda di bandara Ngurah Rai, Bali pukul 21:30. Setelah selesai urusan di airport, aku keluar dan bertemu sopir partner kerjaku di Bali. Saat itu kantor tempat aku bekerja sedang ada proyek di beberapa propinsi di Indonesia di antaranya Bali. Aku bertugas untuk mengawasi seluruh pekerjaan sehingga acap kali terbang kesana kemari dan paling sering yang kusinggahi adalah Bali, rata-rata 2 kalisebulan aku kunjungi Bali selama 2-3 malam.
"Selamat malam Pak Virano, ini kunci mobilnya.." dia memberi kunci mobil Mazda 626 milik majikannya padaku. Memang partner kerjaku ini selalu menyediakan mobilnya untuk aku pakai selama aku berada di Bali.
"Bapak mau kemana sesudah ini..?" tanyaku.
"Langsung ke S.., jam 11 Pak Arif akan datang kesana" katanya.
S adalah nama sebuah club di Kuta yang cukup terkenal banyak didatangi oleh orang-orang lokal, jarang ada orang bule disana. Memang Arif partner kerjaku ini mempunyai beberapa club di daerah Kuta, tapi kantornya sendiri ada di S.
"Kalau gitu Bapak ikut saya saja ke hotel, saya mandi sebentar lalu kita sama sama ke S", ajakku.
"Boleh Pak, nanti saya tunggu di hotel", ujarnya.
Sesampai di Pertamina Cottage yang tidak jauh dari airport, aku check-in dan segera mandi lalu berangkat ke S. Pada jam 10:45 aku sampai disana. S masih sepi. Resepsionis yang sudah mengenalku berkata..
"Pak Arif barusan telepon, dia datang kira kira jam 11:30, Bapak dipersilakan menunggu di dalam. Kalau ingin minum, pesan saja Pak, mari saya antar ke dalam"
"Mau duduk di mana Pak?" tanyanya kembali sesampai aku di dalam.
Suasana agak remang tapi masih bisa melihat jelas dari ujung ke ujung, musik pun sudah terdengar agak keras. Aku memilih duduk di bar. Terdapat sekitar 7 kursi bar di sekitarnya, aku pilih yang pojok kiri, di sebelahku ada seorang laki-laki duduk sambil menikmati segelas bir. Aku pesan Cointreau On The Rock double.
Kuperhatikan ada seorang gadis duduk di ujung bar sebelah kanan, sendirian, berpakaian cukup sexy, celana pendek ketat bahan kaos bermotif garis merah putih dengan alur melintang serta atasan menyerupai baju senam pendek sebatas bawah buah dadanya sehingga memperlihatkan perutnya yang putih mulus, tanpa lengan, ketat menempel di tubuhnya dengan bahan dan motif yang sama. Rambut tergerai panjang sepunggung dan dada yang tampaknya padat menonjol menggairahkan, kaki putih panjang mengenakan sepatu boot hak tinggi. Kuperkirakan mungkin tingginya sekitar 167 cm dan berat kira kira 50 Kg, langsing dan sangat cantik.
Terlihat dia sedang menikmati segelas Stawberry Margarita. Setelah beberapa saat, aku lihat gelasnya hampir kosong. Aku katakan pada bartender agar dibuatkan satu Strawberry Margarita seperti yang diminum gadis itu. Setelah selesai, aku pegang dengan tangan kananku, sedangkan tangan kiriku memegang gelas minumanku. Lalu aku hampiri dia.
"Hai.. Kita minum sama sama ya, namaku Virano" kataku di hadapannya sambil aku sodorkan gelas yang berada di tangan kananku. Dengan tersenyum dia ambil gelas Margarita itu dari tanganku.
"Wah.. Berhasil" kataku dalam hati.
Namun masih dengan tersenyum pula gadis itu memiringkan gelas tersebut sampai semuanya tumpah ke lantai, aku terkejut melihatnya dan rasanya muka ini panas membara mungkin karena marah atau malu aku tidak tahu. Tapi dengan santainya dia berkata:
"Terima kasih, minumannya enak sekali dan sudah habis.." bicaranya sangat sinis sekali.
