Cerita Dewasa:
Antara Yogya dan Pantai Sanur 01
Beberapa nama sengaja aku ganti demi menjaga kehormatan serta nama baik orang-orang yang kusebut dalam kisah nyata ini sedangkan nama-nama tempat serta adik sang sutradara adalah benar nama panggilan sehari-harinya.
Para pembaca yang budiman, ini adalah lanjutan kisah pengalamanku yang lalu dari villa Cibodas bersama Mbak Evie.
Yogyakarta, 1978 - Festival Film Asia
Kegiatan shooting film sementara 'break' istilahnya atau istirahat karena hampir seluruh insan perfilman Indonesia dan negara-negara anggota FFA tumpah ruah di Yogya, berarti aku menganggur, tidak ada 'site-income' dari shooting film. Aku terpaksa mencari pekerjaan yang sifatnya Part Time yang berhubungan dengan FFA itu dan kiranya Sang Nasib masih memberiku kesempatan dimana aku mendapat pekerjaan dari satu organisasi pengatur konferensi dan aku ditempatkan di Yogya dimana FFA tersebut dibuka dan bersambung juga di Bali untuk acara penutupannya, aku juga terus mengikutinya.
Selama di Yogya aku bertemu dengan Mas Echa dan Mbak Ranti, mereka tinggal di hotel Ambarukmo dan hatiku berbunga-bunga sewaktu mendengar dari Mbak Ranti bahwa Mbak Evie juga akan datang ke Yogya menyusul mereka 1 hari sebelum upacara pembukaan.
"Dhit, selama Evie ada di Yogya, aku mau kamu yang menemani dia dan bantu dia untuk segala sesuatunya ya, ngerti!, kamu harus atur bagaimana caranya terserah kamu, luangkan waktumu untuknya." demikian perintah tegas Mas Echa kepadaku di depan isterinya, Mbak Ranti.
"Baik Mas, saya akan usahakan supaya saya dapat menemani Mbak Evie." jawabku pasrah dan senang, kalau boss sudah berbicara demikian, yah harus dituruti daripada kehilangan kesempatan kerja lagi dengan Mas Echa serta lebih-lebih lagi kehilangan kesempatan menikmati tubuh montok Mbak Evie yang kebetulan jauh dari Mas Irawan. Kepalaku sempat pusing sejenak, berpikir bagaimana caranya membagi waktu antara pekerjaan untuk dapat uang tambahan dan tempat tidur plus kenikmatan tubuh wanita setengah baya berumur 38 tahun yang bernama Mbak Evie yang cantik dan mempunyai buah dada yang besar, montok dan nikmat itu dan 38A ukuran BH-nya. Sejenak aku terbayang, aku menghisap susunya seperti bayi menikmati ASI.
Siang hari kira-kira jam 11:00, pada hari akan dibuka secara resmi FFA di Yogya, aku sedang berada di lobby hotel Ambarukmo mengurus keperluan beberapa peserta FFA dari Filipina di depan front office desk dengan petugas front office, terdengar di belakangku suara seorang wanita menegurku dengan merdu, "Hai tukang urut yang keren, mana kamar yang khusus pesananku?"Perlahan-lahan aku berbalik, dan di hadapanku berdiri makhluk wanita impianku yang bernama Mbak Evie dengan anggunnya, wajahnya yang manis serta tubuh montok dibalut celana jeans biru tua agak ketat, sepatu model Moccasin merah Maroon serta kombinasi kemeja casual dengan kancing depan terbuka rendah sampai ke dadanya dari bahan blacu putih dan tidak dapat menghindari bentuk buah dadanya yang besar dan montok itu. Di belakangnya tampak Mas Echa dan Mbak Ranti memandang kami berdua dengan tersenyum.
"Mbaak.." kataku bersemangat sambil mengulurkan tanganku untuk bersalaman dan yang terjadi adalah Mbak Evie mengulurkan kedua tangannya ke arahku sambil memeluk leherku serta mencium kening dan kedua belah pipiku. Aku kaget mengalami hal tersebut dan jadi salah tingkah, soalnya ini dia lakukan di depan umum juga Mas Echa dan Mbak Ranti. Aku jadi kikuk dan mungkin ada perubahan di wajahku yang tidak kusadari, tapi Mbak Evie sepertinya tidak peduli dengan tenangnya dia menggandeng tanganku dan menarikku ke arah Mas Teguh dan Mbak Ratih.
