Cerita Dewasa:
Lagu Kehidupan 02
Sambungan dari bagian 01
Kalau dibilang sport jantung, mungkin ya sekarang adalah waktunya buat Bapak Tedy karena kasus ini adalah sangat krusial sekali baginya. Kalau sampai gagal aku membeli BUSANA, maka habislah dia, tapi begitu kutanda tangani itu, hilang bebannya.
Begitu aku sampai di kantor BUSANA, seperti biasanya yang pertama-tama kucari adalah WC dulu, selain memang aku mau pipis, aku juga mau melihat kebersihannya. Hhmm.. 'lumayan'. Suasana di kantor itu juga aku dapat merasakan adanya ketegangan dan nampak banyak bunga di sudut-sudut ruangan, sedangkan di show room memang tidak banyak pengunjung, dan pelayanannya juga nampak terganggu, mungkin masih menunggu kepastian akan nasib mereka sebagai karyawan.
Puas melihat-lihat, ini sebetulnya adalah pertama kalinya kunjunganku ke kantor BUSANA, sehingga aku sama sekali tidak tahu mengenai seluk beluk gedung tersebut. Aku kemudian menuju ke meja receptionist.
"Ada yang bisa saya bantu Pak?" tanya receptionis tersebut sopan.
"Hhmm.., kalau ruang Bapak Tedy di mana?" aku balik bertanya.
"Bapak darimana yach, dan apakah sudah ada appoitment?" masih receptionis tersebut bertanya, dan .., "Nampaknya Bapak Tedy sibuk sekali hari ini dan sulit ditemui." demikian penjelasannya lebih lanjut.
Belum sempat aku memberikan penjelasan kepadanya lebih lanjut, tiba-tiba, "Selamat siang dok," sapa suara itu dari punggungku.
"Selamat siang," sahutku secara refleks sambil membalikkan tubuhku untuk mengetahui siapa yang menyapaku.
"Oh.., kamu Ris," sahutku selanjutnya seraya menyambut uluran tangannya.
"Gimana kabar kamu?"
"Sehat dok."
Gadis ini, Risma, ia adalah sekretaris dari Bapak Riandha dan mungkin dia dipilih kembali oleh Bapak Riandha untuk mendampinginya di perusahaan Busana ini.
"Mari jalan sini dok." sahutnya kemudian menunjukkan jalan.
"Selanjutnya nanti kamu kerja di sini?"
"Benar dok."
Demikian perbincanganku bersama Risma sambil berjalan menuju ke ruang meeting yang telah ditentukan sebagai tempat acara diiringi dengan tatapan heran si receptionis. Bingung kali, kok bossnya masih muda. Memang aku masih muda lho.., ganteng lagi.
Begitu aku masuk ruangan meeting tersebut, seluruh kegaduhan yang ada mendadak senyap dan aku melihat di bagian depan ruangan telah duduk di sana Bapak Riandha, Bapak Tedy dan masih tersisa sebuah kursi kosong lagi yang tentunya adalah tempat dudukku. Di sekelilingi ruangan itu juga sudah penuh dengan beberapa peserta pertemuan siang ini yang menjadi saksi pengalihan kepemilikan perusahaan. Beberapa diantaranya kukenali sebagai staf ataupun head of department di kantor papa.
"Selamat siang semua." sapaku kepada seluruh orang yang ada di ruang tersebut.
"Selamat siang Pak." balasan serentak diberikan mereka kepadaku.
Segera aku mengikuti langkah Risma menuju ke tempat dudukku yang ditunjukkannya.
"Selamat siang dok," sapa Bapak Riandha menyambut kedatanganku.
"Siang."
"Pak Tedy, perkenalkan ini dr. Fran."
Dapat kulihat bagaimana pucatnya Bapak Tedy Gunawan, yang dahulu arogan dan pernah mengatakan bahwa masa depanku masih panjang, sekarang berada sebagai pihak pembeli dari perusahaan yang hampir bangkrut yang dipimpinnya. Walaupun dari hati terdalam harus kuakui bahwa modal yang diberikan ini juga masih dari papa.
