Cerita Dewasa:
Iparku Yang Kesatu 02
Sambungan dari bagian 01
Tanganku mulai beraksi meremas buah dadanya dengan lembut, kali ini dia tidak menolak, bahkan tangan kirinya memegangi tanganku yang sedang meremas-remas. Kugigit-gigit pundaknya dan kujilat-jilat kupingnya. Dia mengelinjang kegelian, sehingga kemaluanku yang kejepit di pahanya yang licin semakin enak.
"Mbak.., saya jadi terangsang Mbak, gimana nih..?"
"Habis.. Dik Ton pake ngelus-ngelus segala sih. Ya sudah kalau mau dikeluarin, dikeluarin aja..!"
"Dimana Mbak..?" kataku menggoda.
"Disitu aja, nggak apa-apa."
"Kalau dimasukin dan dikeluarin di dalem boleh Mbak..?" aku makin terangsang.
"Nggak boleh..!" berkata begitu dia mulai menggesekkan kedua pahanya, sambil memaju-mundurkan pantatnya.
Kontolku terasa dipelintir oleh daging kenyal yang licin, sehingga aku merasa lebih enak, tapi tidak cukup untuk membuatku ejakulasi.
"Jangan sekarang Mbak.., aku masih pengen yang lama, lagian saya nggak mau kalau keluar sendirian. Soalnya Mbak Rina sudah basah sekali. Kita sama-sama aja..!"
Kutarik pundaknya ke arahku, sehingga dia telentang miring, punggungnya menempel pada dadaku, lehernya berada di atas lengan kananku yang meremas-remas toketnya. Sedangkan kaki kirinya melintang menindih di pinggangku yang masih dalam posisi miring menghadapnya, dengan demikian memeknya terbuka lebar menghadap ke atas.
Batang kontolku yang sudah basah oleh cairannya berdiri tegak dari belakang persis di depan memeknya. Sementara tangan kananku meremas-remas, kuelus-elus bibir memeknya bagian luar. Rambut kemaluan yang tidak telalu lebat telah basah merata. Mbak Rina memejamkan matanya, tapi napasnya memburu. Cukup lama aku dalam posisi itu, sengaja aku tidak menyentuh itilnya.
"Mbak dulu waktu masih sering main, suka posisi gimana..?" tanyaku.
"Nggak tau ah. Udah lupa..!"
"Pernah posisi kayak gini Mbak..? Dimasukin dari belakang..?" kugesek itilnya dengan ujung jariku sampai pangkal jari.
Dia mendesah panjang karena nikmat, dibukanya matanya dan menatap tajam kepadaku. Aku tersenyum tapi dia tidak membalasnya, bahkan menutup mata kembali.
"Saya masukin ya Mbak..?" rayuku.
Sebetulnya kalau aku mau, aku dapat dengan mudah memasukkan batang kontolku ke dalam liang yang berlendir dan tebuka itu. Tapi tidak, aku cukup sabar dalam permainan sex, tidak hanya kali ini, dengan istriku bahkan dengan pacarku di kantor pun aku melakukannya dengan sabar. Dengan bercumbu lama aku dapat menikmatinya tahap demi tahap.
"Jangan Dik, Mbak nggak mau. Ditempel di luar aja..!"
Kutarik tangan kanannya dan kubimbing ke arah kemaluanku, dia tidak menolak, bahkan tangannya menekan kontolku yang sudah maksimal ke arah memek yang terbentang lebar. Dipilin-pilinnya, digosokkannya burungku di atas itilnya. Mbak Rina mendesis-desis sambil membuka matanya, tangannya terus menggosokkan kontolku ke itilnya, matanya tetap menatapku sayu dan mulutnya mendesis desis.
Bersama dengan itu, kontolku kutarik dan kumajukan dengan irama yang rutin, sehingga gesekan di atas itilnya makin membuat pinggulnya bergoyang. Dia mendesis dan merintih, lidahnya keluar menjilat bibirnya ke kiri dan ke kanan. Sebenarnya aku ingin mencium bibirnya, tapi posisiku kini sulit untuk melaksanakannya. Akhirnya di tengah rangsangannya itu, kumasukkan jariku di bibirnya. Dia menyedot dan menjilat jariku. Aku tambah terangsang. Dan dalam kenikmatan itu dia tampak terlena.
