Cerita Dewasa:
Syahwat Seorang Isteri � 2
Dari bagian 1
Dan kusaksikan kini detik-detik seorang pria meregang karena orgasmenya. Dengan sedikt teriakkan kecil, dia meregangkan tubuhnya hingga seperti busur yang melengkung ke belakang. Sementara kontolnya yang begitu tegak dan tegar lurus ke arah depan menampakkan kepalanya yang bulat licin berkilatan karena menahan tekanan darah dari dalam. Dan aku sedikit tersentak kaget saat tiba-tiba kusaksikan puncratan pertamanya. Spermanya muncrat seperti peluru yang di tembakkan kearah dinding kamar mandiku. kontol itu mengangguk setiap memuncratkan cairan kental dan pekatnya. Kusaksikan ada sekitar 7 kali kontol itu mengangguk dan memuncratkan spermanya. Ternyata begitu banyak kandungan sperma abang ini.
Sesudahnya nampak si abang dengan lunglai bersandar kedinding untuk istirahat sejenak. Mungkin energinya tersedot habis. Aku bergegas bangkit dan kembali ke kamarku sebelum dia memergoki aku.
Saat aku keluar dia masih juga di kamar mandi. Kesempatanku untuk membuatkan dia teh panas manis. Sikapku wajar-wajar saja saat dia muncul dari pintu kamar mandiku.
"Ayo, Bang, minum dulu..," kutawarkan minumannya dan kuberikan upah becaknya. Kuperhatikan sepintas, dia sepertinya seseorang yang telah berlega karena telah melepas bebannya. Dan aku juga berpikir pasti dia melakukan onani sambil membayangkan nikmatnya menyetubuhi aku. Aku kembali terbakar syahwatku.
Berhari-hari berikutnya peristiwa itu selalu lekat dalam pikiran dan hatiku. Sering timbul rasa sesalku, kenapa tak kutahan saja dia untuk kemudian kuajak ke ranjangku. Aku membayangkan bagaimana buasnya dia melahap diriku. Aku sangat mendambakan bagaimana rasanya saat kontolnya menembus kemaluanku. Tentu G-spotku akan menjemputnya dengan penuh kegatalan yang amat sangat. Tentu aku akan meraih orgasme beruntun dari si abang ini. Yang aku sesalkan juga, aku tidak menanyakan namanya. Aku pastikan pada setiap kali belanja aku akan mencari dia untuk membantuku nanti.
Sebenarnya sih, saat ini belum tanggalnya aku belanja. Baru seminggu yang lalu aku ke toko agen. Tetapi ah.. mungkin aku sudah nggak bener lagi nih. Aku pengin banget ketemu itu si abang becak itu. Aku bener-bener kesengsem dengan kemaluannya. Aku nggak lagi berpikir pantas atau tidaknya orang ayu macam aku, terpelajar dengan suaminya yang insinyur kok merindukan tukang becak. Apakah syahwat itu memang demikian hebat kekuatannya hingga bisa merubah cara pandangku mengenai kenikmatan syahwat. Aku sudah ditelan sikap masa bodoh. Aku tak merasa wajib untuk lagi menempatkan yang namanya martabat atau harga diri dalam kaitan syahwat ini. Lihat saja tontonan VCD itu. Bukankah mereka cantiknya luar biasa. Dan juga nampak terpelajar dan bermartabat.
Mereka melakukan kesenangan seksualnya di tempat-tempat yang amat mewah, di atas mobil mewah, di dalam apartemen yang mewah, bahkan di atas kapal-kapal pribadi yang mewah juga. Dan lihat pasangan prianya, disamping yang juga nampak terpelajar ada juga yang bertampang pekerja kasar. Bukankah "contrastistic' itu juga menjadi salah satu konsep mengenai indah atau keindahan. Terus terang aku memang mencoba mencari pembenaran atas sikap dan tingkah lakuku ini. Dan akhirnya aku berangkat juga pergi belanja yang ke 2 untuk bulan ini.
Aku nggak tahu mesti beli apa. Semua kebutuhan bulananku sudah kudapatkan mingu lalu. Akhirnya aku beli saja lagi beberapa barang yang bisa disimpan lama, sabun, shampoo, pasta gigi atau obat nyamuk. AKu nggak sempat memperhatikan taoke yang selalu menikmati kehadiranku di tokonya. Aku ingin cepat selesai dan pulang. Aku ingin secepatnya menemui si abang becak itu.
Di jalanan tempat pangkalan becak aku tak langsung bisa menjumpai abang becakku. Aku tak berani tanya ke mereka untuk menghindarkan kecurigaan. Ah, itu dia.. baang.., dari kejauhan aku melambaikan tanganku. Dia tahu. Dan tanpa ba bi Bu aku langsung naik saat becaknya mendekat. Woo.. aku sedikit terlupa.
Bukankah belanjaanku kali ini amat sedikit untuk dia bantu memasukkan ke rumah nanti. Ah, sudahlah, bagaimana nanti saja..