"Kaa..uu," lirih sekali suara Bapak Tedy seraya memberikan tangannya dan bergetar.
"Yach.., gimana kabar Pak Tedy, Tante dan juga Imel?" sapaku selanjutnya.
"Ba.. baik..," kegugupan dan kebingungan tentu masih melanda dirinya.
Kemudian acara protokeler pun dimulai dan waktu itu aku tidak menyinggung atau berbicara banyak dengan Bapak Tedy, hanya aku bilang dalam kata sambutan waktu itu bahwa aku menaruh kepercayaan penuh kepada Bapak Riandha untuk menjalankan perusahaan itu dan beliau mengerti dengan baik akan misi dan visiku untuk perusahaan dan aku percaya beliau mampu menjalankannya dengan baik.
Aku selaku Presdir tidak akan terlalu banyak untuk campur tangan dalam urusan ini, disamping tentunya sudah ada board of director yang tumbuh dan besar di bisnis ini, jadi silakan bekerja dengan baik dan berkarya untuk aktualisasi diri.
Selesai acara protokoler pun aku hanya sempat makan sedikit sebagai bagian dari acara itu dan aku sempat mengucapkan selamat bertugas untuk Pak Riandha dan segera pergi untuk melanjutkan kerjaku, praktek.
Bab II
Usapan jari-jari lembut di punggungku dan hembusan napas hangat dekat tengkuk membangunkanku dari tidur siang.
"Hhmm..," desahku menikmati kelembutan itu.
Sementara lagu 'Beautiful Girl'-nya Jose masih terus mengalun lembut mengisi kamar tidurku, rasanya malas sekali untuk berbalik dan mengetahui siapa yang melakukan ini untukku.
Mataku juga rasanya susah diajak untuk membuka setelah semalaman aku tidak dapat tidur. Entah rasanya ada suatu perasaan yang membuatku tidak enak dan mood sedang benar-benar down. Tapi usapan lembut kali ini yang sudah lama tidak kurasakan, rasanya sedikit memberikan ketenangan dan ingin rasanya aku dimanja dan dipeluk.
Kecupan basah dan hangat sekarang menggantikannya mulai dari pundak kananku terus ke tengah dan ke kiri, berputar sejenak di situ kembali ke tengah dan naik ke tengkuk, perlahan berirama membuatku mendesah nikmat dan sejuk. Tenang rasanya, damai. Usapan jari lentik itu kini mulai beralih turun ke punggung bawah dan terus turun menuruni bukit gundul kupunya. Astaga nikmat benar, ada untungnya juga nich kebiasaanku untuk tidur bugil.
Tidak lama kemudian disusul dengan jilatan kecil dan hisapan lembut yang mengiringi usapan lembut itu untuk terus turun ke bawah dan menyingkapkan selimut yang hampir menutupi seluruh tubuhku. Desah nafas tertahan dan embusan hawa hangat kembali menjalari telinga kanan belakangku disertai dengan jilatan basah dan desah napas yang mulai memburu, kemudian berpindah ke tengkuk bagian atas.
"Hmm..," desahku tertahan seraya membalikkan kepala dengan mata masih terus terpejam.
Sekarang giliran telinga kiri belakangku yang dapat giliran, dan bau parfum halus mulai kusadari dan membangkitkan gairah hidupku, terutama yang bagian bawah walaupun tertahan, namun kemudian menghilang.
Gerakan jari lentik itu sekarang sudah mencapai paha bagian dalam dan terus turun ke bawah hingga ujung kaki, naik melalui punggung kaki dan terus naik dengan gerakan halus kanan dan kiri menyusuri bagian dalam pahaku dan berhenti sejenak di selakanganku, berusaha untuk mencapai namun sulit tertutup oleh tubuhku yang cukup besar. Tidak berusaha untuk mencapainya ternyata, dan sekarang yang kurasakan adalah bantalan halus yang mulai menindih punggungku.