"Excuse me gentlemen, I will be back in couple of minutes," kataku dengan hormat kepada delegasi Filipina, mereka mengangguk sambil tersenyum.
Sesampai kami di depan Mas Echa dan Mbak Ranti, wanita cantik ini berkata, "Mas, sudah ketangkap body guard khusus yang Mas janjikan padaku, thank's yaa." celoteh seenaknya Mbak Evie kepada Mas Echa.
"Nah tukang urut keren, tugasmu sudah menanti seperti yang aku bilang kemarin, Oke!" Mas Echa berkata dan sambil memeluk pinggang isterinya mereka meninggalkan kami berdua.
Aku kembali ke front office desk sambil membawa sebuah koper besar milik Mbak Evie, aku mohon maaf serta membereskan masalah peserta FFA dari Filipina yang sempat tertunda gara-gara kedatangan Mbak Evie tadi.
Setelah mendaftarkan serta membereskan hal-hal yang berhubungan dengan administrasi kamar untuk Mbak Evie, kami berdua menuju kamarnya. Sesampai kami di dalam kamar dan room boy telah keluar setelah meletakkan koper, baik Mbak Evie maupun aku sendiri tidak tahan untuk berpelukan melepaskan rasa rindu, maklum sejak kegiatan FFA ini kami berdua tidak bertemu hampir 2 minggu.
"Dhitya sayang.. aku kangen kamu deh," kata Mbak Evie memeluk leherku sambil tidak henti-hentinya menciumi bibir, hidung serta keningku bergantian.
"Aduh Mbaak.. aku juga kangen Mbak.." jawabku tidak mau kalah sambil memeluk pinggangnya yang ramping tapi aku tidak diberi kesempatan olehnya membalas apa yang sedang dilakukannya.
"Maafkan aku Mbak, nggak sempat ngasih kabar sama Mbak soalnya waktuku di sini tersita dengan pekerjaan yang banyak dan hampir tidak mengenal waktu untuk istirahat ditambah lagi aku lebih banyak kerja di luar, maksudku jemput para peserta dari airport Adisucipto, mengantar mereka ke hotel balik lagi terus begitu tiap hari selama 4 hari terakhir ini. Sekarang agak relaks soalnya hampir semua anggota delegasi sudah tiba semua." kataku menerangkan setelah mendapat kesempatan duduk di tempat tidur dan dia duduk di atas pahaku dengan tenangnya, kedua kakinya melingkari pinggangku dan kedua tangannya melingkari leherku dan matanya yang hitam indah itu tanpa berkedip mengikuti dan memandangiku selama aku berbicara dan kedua tanganku menopang ke atas tempat tidur menahan beban indah di depanku.
"Oke sayang, cerita kamu sudah selesai?, sekarang aku mau bertanya, selama di sini kamu tinggal dan tidur di mana?" tanyanya lembut sambil mengusap-usap keningku penuh kasih sayang.
"Oh, di belakang hotel ini, ada satu penginapan sebangsa motel, lumayan murah dan sudah dibayar selama aku tidur di sana oleh perusahaan yang mengontrakku, kenapa Mbak?" jawabku enteng sekenanya sambil mencoba memeluk pinggangnya.
Dia mendorong badanku sehingga aku jatuh tertidur di atas kasur dan tubuh indah itu menindih tubuhku. Dikecup lembut bibirku, dadanya yang montok menekan dadaku dengan lembut.
"Dhitya sayang, mulai malam ini kamu tidur di sini menemani Mbak dan jangan membantah!" katanya memotong cepat pada saat aku baru membuka mulutku untuk menjawab.
Aku jadi bingung bagaimana menjawabnya karena disatu segi aku sedang bekerja dan dilain segi aku sudah dipesan sama Mas Echa untuk menemani adiknya yang manis ini, akhirnya aku menyerah.
