Cerita Dewasa:
Ci Fiona, Mantan Guru Lesku
Dulu temanku pernah bercerita tentang pengalaman kami bercinta dengan Ci Fiona guru les kami. Sekarang aku, Hans akan bercerita tentang pengalaman lain bersamanya.
Ceritanya begini, memang sejak peristiwa itu kami sering mengulangi perbuatan itu lagi, namun selepas SMU kami berhenti les dengannya. Sejak itu sudah jarang sekali bertemu dengannya, apalagi waktu pacarnya yang di US pulang liburan.
Hampir 2 tahun telah berlalu, tak terasa aku telah memasuki liburan semester 3. Liburan yang panjang selama 1 bulan lebih membuatku bosan, kerjaku hanya membantu di toko orang tuaku dan jalan-jalan di mall. Asiung sibuk dengan pacarnya, Vernand melewati liburan di Taiwan. Dan yang lebih membuatku stress adalah aku sedang ribut dengan pacarku, padahal gara-gara masalah sepele.
Ditengah rasa bosan itu, pada suatu hari aku berjalan-jalan di Mall Taman Anggrek sendirian. Lumayan menghilangkan perasaan stress dengan merokok sambil melihat-lihat barang-barang dan gadis-gadis cantik lalu-lalang. Ketika aku sedang melihat-lihat barang jualan, tiba-tiba bahuku ditepuk seseorang, "Hans, lagi apa sendirian di sini?"
Aku membalikkan badan dan seorang wanita cantik berdiri di belakangku.
"Masih inget nggak?" tanyanya.
Setelah memutar ingatan sejenak aku baru ingat, "Ohh.. Ci Fiona nih, wah udah lama nggak ketemu ya, gimana kabarnya Ci baik-baik aja?"
Dia masih cantik seperti dulu meskipun penampilannya sedikit berubah, rambutnya yang dulu panjang sedada & dikuncir itu kini tinggal sebahu lebih dan waktu itu tidak berkacamata karena memakai soft lens, namun body dan kecantikannya tidak berubah sedikit pun. Dia sudah selesai kuliah tapi belum mendapat pekerjaan tetap, maka dia membuka les privat di rumahnya untuk siswa SD-SMU.
"Cici sendirian juga nih, ngapain? belanja?" tanyaku.
"Iya, Cici juga lagi kosong hari ini, mau liat-liat barang sekalian mau belanja dikit di supermarket, eh nggak taunya ketemu kamu Hans."
"Eh, omong-omong Cici masih kenal sama saya nih, padahal udah lama nggak ketemu ya", godaku.
"Ah kamu, gimana Cici bisa lupa sama murid yang paling bandel."
Aku jadi agak tersipu malu mengingat peristiwa dulu itu. Dan aku menemaninya belanja sambil ngobrol-ngobrol dengannya. Karena dia juga sedang menganggur, setelah itu aku bersamanya pergi ke tepi laut dengan mobilku, melihat laut kadang-kadang membuat hati yang galau terasa lebih segar. Di sana kami ngobrol-ngobrol sampai tak terasa sudah hampir jam 6 malam. Tanpa disadari hubungan kami sudah seperti orang berpacaran saja walaupun dia lebih tua 4 tahun dariku dan pernah menjadi guru lesku.
"Wah Ci udah malam nih kita cari makan dulu yuk, lapar nih", kataku padanya, dia setuju dan kami pun mencari restoran dan makan di sana.
"Ko Willy (pacarnya red) kapan pulang Ci, kasihan kan Cici sendirian terus", tanyaku di restoran.
"Minggu ini dia diwisuda kok, jadi paling 2 minggu lagi pulang.
"Selamat ya Ci, kalau married nanti undang saya ya!" kataku bercanda.
"Ah, bisa kamu Hans, nikahnya sih belum tau kapan."