Dengan gerakan perlahan kurasakan sentuhan kulit perutnya yang mulai bergerak naik dan terus hingga kurasakan adanya sentuhan bukit kembar yang menempel pada punggung atasku, sejenak dan lenyap tertindih seluruh tubuhnya. Dan sekarang jilatan kembali bermain di tengkukku, serta usapan lembut jari-jari lentik yang bermain di rambutku. Kembali parfum lembut itu menebar aroma khasnya dan dengan segala kelembutan yang diberikan itu membuat gelora hidupku terpacu untuk bangkit dan menyala kembali.
"Ach..," desah napas tertahan berdenging di telinga kiriku.
"Hhh.. mm..," balasku manja.
Hei.., secara tiba-tiba aku tersentak dan baru menyadari bahwa parfum ini bukanlah milik Sandra pacarku saat ini. Parfum Sandra adalah White linennya Estee. Walaupun sama-sama lembut, tapi yang ini belum kukenal. Segera kubalikkan badanku, dan astaga..
"Ii.. mel..?" seruku terkejut.
"What are you doing?" tanyaku selanjutnya setelah berhasil mengatasi kekagetanku.
Imel hanya tersenyum manis dan segera kembali naik ke pangkuanku yang tadi terjatuh gara-gara aku berbalik. Imel tampil benar-benar polos, tubuhnya putih mulus dengan buah dada berujung merah muda segar, tidak terlalu besar tapi kencang menempel. Sementara hutan lebatnya berusaha menarik masuk burungku ke dalam kegelapannya, tapi karena gelap dan terkejut burung itu terus menunduk dan mengecil, lenyap bagai tertiup angin malam dan tetap berada di luar jangkauan hutan lebatnya.
"I want to say thank you," katanya berbisik manja di telingaku, tentunya dengan menunduk sehingga seluruh buah dadanya menempel hangat di dadaku.
Debaran di dadaku tidak mampu menutupi hal itu yang kuinginkan juga.
"Mel..,"
"Sstt..," tukasnya seraya memberikan jari tengah tangan kanannya menutup bibirku.
Sementara tangan kirinya sekarang bergerak lincah menyelusuri dada bidangku, mengusap dengan lembut menelusuri permukaan kulitku.
Diantara kebimbanganku antara nafsu dan logika, burungku perlahan mulai bangkit kembali dan memasuki hutan lebat itu. Imelda terus menyunggingkan senyum manisnya seraya memainkan jari lentiknya terus menjelajah permukaan kulitku perlahan dan lembut. Tidak banyak yang dapat kulakukan saat ini selain memandang tubuh bagian atas dari Imel yang nyaris sempurna, berkulit putih dengan rambut panjangnya yang terurai, hidungnya mancung, bulu mata lentik dan bibirnya berwarna merah, lipstik kurasa, tapi tidak norak dengan boba susu berwarna merah muda tepat di tengah toketnya yang memuncak kencang.
Perlahan aku juga mulai menyentuh pinggang Imel dan mulai bergerak naik hingga mencapai kaki gunung itu dan segera ditepis oleh Imel.
"Fran.., lo diam aja, gue yang mo kasih buat lo..!" bisiknya perlahan dengan senyum yang terus menghias bibirnya.
Tulus dan tanpa terpaksa aku dapat menangkap kesan itu dari sorot matanya yang mulai sayu. Namun itu tidak kuindahkan, kembali tangan gue bergerak menyentuhnya. Kali ini Imel tidak menolak lagi, dan jemariku juga bergerak menyusuri hingga leher jenjangnya dan turun naik di antara kedua bukit kembarnya berjalan memutarinya perlahan pasti dan berakhir dengar puntiran di kedua bobanya.
"Ach.. Fran..!" pekiknya tertahan.