"Iya deh.. terserah Mbak bagaimana baiknya, tapi gimana dengan Mas Echa dan Mbak Ranti dan aku harus check out dari penginapan tersebut." jawabku masih bingung.
"Pokoknya aku nggak mau tahu bagaimana caranya kamu check out dari penginapan kecil itu, dan urusan Mas Echa and Mbak Ranti itu urusanku, now you have to take all your belonging from that motel and move here.. Pleaase.." katanya lagi dengan manja sambil mencubit kedua belah pipiku dan mengecup bibirku dengan lembut.
Kami bangkit dari tempat tidur dan setelah pamit aku kembali ke lobby hotel dan aku menemui boss-ku tempat part time aku bekerja. Aku ceritakan bahwa aku diminta oleh Panitia FFA setempat untuk membantu mereka di hotel tersebut dan aku diizinkan untuk tidur di salah satu kamar yang dipakai sebagai ruang sekretatriat panitia, boss-ku setuju saja, beres kan! Aku segera check out dari penginapan yang telah kusebutkan tadi dan memindahkan semua barangku ke kamar Mbak Evie, tidur di hotel Ambarukmo tidak terbayang sebelumnya olehku dengan wanita cantik serta sexy lagi, kapan lagi!
Malam pembukaan FFA berlangsung di Istana Kepresidenan Yogya, dibuka oleh Sri Sultan(alm), dan aku sudah dipesan oleh Mbak Evie sebelum berangkat ke acara pembukaan bahwa selesai atau belum paling lambat jam 22:30 aku sudah harus kembali ke hotel.. mau "diurut nih"?
Sepuluh menit sebelum jam 22:30 aku bisa kembali ke hotel bersama-sama rombongan beberapa delegasi negara peserta, kutelepon Mbak Evie dari front office, "Hallo.." terdengar suaranya yang terdengar malas-malasan itu.
"Selamat malam Ibu Evie.." jawabku pelan menggoda.
"Mmm.. siapa.." jawabnya agak malas.
"Saya Bu.. tukang urut dari villa Cibodas yang dipesan Ibu tadi sore." candaku sambil tersenyum membayangkan ekspresi wajahnya.
"Sontoloyo.. cepetan naik, aku sudah kesel nungguin kamu, Sayang.." katanya mulai bersemangat lagi terdengar suaranya olehku.
Aku naik ke kamarnya, kuketuk pintunya dan pintu pun terbuka dan Mbak Evie-ku yang cantik berdiri di hadapanku sambil menarik tanganku masuk, kututup pintu dengan kaki. Aduh Mak.. dia hanya memakai kemeja tipis biru tua lengan panjang seperti kemeja pria sebatas paha dengan kancing terbuka sebatas dada tanpa celana, kontras dengan kulitnya yang putih dan mulus, dan bukan main! dadanya yang membusung jelas terlihat dengan putingnya membentuk di baju tipis itu. Edan! aku menelan ludah tertegun dan benar-benar pusing kepalaku tujuh keliling menikmati pemandangan yang menakjubkan, menggairahkan serta membuat kontolku tegang lebih dari "XX" volt barangkali.
Dia mendekatiku, kami berhadapan face to face, dia melingkarkan tangannya di leherku kemudian bibir yang sensual itu mengecup lembut bibirku sambil menggeser-geserkan susunya yang besar serta montok itu dengan lembut ke dadaku.
"Dhitya sayang, aku kangen kamu.." dia berkata sambil matanya yang hitam menatapku dengan sayu.
"Mbak, aku juga Mbak.. ingin.." jari telunjuknya menutup bibirku sambil dieluskan perlahan.
"Aku tahu Sayang, sekarang kamu mandi dulu supaya segar yaa.. nanti Mbak pesankan teh hangat dan kamu sudah makan belum?" tanyanya lagi.
"Sudah Mbak, nasi gudeg bungkus, pembagian panitia." jawabku dengan datar, habis mau bilang apa lagi, memang itu jatah makan panitia.