Sesampai di rumah aku bilang, "Masuk dulu, Bang, aku ambil uang dulu."
Aku berlagak seakan uangku kurang dan perlu ambil dari rumah.
"Ayoo, masuk," ajakku lagi setelah kulihat dia agak ragu karena nggak ada barangku yang mesti dia panggul. Ahhirnya kembali dia kuajak untuk duduk di kursi makan dekat dapur. Kini aku berpikir bagaimana memulai segalanya yang selama 7 hari terakhir ini sangat kudambakan.
"Bang, siapa namanya? Minum dulu ya? Nggak buru-buru khan?," aku berusaha beramah-ramah dan membuatkan minuman tanpa menunggu jawabannya. Aku ingin dia tinggal lebih lama. Aku berusaha mengulur-ulur waktunya.
"Nama saya Darius, Bu. O, ya, boleh saya ke toilet ya, Bu?,
"Silahkan."
Nah, rupanya dia kebelet juga. Pasti ingin mengulang kembali onani di kamar mandiku. Tentu hal yang sangat membuat aku gembira. Syahwatku langsung syurr.. naik. Kupercepat adukan teh manisnya. Aku pengin cepat mengintip lagi.
Dan aku mendapatkan pemandangan indahku kembali. Dia benar-benar melakukannya lagi. Yang aneh, kali ini dia justru menghadap ke pintu dengan ujung kemaluannya tepat di belahan papan pintu. Aku jadi curiga. Adakah dia tahu aku mengintip?! Dan sekarang ini dengan sengaja dan berani menghadapkan kemaluannya langsung ke celah pintu yang seakan menantang aku. Duh, lihatlah.., demikian dekat ke celah ini. Oohh.. Bang Dariuuss.. gede bener sih kontolmuu..
Tangannya mengurut-urut dengan indahnya. Desah-desahnya mulai kedengaran seiring nafasku yang memburu. kontol itu seakan nempel di wajahku. Rasanya aku bisa menangkap baunya. Bau kontol lelaki sebagaimana bau kemaluan suamiku juga. Hanya yang ini demikian lebih jauh merangsang birahiku. Tanganku kembali meremasi buah dadaku. Adegan ini edan dan sekaligus lucu. Aku jadi membayangkan seandainya ada sutradara VCD komedi bokep.
Sambil terus meremasi susuku kunikmati benar pemandangan ini. kontol itu semakin membesar dan mengkilat. Nampak urat-uratnya melingkar-lingkar kasar di sepanjang batangnya. Kemudian aku menyaksikan cairan birahinya mulai membasahi ujungnya. Pada lubang kencingnya nampak ada titik bening yang kemudian meleleh. Bang Darius mengocok semakin cepat. Cepat, cepat..
Akhirnya kusaksikan kembali spermanya muncrat. Kali ini tepat menembaki celah-celah sambungan papan pintu ini. Walaupun tidak terlempar keluar pintu, sperma itu nampak bening kental mengalir turun di celah itu. Aku cepat bangkit menghindar agar tidak kepergok. Dengan setengah lari kecil aku menuju ke dapur, mengambil cangkir tehnya. Kusajikan tepat saat dia muncul di pintu. Aku senyum yang dia juga balas dengan senyum dari mukanya yang ber-rona kemerahan. Dia nampak kembali meraih kelegaan dari beban syahwatnya yang tersalur.
Kali ini aku sudah bertekad untuk mengulur waktu agak dia bisa tertahan lebih lama sambil mencari peluang untuk kemungkinan lebih jauh. Aku ajak ngobrol. Dengan penuh maklum karena pendidikannya yang rendah, demikian perkiraanku, aku lemparkan dialog yang gampang-gampang saja. Di mana tinggalnya, istrinya, berapa anaknya, sudah berapa lama narik becak dan sebagainya. Dia nampak sangat santun, atau malu barangkali, omongannya secukupnya saja. Tetapi ada satu hal yang kulihat dari matanya. Dia nampak sangat menikmati kehadirannya dekat dengan aku ini. Matanya itu sering mencuri pandang pada tubuhku. Kusaksikan beberapa kali dia begitu melotot melihat belahan dadaku. Kemudian ketiakku, yang memang saat itu aku sedang memakai blus "u can see." Aku yakin dia pengin banget melahapku.
Hal ini mendorongku untuk beraksi lebih banyak. Terkadang sambil ngomong aku menunjuk sesuatu sehingga lengan dan ketiakku menjadi lebih terbuka. Atau aku berdiri, berjalan atau merunduk atau membelakang. Aku sepertinya benar-benar peragawati yang ingin menampillkan bagian-bagian tubuhku yang sensual ini. Sesudah sekian lama ngobrol sana-sini, tak juga kudapatkan perkembangan yang berarti pada pertemuan ini. Yang kulihat hanyalah wajah bengong si abang. Mungkin karena onaninya tadi membuat birahinya tak lagi begitu menyala. Aku mesti rela untuk menunda bayangan nikmat syahwatku. Bang Darius pulang sesudah menerima upahnya. Sebagai pelarian hari itu aku mendapatkan kepuasan dengan masturbasi. Dari lemari es kukeluarkan simpanan ketimun besar dan panjang. Kira-kira sebanding dengan kemaluan Bang Darius. Kurendam ke air hangat agar menjadi hangat. Aku masturbasi dengan ketimun itu sambil membayangkan kontol Bang Darius menembusi memekku. Ah. nikmatnya.. Orgasmeku kudapatkan beruntun-runtun.