Kutarik kemaluanku agak ke belakang, kemudian dengan sedikit mengubah posisi pinggul dan pahaku, kuarahkan ujung kontolku ke liang sanggamanya. Kudorong kembali burungku pelan-pelan, kali ini kurasakan jalannya licin dan tidak terasa gesekan dengan rambut. Makin dalam kudorong makin hangat dan panas menglilingi batang kemaluanku. Kini aku yakin bahwa burungku sudah masuk ke liang memeknya. Mbak Rina masih keasyikan mengulum dan menjilat jariku, dan tidak menyadari bahwa batangku yang keras sudah jauh masuk ke dalam memeknya, bahkan ototnya terasa mencengkeram dengan ketat.
Ketika menyadari hal itu, dia segera melepas jariku dari bibirnya, matanya membelalak ke arahku.
"Koq dimasukin Dik Ton..? Janjinya kan cuma di luar..!" nadanya memprotes, tapi bahasa tubuhnya tidak.
"Maaf Mbak, nggak sengaja, soalnya kepleset masuk. Biar di dalem sebentar ya Mbak..?" aku merayunya, sementara tangan kanannya masih memegang pangkal kemaluanku.
"Tapi jangan dikocok ya..! Aahh.., esst..!" dia memejamkan mata dan mendesis.
"Kenapa Mbak..?"
"Pokoknya jangan dikocok. Aku nggak mau..!"
Kupenuhi permintaannya. Dalam kehangatan liang senggama, kubenamkan kontolku dalam-dalam tanpa gerak. Kuelus rambutnya dan juga bibirnya. Dalam kesenyapan tanpa gerak itu, kurasakan kedutan lemah dari dinding memeknya. Lama-lama kurasakan memeknya menjepit kontolku dan menyedotnya.Dalam kenikmatanku kutatap wajahnya, dia masih memejamkan mata tetapi dahinya agak berkerut.
"Mbak.., jepitannya kuat sekali, nikmat sekali. Saya kocok dikit ya Mbak..?" aku memohon.
Dia tidak menjawab, bahkan jepitannya semakin mengencang.
Tiba-tiba ia merintih tertahan-tahan. Aku segera sadar bahwa Mbak Rina sudah hampir klimaks. Maka tanpa melepas kontolku yang masih tertanam dalam memeknya, kuubah posisiku menumpuk di atas tubuhnya. Kakinya tertekuk ke samping dengan kedua pahanya tebuka lebar, sehingga kemaluanku masuk sampai ke pangkalnya. Wajahnya hanya satu inci dari wajahku, tangannya sudah mendekapku, dia memandangku dengan sayu dan pasrah.
"Dik Ton, baru lima menit dimasukin koq saya sudah mau keluar ya..? Oh.., ssh.. ssh.., kau masih tahan lama..?"
Aku mengangguk, kuremas buah dadanya.
"Dikeluarin aja Mbak, aku belakangan nggak apa-apa koq."
"Tapi aku masih pengen lama."
"Nggak apa-apa Mbak, nanti Mbak bisa dua kali, aku masih kuat koq..!" kataku yakin karena aku masih dalam tahap awal.
Dari pandangan matanya dia kelihatannya pasrah, maka kuatur posisiku. Dengan bertumpu pada lututku dan kemaluanku masih terbenam, aku sudah siap untuk mengantarkannya ke fase puncak kenikmatannya. Tubuhnya menempel ketat dan tangannya memeluk erat punggungku. Kukocok liang memeknya dengan pelan, kelaminku menggesek bibir dalam memeknya, terasa nikmat sekali. Makin lama makin kuat aku mengocoknya.
"Oh.. oh.. sschh.., sschh.. aduh.. enak-enak sekali. Burungmu ngocoknya enak banget, memekku senut-senut. Aduh.., Dik Ton, aku sudah nggak kuat..!"
Mulutnya terbuka dan kubiarkan dia bicara sediri, aku pun sedang menikmati hal yang sama. Kutindih tubuhnya yang sudah berkeringat, paha kiriku kutempelkan pada paha kanannya dan paha kananku kutindihkan pada paha kirinya penuh, sehingga kami menempel penuh. Kulakukan ini karena aku yakin bahwa sebentar lagi Mbak Rina akan orgasme. Dengan posisi ini tentu saja aku tidak dapat mengocok tapi itu memang tidak perlu kulakukan lagi.
Memeknya terbuka lebar, sementara kemaluanku amblas persis di tengahnya. Kuputar pinggulku dua kali, tiga kali.