Aku kembali ke tempat dudukku dengan menahan rasa malu. Tak lama, seorang waitress membisikiku..
"Kalau Bapak sudah selesai dengan dia, bapak ditunggu Pak Arif di kantornya", ternyata waitress ini mengetahui kejadian barusan. Aku habiskan minuman dan berjalan ke lantai 2 tempat Arif berkantor.
"Vir, sorry ya, lama nunggu gua, mau minum apa, gua pesan ke bawah ya" kata Arif.
"Tidak usah, gua baru minum 2 gelas double di bawah tadi" jawabku.
Lalu kami sibuk membicarakan pelaksanaan proyek dengan salah satu BUMN besar yang cabangnya ada di Denpasar dimana pelaksanaan untuk Bali dan NTT aku serahkan pada Arif dengan bagian sebesar 15% dari total proyek hingga dia bisa membeli 2 mercy Bulldog E300 terbaru saat itu. Arif sangat diuntungkan karena segala pengaturan baik harga maupun lainnya sudah aku selesaikan di kantor pusat. Arif hanya tinggal menyediakan perusahaannya untuk dipakai dan pengurusan administrasi paper work, oleh sebab itu kalau aku datang ke Bali, aku selalu dinomorsatukan oleh dia.
Telepon di samping mejanya berdering, lalu diangkat oleh Arif.
"OK, naik saja, aku lagi sama bossku dari Jakarta" katanya di pesawat telepon. Tak lama pintu yang di belakang tempat dudukku terbuka. Aku tidak menoleh, tiba tiba terdengar suara..
"Ooh.. Nanti saja dah, aku di bawah dulu.." terdengar suara seorang gadis dengan nada terkejut.
"Ee.. Rara, masuklah sebentar, ini kenalkan bossku baru datang dari Jakarta" panggil Arif.
"E.. E.., nggak usahlah, nanti lagi saja, minumanku belum habis di bawah.." nada ragu ragu kembali terdengar.
"Ayolah.. Sebentar saja, nanti aku panggil waiter suruh bawa minuman kamu, atau bikin baru saja" paksa Arif.
Aku tetap tidak menoleh, perasaanku sudah mengatakan bahwa dia adalah gadis yang sombong tadi dan aku harus pasang strategi. Dengan terpaksa dan perlahan dia menghampiri meja Arif.
"Rara, Virano bossku dari Jakarta, Virano, Rara, dari Jakarta juga, tapi sering berada di Bali" Arif memperkenalkan kami.
Perlahan gadis itu menjulurkan tangannya padaku dengan tampang ditekuk habis tanpa senyum. Aku menatap matanya dengan tajam, kuarahkan mataku dari ujung kepala sampai ujung kakinya, kutelanjangi dia dengan mataku lalu kembali kunaikkan mataku dan kutatap matanya dengan tajam. Terlihat dari sinar matanya seakan dia dalam suatu perangkap ketakutan sendiri. Tanganku tetap berada di paha, tidak kujulurkan untuk menyambut ajakan berjabatan tangan Rara, lalu aku menolehkan pandanganku pada Arif sambil berkata..
"Jadi besok lu jemput gua ke hotel atau lebih dekat kalau gua ke kantor lu aja jam 10-an, gua sudah telepon mereka untuk pertemuan besok jam 11 di kantornya".
Arif dalam keadaan terbengong bengong melihatku tanpa suara, pandangannya dialihkan ke Rara seakan bertanya sesuatu yang sangat mematikan. Seketika Rara berlari keluar dari kantor Arif.
"Heh, ada apa ini.., nggak sopan lu sama cewek" sergah Arif. Aku ceritakan kejadian di bar tadi, dan Arif berkomentar..
"Rasain, kali ini kena batunya dia, pasti dia malu sama gua.. Dia lagi ngejar gua nih, gua nggak mau. Selama ini dia memang sok jual mahal sama semua cowok di sini. Dia seorang model dan peragawati Jakarta yang baru mau muncul di permukaan" Arif bercerita.