Tiga hari kemudian aku kembali dilanda sepi dan rindu pada Bang Darius. Aku mesti kembali belanja ke toko agen itu. Aku sudah menyiapkan apa yang mesti kubeli. Apapun, pulangnya aku harus diantar Bang Darius. Kali ini aku ingin bisa meraih lebih banyak dari sebelumnya. Aku mencoba mencari kemungkinan-kemungkinan agar hal itu bisa terwujud. Mungkin kuncinya berada di aku. Aku harus lebih berani. Yang kuhadapi adalah orang dari klas sosial yang berbeda. Kalau Bang Darius merasa rendah diri di depanku itu adalah wajar. Aku yang seharusnya memulai. Aku harus agresif. Benarkah itu?! Bisakah aku?
Encik istri taoke pemilik toko heran aku memborong belanjaan lagi. Ah, masa bodoh, itu urusanku. Aku bilang kalau saudaraku minta dibeliin ini itu di tokonya karena harganya miring. Encik senang mendengarnya. Saat pulang Bang Darus sudah menunggu dengan becaknya. Itu memang sengaja aku atur. Aku nggak mau terjadi saat selesai belanja, dia sedang pergi karena mengantar orang lain. Dia angkati barang-barangku dan menyusul aku naik ke becaknya. Kali ini kami telah akrab. Sepanjang jalanan kami banyak ngobrol.
Sesampai di rumah, tanpa aku minta lagi dia langsung menurunkan dan memanggul barang-barang untuk dibawa masuk ke dalam rumah. Dan tanpa kusuruh lagi dia menunggu aku duduk di kursi makan itu. Tanpa memberikan tawaran, aku juga langsung membuatkan teh manis untuknya. Bahkan aku juga menyediakan makanan kecil. Aku akan tahan dia lebih lama lagi. Kali ini dia tidak minta ijin ke toilet. Barangkali dia malu setiap ke rumahku kok selalu ke toilet.
Kami kembali ngobrol. Hari ini sengaja aku memakai busana yang lebih "hot." Blusku lebih banyak memperlihatkan belahan dada dan ketiakku. Aku pakai jeansku yang hanya sampai ke lututku, sehingga disamping menampilkan pantatku yang seksi betisku yang ranum mulus nampak sangat menggoda. Aku sudah bertekad untuk lebih agresif padanya. Aku akan lebih banyak bergerak untuk memperlihatkan bagian-bagian sensual tubuhku. Aku sudah siapkan cara kuno. Aku akan pura-pura kepleset dan minta Bang Darus menolong aku. Kakiku akan kesleo dan dia akan memberikan urutan. Tentu saja di atas ranjangku. Aku akan mengaduh atau merintih kesakitan dengan irama dan nada yang erotis banget. Aku benar-benar siap membuat jebakan untuknya. Dan kini harus kumulai. Aku masuk ke kamarku dengan penuh tekad..
Dan sesaat kemudian.. brukk.. aku menjatuhkan diriku ke lantai,
"Aduuhh.. Bang.. tolongiinn..," aku berteriak minta tolong.
Kudengar suara kursi yang ditarik berderit dan dengan langkah terburu Bang Darius telah muncul di pintu yang kemudian dengan cepat jongkok meraih aku. Aku berteriak kesakitan, seakan tidak mampu berdiri. Dia raih punggungku pelan kemudian pahaku. Dia angkat aku untuk direbahkan ke ranjang.
"Kenapa, Bu?," tanyanya nampak panik.
Aku tidak menjawab kecuali aku terus merintih setengah menangis sambil memegangi sendi kakiku untuk menunjukkan bahwa kakiku kesleo. Aku lihat dia mau membantu mengurut tetapi ragu. Dia khawatir dianggap kurang ajar.
"Adduuhh.. tolongi aku Bang, sakiitt..," baru sesudah rintihanku itu dia berani memeriksa kakiku.
"Kesleo, ya, bu?!" kemudian membantu menguruti kakiku.
Duuhh.. nikmatnyaa.. Sepintas hidungku menangkap aroma tubuhnya. Tubuh dari lelaki yang gempal, penuh keringat dan sangat seksi ini menebarkan bau kejantanannya. Tangan-tangannya yang kurasakan sangat keras dan kasar itu terus mengurut pelan sendi kakiku. Dan hasilnya adalah darah syahwatku yang melonjak panas. Sampai disini skenarioku berjalan mulus.
Ke bagian 3