Sesudah pesanan datang, kami makan. Teringat masalah dengan pacarku, aku memesan bir, tanpa sadar aku telah menghabiskan 3 botol dan mulai merasa pusing. Ci Fiona menyuruhku berhenti minum. "Hans apa-apaan sih kamu minum sampai begini, sudah.. sudah jangan minum lagi." Aku memanggil pelayan dan membayar bonnya. Karena keadaanku yang sudah setengah sadar maka Ci Fiona yang menyetir mobil mengantarku pulang. Agar orang tuaku tidak mendapatiku sedang mabuk, aku memintanya agar pulang ke rumahku yang di kompleks (aku mempunyai 2 rumah, 1 ruko, tempat keluargaku biasa tinggal, 1 lagi di kompleks perumahan, yang ini berfungsi untuk gudang dan rumah tinggal, jarang ditinggali, biasa kupakai kumpul-kumpul dengan teman dan barang-barangku juga banyak disimpan di sana). Siangnya aku juga sudah bilang pada orang tuaku bahwa aku mungkin tidur di rumah ini, jadi tidak usah kuatir kalau tidak pulang ke ruko.
Di rumah tidak ada siapa-siapa, aku masuk ke ruang tamu dengan sempoyongan dituntun olehnya dan menjatuhkan diri di sofa. "Hans, kamu kenapa sih kok bisa mabuk gini, ada masalah apa sebenarnya?" tanyanya sambil menyodorkan air putih padaku. Akhirnya aku menceritakan segala masalah dengan pacarku padanya. Dia mendengarkan segala keluhanku dengan penuh perhatian. Dia menyuruhku tidur saja agar lebih tenang. Dituntunnya aku masuk kamar. Ketika dia menuntunku tak sengaja kulihat belahan dadanya melalui kaos berleher V-nya, birahiku makin bangkit ketika teringat dulu ketika masih les aku dan teman-temanku 'mengerjainya', terlintas dalam pikiranku mengulangi perbuatan itu apalagi di rumah kosong.
Ketika aku menjatuhkan diri ke ranjang, kutarik tangannya sehingga dia ikut rebah bersamaku. Posisinya sekarang berada di atasku berhadap-hadapan. "Aduh apa-apaan ini Hans, kamu.. mmhh!" Sebelum dia habis berkata, bibirku sudah menempel di bibirnya yang tipis itu. Aku segera berguling sehingga sekarang dia berada di bawahku. Dengan nafsu membara kuciumi terus dia, kujilat-jilat bibir bawahnya. Tangannya terus bergerak mendorong dadaku berusaha lepas, tapi kupeluk dia kuat-kuat, kutambah rangsangan dengan meremas-remas buah dadanya dan mengesek-gesekkan kejantananku ke bagian kemaluannya, lama-lama gerakannya melemah dan sekarang bibirnya mulai membuka, lidahku masuk dan mulai bermain di dalam, Ci Fiona memang hebat dalam French Kiss, lidah kami saling berpilin dan menyedot, enak sekali rasanya, kami sudah mulai hanyut dalam nafsu.
Ini bukan pertama kalinya aku dan dia berbuat begitu, maka kali ini sudah tidak canggung lagi. Sesudah melepas stelan luarnya, tanganku menaikkan kaos buntungnya dan menyusup ke dalam BH-nya, kupencet-pencet puting susunya sambil terus berciuman. Sekarang mulutku berpindah ke leher jenjangnya, kujilat lehernya dan tanganku makin ganas di dadanya. "Ahh.. ohh, Hans kamu belum berubah juga..masih nakal seperti dulu.. ahh", desahnya. Diapun membalasku dengan membuka kancing bajuku, sementara tanganku sudah mulai bergerak membuka reitsleting celana jeans-nya, kulepaskan celana itu dan melihat celana dalam putihnya. Setelah itu kubuka juga kaos buntung dan BH-nya, namun sebelum aku melepas CD-nya, Ci Fiona membalik tubuhku dan berada di atasku. Sambil mengelus wajahku dia berkata, "Hans, kalau Cici bisa menghilangkan kekesalan kamu pada Santi, milikilah Cici malam ini saja.." selesai berkata dia melucuti kemejaku dan membuka celanaku kemudian CD-ku.