Aku mandi dengan air panas, sungguh nikmat mandi air panas di hotel Ambarukmo (aku tidak habis berpikir bisa tidur di hotel mahal), sementara kudengar room service sudah datang mengantarkan pesanan Mbak Evie. Aku keluar dari kamar mandi dengan hanya sepotong handuk membungkus tubuhku sebatas perut sampai di bawah lutut sedikit dan.. "Aduuh sexy benar tukang urutku.." celotehnya dari arah tempat tidur di mana dia membaringkan diri dengan posisi yang membuat kontolku tegak seperti meriam si Jagur pada saat aku menoleh ke arahnya. Dia bebaring bertelekan tangan kirinya menahan kepala dengan posisi kaki kanan menumpang ke kiri sehingga baju tipis biru tua itu tersingkap memperlihatkan paha putih mulus dan amat indah bentuknya.
Kemudian dia bangkit dan mendekatiku sambil membawa secangkir teh hangat manis sambil berkata, "Minum dulu Sayang, kamu masih capek belum sempat minum teh manis seperti kebiasaanmu kalau lagi ada shooting, iya kan?" aku menerima cangkir itu dan sambil mencicipi teh tersebut aku tidak sadar bahwa pada saat yang sama Mbak Evie memelukku dan melepaskan simpul handuk yang meliliti tubuhku dan.. "Byaarr.." lepas handuk yang menutupi tubuhku. I am completely naked dan tangan yang mungil Mbak Evie langsung memegang serta meremas lembut kontolku yang memang sejak keluar dari kamar mandi sudah tegang gara-gara posisi erotis Mbak Evie di tempat tidur.
"Aduuh Mbak, gimana nih.. nanti tehnya tumpah.." kataku kebingungan, lagi pegang cangkir teh panas, keadaan telanjang bulat, kontolku tegang, diremas lagi oleh tangan mungil halus, di depanku ada seraut wajah wanita cantik berbibir merah sensual umur 38 tahun dengan susunya yang membuatku jadi.. "Aduhh, gilaa.. nikmaatt dan gilaa!"
"Minum tehnya pelan-pelan Sayang, nikmati dengan perasaan halusmu, juga tanganku ini kangen dengan burungmu yang 16 cm." jawabnya dengan wajah yang menengadah ke wajahku yang terlihat kebingungan. Kuhirup tehnya dan aku merasakan ada yang aneh di lidah seperti rasa obat, jangan-jangan dicampur sesuatu yang.. aku melihat ke arahnya.
"Kenapa Sayang.. Hhm, aneh rasanya yaa.. jangan kawatir itu hanya Ginseng, obat supaya kamu tidak mudah lelah setelah bekerja seharian. Aku dapat dari Mas Echa yang juga dapat dari temannya produser film Korea, masih ragu?" katanya lagi tanpa melepaskan tangannya yang tetap mengusap serta meremas kontolku yang makin tegang dengan suaranya yang manja.
"Aduh maaf Mbak, soalnya aku kan nggak pernah merasakan yang seperti itu sebelumnya, jadi agak aneh saja. Aku kira dicampur obat perangsang.. kalau iya bisa mati aku.. besok soalnya masih banyak kerjaan." jawabku sekenanya sambil tersenyum.
Remasan tangannya yang mungil terhenti sejenak dan terlihat sorotan matanya yang hitam dan tajam.
"Aku nggak suka kamu ngomong begitu.. aku nggak suka pakai obat-obatan itu.. aku suka yang normal-normal saja.. aku suka kamu Dhiet, just the way you are.." jawabnya agak marah.
"Maaf Mbak.. aku minta maaf, aku nggak bermaksud Mbak mau pakai obat-obatan seperti itu, maaf Mbak aku hanya ngomong kok, nggak pa-pa kan?" kujawab agak menyesal sambil terus menghabiskan teh hangat tersebut, kuletakkan cangkir dan sekarang tangan kiriku memeluk pinggangnya yang ramping dan tangan kananku mulai mengusap buah dada besar dan montok di depanku. Kudekatkan wajahku ke wajahnya, kukecup bibirnya yang sensual itu dengan lembut.
"Ooohh.. Dhitya sayang, aku kangen kamu.. sekarang Dhiet, sekarang.." desah Mbak Evie disertai nafasnya mulai tidak teratur.