Akhirnya setelah selesai urusanku dengan Arif, aku kembali turun ke bawah setelah mengambil kunci 626 di mejanya. Lalu aku kembali ke bar dan memesan gelas ketiga, tampak Rara masih duduk di ujung sambil memutar duduknya begitu melihat aku duduk di situ. Aku kembali memesan satu Margarita dan aku hampiri dia.
"Rara, untuk gelas kedua ini, kalau kamu mau siram ke lantai, biar aku yang siram buat kamu, tapi kalau kamu mau minum, mari kita berkawan sejak saat ini dan maafkan aku" aku berkata.
Dia tatap mataku, kuberikan senyuman lebar dan manis sambil mengangkat bahuku untuknya. Perlahan tapi pasti, dia tersenyum dan mengambil gelas dari tanganku dan disentuhkan pada gelasku untuk toast. Kami minum bersama sama. Aku dekati telinganya lalu berbisik..
"Maafkan aku ya tadi di dalam.."
"Maafkan aku juga, tapi kamu jahat bikin malu aku did epan Arif" protesnya.
"Kamu juga bikin malu aku di depan para pegawai Arif, hayoo.. Parah mana"
Dia mencubit lenganku. Kutaruh tanganku di bahunya. Dengan sedikit gerakan menarik, kepalanya mendekat, dan aku kecup pipinya kanan kiri.
"Daripada sama-sama malu, lebih baik kita pergi dari sini, antar aku makan, soalnya aku alergi. Kalau malu, perut langsung keroncongan.." gurauku.
"Huuh, pake alasan aja, bilang aja mau ajak aku keluar dari sini" jawabnya menggoda. Kami duduk di restoran di depan S, di lantai 2 yang menghadap ke jalanan sambil mengobrol ngalor ngidul. Selesai makan, 2 gelas Cointreau double dan 3 gelas Margarita kami tenggak lagi sampai kulihat jam telah menunjukkan pukul 1:30 pagi.
Rara, asal Jawa Tengah, besar di Jakarta, berumur 23, baru selesai kuliah jurusan ekonomi, sekarang sedang meniti karier di bidang modelling dan dunia peragawati, tinggi 169 cm, berat 52 Kg yang semampai.
"Rara, kamu tinggal dimana? Besok aku ada meeting, jadi musti istirahat" sengaja aku tidak menawarkan untuk mengantar dia, walaupun aku ada kendaraan yang aku bawa sendiri.
"Aku di Sanur.." jawabnya. Wow, cukup jauh juga. Dalam keadaan normal, aku tidak akan pernah membiarkan seorang wanita untuk pulang sendiri apalagi malam/pagi hari begini, tapi saat itu aku masih ingin menunjukkan keacuhanku.
"Kamu bisa pulang sendiri nggak, karena hotelku dekat di sini"
"OK, nggak apa, banyak mobil sewaan kok" jawabnya agak kesal.
"Bener nih, atau aku antar aja ya" kataku, sengaja membuka front. Mungkin dia juga sudah kepalang gengsi hingga menjawab..
"Bali kan jauh lebih aman dibandingkan Jakarta, kalau aku dibiarkan pulang sendiri di Jakarta, aku nggak bakal mau kenal kamu lagi" jawabnya diplomatis.
"OK deh, hati hati ya" aku dekatkan bibirku dan mengecup pipi kiri dan kanannya sambil kupegang belakang telinganya, akhirnya kudaratkan ciuman ringan pada bibirnya. Otomatis dia pun membalas ciuman bibir tersebut.
"Besok jam 10 kita ketemu di sini lagi ya" bisikku di telinganya sambil kuhembuskan nafas hangat ke dalam lubang telinganya. Dengan sedikit menggelinjang, dia menjawab..
"Deal" katanya mantap. Akhirnya kami pulang berlainan arah. Aku kembali ke hotel sambil membayangkan yang akan terjadi esok malam.
Ke Bagian 2