Tanpa basa basi dijilatinya barangku mulai dari buah pelir ke kepalanya, kemudian dimasukkan ke mulutnya. Lalu dia memutar tubuhnya sehingga kemaluannya di atas wajahku (posisi 69). Aku tidak langsung membuka CD-nya tapi kuusap-usap & kutekan-tekan dulu daerah liang senggamanya sampai terlihat basah baru kutarik lepas. Wajahku terbenam di kemaluan yang ditumbuhi bulu-bulu lebat itu, kujilati itilnya yang sudah basah itu dan dibalasnya dengan sedotan-sedotannya yang nikmat, dia membiarkan batang kemaluanku dalam mulutnya dan dimain-mainkan dengan lidahnya sambil dihisap, sementara aku mengigit pelan bibir kemaluannya.
Setelah 10 menit, karena aku tidak mau cepat-cepat orgasme kusuruh dia berhenti. Kali ini Ci Fiona tidur telentang, aku menindihnya dan kumasukkan batang kemaluanku ke dalam liang kewanitaannya. Aku mulai memompanya. Kugerakkan pantatku naik turun dan dia pun mengikuti gerakan tubuhku. Dia mulai ribut merintih sambil mengigiti jarinya, menggeleng-gelengkan kepalanya, dan kakinya sudah melingkari pinggangku, sesekali dia juga mencium bibirku.
"Ohh.. Hans terus.. bagus.. ohh.. lebih dalam!" Makin lama makin kupercepat gerakanku, kami semakin liar di ranjang, kalau ranjangnya murahan bisa-bisa ambruk karena guncangan sekuat ini. 30 menit kami berada dalam posisi ini, tubuh kami sudah mandi keringat. Akhirnya kurasakan dia mulai mengejang, kedua kakinya semakin kencang menjepit pinggangku, tangannya memelukku erat-erat bahkan kurasakan kukunya mulai menggores punggungku, tapi tak kuhiraukan.
"Hans.. sedikit lagi.. akhh.. Cici sudah sampai.. tahan dikit lagi.." akhirnya cairan hangat kurasakan membasahi batang kemaluanku disertai lolongan panjangnya. Tapi aku masih belum orgasme, kuteruskan mengentotnya sampai 5 menit kemudian giliranku yang menyemburkan maniku di dalam liang kewanitaannya. Tubuhku mulai melemas, kami saling cium sambil berguling-guling sampai akhirnya berbaring dengan nafas terengah-engah.
"Tambah hebat aja kamu, hampir sehebat Ko Willy kamu Hans!" kata Ci Fiona sambil menyeka keringat di dahiku. Aku hanya tersenyum kecil mendengar pujian itu. Mendadak dia menciumku turun ke leher, dada, perut, akhirnya batang kemaluanku. Dikulumnya batang kemaluanku yang masih berlumur sperma dan cairan liang kewanitaannya itu dengan rakus. Batang kemaluanku yang tadinya mulai loyo kembali menegang di mulutnya. Aku mengubah posisiku bersandar di ujung ranjang sehingga aku bisa memijat-mijat toketnya yang berukuran sedang tapi montok itu.
Setelah membersihkan batang kemaluanku, dia duduk di pangkuanku dengan posisi berlutut. Sambil kuelus-elus pantatnya dia perlahan-lahan menurunkan badannya sampai batang kemaluanku tertanam di liang senggamanya. Tanpa kuperintah, dia langsung menggerakkan tubuhnya turun naik seperti naik kuda. Toketnya yang tepat di depan wajahku ikut bergoyang-goyang naik turun seirama gerakan badannya. Kuhisap toket kirinya sementara yang kanan kupijat-pijat dengan lembut sesekali kuputar & kutarik puting merah muda yang sudah keras itu.