Perlahan-lahan kutarik tubuhnya mendekati sisi tempat tidur, kuangkat dan kulepaskan baju tipis biru tua yang dikenakannya dan Mbak Evie, oh Mbak Evie.. tubuh telanjangnya begitu mendekati sempurna bagiku, buah dadanya yang besar dan montok serta masih kenyal itu dihiasi puting coklat muda mencuat bergantung lembut, perutnya yang masih agak rata meskipun telah pernah mengandung 2 anak, pinggulnya yang bulat dan padat, pantatnya yang gempal dan agak tinggi, pahanya masih padat dengan bentuk proporsional dengan betis indahnya bagaikan padi bunting dan akhirnya rambut hitam lebat diantara kedua celah pahanya yang indah menutupi memeknya yang pernah pertama kali membuatku lupa diri di villa Cibodas dahulu. Dan tubuh indah ini ada di hadapanku disertai desahan yang menggairahkan pemiliknya yang jauh lebih tua dari segi umur dariku, menyerah total kepadaku sekaligus memberi banyak pengalaman bagaimana seharusnya dan menikmati serta memberi nikmat, "BERCINTA-SANGGAMA-MAKE LOVE" entah apa lagi namanya itu.
Kupeluk Mbak Evie dengan segala daya dan rasa disertai kecupan-kecupan lembut di bibirnya yang sensual itu. Kurebahkan tubuh indah dan montok itu ke atas tempat tidur dengan hati-hati, matanya yang hitam indah itu terus menerus menatapku dan, "Dhitya sayang.. sekarang.. sekarang Dhit.. aku mau sekaraang.." erangannya halus keluar dari bibir mungil itu sambil kedua tangannya memeluk leher dan kepalaku serta mengusap-usap rambutku yang sesekali terasa direnggutnya dengan mesra.
Kembali kukecup bibirnya, turun ke leher yang jenjang terus turun menjilati dan menghisap bergantian kedua susunya yang menjadi kecintaan serta favoritku yang besar lembut serta kugigit-gigit kecil kedua puting coklat muda itu bagaikan bayi, yaa aku bagaikan bayi yang merindukan ASI, dengan kenikmatan penuh aku menghisap-hisap buah dada yang menggemaskan milik Mbak Evie-ku yang cantik, sementara desahan serta teriakan-teriakan kecilnya terdengar merdu.
"Dhitya.. oohh Dhitya.. isep teruuss susuku itu.. oohh.. enaakk Sayang!" kedua pahanya terasa olehku terbuka dan kontolku menyentuh bulu-bulu hitam lebat memeknya yang terasa mulai basah, kecupanku bertambah buas dan menggila turun ke arah perut, pusar dan berhenti dipucuk rambut penutup memeknya yang hangat itu. Aku merasakan nikmat tersendiri, kontolku tegang berdenyut, perlahan-lahan aku merayap sehingga membuat posisi kami sebagaimana yang disebut "69 Position" samping menyamping. Terasa tangan Mbak Evie menyambut dan kembali meremas serta mengurut turun naik kontolku yang makin menegang dan hangat itu. Gila benar lidah tipis nan halus terasa menjilati kepala kontolku dan bibirnya yang hangat mulai mengulum senjata kenikmatanku dengan menggairahkan serta bertubi-tubi itu. Aku sendiri rasanya sudah menuju puncak kegilaan menikmati tubuh Mbak Evie dengan permainan mulut dan lidahku, memeknya kujilat mulai pucuknya, itilnya yang membuatnya kesetanan.
"Oohh.. Dhityaa.. mmff.. aahhnngg.." erangannya makin menggila sambil menekan kepalaku diantara kedua pahanya disertai jepitan yang mulai terasa mengeras. Aku tidak peduli lagi, tidak ada siapa-siapa kecuali aku dan Mbak Evie. Mbak Evie menginginkanku dan aku juga secara jujur tergila-gila dengan keindahan serta kehangatan tubuhnya dan kami berdua memang gila untuk bermain cinta.
Bersambung ke bagian 02
Sisabar