Sekarang pantatnya juga mulai bergerak menggosok sepanjang batang leher burungku untuk membelah bibir jurangnya, perlahan-lahan dengan irama tetap. Tidak lama bibir itu menjadi semakin basah dan Imel menengadahkan kepalanya mencari sensasi nikmat, sementara jemariku bermain di belahan tengah lehernya yang putih jenjang dan terus turun membelah bukitnya dan berakhir di perutnya yang masih kencang tanpa lemak.
Perlahan kutarik kepalanya dan mencoba mendekati bibirnya yang sekarang terbuka kecil dengan dengus napas yang mulai kehilangan irama tetapnya. Parfum khas halus itu kembali menerpa hidungku dan segera kudapatkan bibirnya. Kusentuh perlahan dengan bibirku sebelum kulalap dengan sedikit buas. Kuteroboskan lidahku membuka celah bibirnya dan mencari lidahnya disertai sedotan kuat seperti vacuum cleaner. Imelda membalas dengan memberikan kebuasannya dan bibir mungilnya itu mendapatkan sesuatu yang memberikannya kepuasaan tersendiri.
Napas Imel semakin memburu, dan terus berpacu diantara pagutan lidahku dan gigitan kecil serta jilatan di bagian belakang telingannya. Matanya terpejam, namun degup jantung terus berpacu memompa darah ke seluruh penjuru pembuluh darah yang ada.
Tiba-tiba Imel bangkit dan memegang burungku untuk dibimbingnya memasuki sarang yang sekarang telah siap dibangunnya sejak tadi. Perlahan burung kejantananku sekarang memasuki sarang kecilnya dan terasa ada lipatan-lipatan kecil di dalam yang harus burungku buka untuk mencari dasarnya. Terus masuk dan tenggelam burungku disertai dengan bibir tipisnya yang tidak kuasa ikut terlipat masuk ke dalam.
"Fran..," desahnya perlahan di sela napasnya yang memburu.
Kemudian secara perlahan Imel mulai bergerak naik turun mencari kesesuaian irama napasnya, sementara tanganku masih aktif terus memainkan peranan pentingnya untuk mengeksplorasi buah dadanya.
Gerakan naik turun itu perlahan tapi pasti makin binal dan cepat, sementara buliran keringat mulai muncul pada bagian pundak Imel yang segera tersebar cepat ke punggung membasahi rambut panjangnya dan sebagian juga menempel pada leher jenjang di bagian depan. Gerakan naik turun itu juga memicu hentakan ringan pada toket yang sekarang juga nampak berkilat berselimutkan keringat yang tidak dapat disembunyikan telah memicu seluruh kelenjar tubuh untuk ikut aktif memainkan peranan pentingnya mencari sensasi nikmat.
Usapan dan belaian tanganku yang sekarang berbalur keringat menambah semangat dan nafsuku untuk terus bergerak merambat naik, dan rintihan halus Imel meningkahi birahi yang terus meninggi.
"Ach.. Fran, gue hampir.. ach.. ach.. Fran..!"
Sekarang Imel tidak lagi duduk di pangkuanku, tapi sudah menidurkan tubuhnya di atas tubuhku dengan jemarinya yang terus meremas rambutku, sementara pantatnya masih terus mempertahankan iramanya.
"Fran, gue.. ach.. ngga tahan..! Fran kasih buat gue.. ach.. ach.. hm.. ugh.. ugh.. ugh.. ach.. ach..!" desahnya mengiringi gerakan tubuhnya.
Tiba-tiba Imel kembali duduk di pangkuanku dan bergerak makin cepat dan makin binal dengan tengadah dan menggeleng-gelengkan kepalanya ke kanan kiri yang diakhiri dengan teriakan panjang tertahan.
"Acchh.. Fraann..!"
Hentakan pantatnya berusaha menekan semaksimal mungkin pantatku. Gerakan otot sirkuler memeknya berdenyut cepat dan kencang yang kemudian perlahan mereda diikuti dengan ambruknya tubuh Imel menindih tubuhku. Jemari Imel bergerak dan berusaha membelah jemariku, dan digenggamnya dengan erat.
Bersambung ke bagian 03