"Eeghh.., eghh.., Dik aku keluar.. Eeghh.. eghh..!" jarinya mencengkeram keras punggungku, kakinya mengejang dan pinggulnya diangkat tinggi-tinggi.
Ketika dia terkulai lemah, di bawah tindihanku kemaluanku masih tegak tertanam. Denyut orgasme di dinding memeknya masih terasa nikmat. Kugeser tubuhku ke samping tanpa melepas kemaluanku untuk memberikan waktu kepada Mbak Rina istirahat. Kucium pipinya yang halus seperti sutra.
Kami berdua sudah dalam keadaan bugil bersama. Dan babak kedua kami mulai setelah masa istirahat yang cukup lama, Mbak Rina sudah mulai lagi bangkit nafsunya. Atas inisiatifku, posisi kami berubah, aku duduk bersandarkan tempat tidur dengan kaki lurus ke depan, sedangkan dia jongkok menghadap ke arahku, dengan buah dadanya persis di depan mulut. Sedangkan kepala kontolku sedang digosok-gosokkan di itilnya, sementara dari mulutnya tidak henti-hentinya suara desah kenikmatan. Kuremas-remas susunya dang kuhisap-hisap bobanya, sedangkan tangan kirinya berpegangan pada ranjang di belakang kepalaku.
"Mbak.., dimasukin aja Mbak, saya udah nggak tahan gelinya..!"
Dia menurut dan membenamkan kemaluanku ke liang senggamanya yang sudah kemerah-merahan dan basah kuyup. Dikocoknya batangku dengan memeknya tidak terlalu cepat. Kami saling berpelukan. Kutekuk sedikit kakiku dan kubuka lebar pahaku, sehingga kontolku habis masuk ke dalam liang kenikmatannya. Pangkal paha kami sudah basah dan becek, sehingga kocokkannya menimbulkan bunyi, "Ceprok..! Ceprok..! Ceprok..!"
"Dik.., burungmu enak sekali. Ssch.. ssch.., kayaknya udah mentok ya..? Saya jepit ya..? Enak Dik Ton..? Sssch.., ssch..?" katanya sambil wajahnya menengadah, kadang-kadang dia memagut bibirku.
"Iya Mbak.., nikmat sekali..!"
"Yang kejepit sebelah mana..?"
"Di pangkal Mbak. Aduh.., enak sekali.. dijepit sambil diputer Mbak..!"
Dia menurut, memutar pinggul sambil menjepit. Pada saat itu, ganti aku lah yang mengocok dari bawah.
"Seerr.. seerr..!" kenikmatan di batang kemaluanku semakin menjadi-jadi.
Kuelus pantatnya, dan ternyata lendirnya sudah membasahi dekat anusnya. Kuelus-elus anusnya dan Mbak Rina makin terangsang, dia makin liar. Kubasahi jari tengahku dengan lendirnya, dan kuselipkan sedikit jariku ke lubang anusnya. Ini menimbulkan sensasi lain bagiku, demikian pula dia.
Dalam posisi ini kami melakukannya sudah cukup lama. Kami saling pagut, saling gigit, saling kocok, sampai akhirnya aku sudah hampir tidak kuat lagi, simpul-simpul syaraf kontolku hampir meletus karena kenikmatan.
"Mbak sudah mau keluar ya..? Sscch..! Soalnya kedutannya sudah makin kenceng. Kalau mau keluar bilang ya Mbak..! Aku juga sudah tidak tahan lagi..!"
"Sebentar lagi Dik Ton, aku hampirr.. ssch.. ditahan sebentar. Sscchh.. aduh.. nikmat sekali.., Schh..!"
Dia mendekapku erat sekali, pinggulnya maju mundur makin cepat, sementara kakinya sudah melingkari pinggangku. Aku tidak tahan lagi, kugigit lehernya, kutekan kemaluanku dalam-dalam dan, "Crot.., croott.., crot..!" maniku tumpah.
Dan pada saat itu pula Mbak Rina melenguh panjang melepas orgasmenya. Sungguh kenikmatan yang tuntas ngentot dengan iparku.
Pagi hari sebelum aku pergi, kami masih sempat melakukannya lagi. Mbak Rina mencoba menahanku untuk tinggal sehari lagi, tapi aku tidak dapat memenuhi permintaannya, walaupun sebetulnya aku pun ingin tinggal lebih lama lagi.
TAMAT