Sebelum klimaks kedua kalinya kusuruh dia berganti posisi. Kali ini dia menungging di depanku, ingin main belakang rupanya sekarang. Kumasukkan batang kemaluanku ke anusnya dan tanganku meremas-remas toketnya yang menggantung itu. Entotanku membuatnya mengerang-erang nikmat sambil terus memacu tubuhnya mengimbangi gerakanku. Butir-butir keringatnya berjatuhan di ranjang. Lubang yang sempit itu membuatku sudah tidak tahan lagi akhirnya kukeluarkan juga cairan maniku di perut dan dadanya. Setelahnya aku berbaring di sisinya. Benar-benar lelah aku saat itu ditambah lagi dengan pusing pengaruh bir, ingin langsung tidur saja rasanya. Kuakui memang walau Ci Fiona tidak sesempit pacarku tapi dalam hal daya tahan & variasi bercinta dia jauh diatas pacarku yang amatiran.
"Hans, boleh Cici pinjam kamar mandi? dari tadi siang belum mandi nih", tanyanya sambil mengusap rambutku yang sudah kusut. Aku hanya mengangguk, dan dia masuk ke kamar mandi yang berada di kamarku, setelah kudengar suara percikan shower, aku tidak tahu apa-apa lagi karena langsung tertidur kelelahan.
Besok paginya kutemukan aku dan dia yang tertidur di sebelahku dalam keadaan polos hanya tertutup selimut. Aku baru sadar kemarin malam mabuk dan melakukan hal itu lagi. Aku panik kenapa dia tidak pulang, kalau orang rumahnya khawatir bagaimana nih. Segera kubangunkan dia.Handoko Tan" "Ci.. Ci.. bangun, kenapa tidur di sini, ntar orang tua Cici cariin gimana nih!" seruku dengan kalang kabut.
"Aduh.. Hans ngapain sih kamu, rumah Cici kan kosong sampai sore ini, kamu ganggu orang tidur aja ah, Cici udah capek gara-gara kamu tau", katanya sambil mengusap-usap matanya.
Lega aku mendengar itu. Sambil tetap berbaring dia bertanya, "Hans, kita sudah berapa kali melakukan dosa ini?".
Setelah terdiam sejenak kujawab, "Lupa Ci, maafin Hans ya, kemarin saya mabuk tidak bisa mengontrol diri, Cici marah ya."
"Hans.. Cici bukannya marah atau sok perhatian, Cici cuma sedih sama sifat kamu yang belum dewasa, baru masalah sama pacar aja mabuk kaya gitu, kamu pikir alkohol bisa membereskan masalah, Cici juga pernah ribut sama pacar tapi selesaikan dong baik-baik, kalau kamu cinta dia.. cari dia & berbaikan, bukan main alkohol apalagi drugs, malu Cici sih kalau punya murid yang pikirannya pendek kaya kamu ini Hans, lihat dirimu kemarin malam, orang tidak seperti orang, setan tidak seperti setan", katanya dengan nada serius. Aku termenung sesaat mendengar kata-katanya.
Jam 9.30 sesudah makan kuantar dia pulang ke rumahnya. Dalam perjalanan kami tidak berbicara apapun, baru sekarang dia menegurku keras dan itu membuatku sadar dari kesalahanku, sesampainya pun dia hanya mengucapkan terima kasih tanpa senyum dan menolak waktu kubantu membawakan belanjaannya. Beberapa hari kemudian aku mulai berbaikan kembali dengan pacarku dan bertekad mengurangi kebiasaan minumku sesuai nasehatnya.
Empat bulan kemudian aku menerima undangan pernikahannya. Dia sudah dipersunting oleh Ko Willy yang telah menyelesaikan studinya di Amerika. Aku & teman-teman datang ke pestanya dan melihat betapa anggunnya dia dalam pakaian pengantin, serasi dengan suaminya yang tampan itu. Setelah itu aku tidak pernah menemuinya lagi karena tidak ingin merusak rumah tangga orang, kudengar sekarang dia sudah melahirkan sepasang anak kembar perempuan dan hidup bahagia.
TAMAT