Cerita Dewasa:
Ida, Responden Pertamaku - 2
Demikian asyik dan seriusnya memperagakan aksinya di depan saya mengenai persetubuhannya di kolom jembatan bersama dengan pacar atau calon suaminya waktu itu, sehingga Ida tidak terpokus lagi pada pertanyaan dan permintaan saya tadi, malah ia mejawab lebih dari yang kuminta yakni dengan cepatnya berdiri dan melangkah ke pintu lalu mengunci rapat-rapat. Saya heran dan gembira, karena tindakannya mulai mengarah kepada apa yang saya niatkan yakni menikmati tubuhnya yang ramping dengan kulit yang putih mulus itu.
Kegembiraan saya itu bertambah ketika Ida tiba-tiba memegang tangan kanan saya dan menuntun saya masuk ke kamar tidurnya. Setelah kami berdua berada dalam kamarnya itu, Ida dengan cepatnya mengunci pintu kamar, lalu kembali menarik tangan saya hingga kami duduk berdampingan di tepi rosban tempat tidurnya. Saat itu saya hanya nurut dan diam seribu bahasa mengikuti aksinya.
Tidak lama setelah itu, Ida tiba-tiba berdiri di depan saya sambil berkata, "Jika kakak serius ingin mengetahui jawabanku atas pertanyaan Kak tadi, maka inilah jawabannya.. " kata-kata itu diucapkannya dengan tegas sekali, namun sedikit berbisik sambil mempreteli sendiri pakaian yang dikenakannya seolah ia ingin membuka seluruh pakaiannya sekaligus.
Ketika Ida sudah bugil sambil berdiri di depan saya, kontan saja saya ikut berdiri dan langsung meraih kepalanya dan menariknya ke depan sehingga bibir kami saling bersentuhan, berpagutan, bahkan saling mengisap bibir dan lidah tanpa kami bicara sedikitpun. Kebisuan kami itu berlangsung agak lama, namun tangan, bibir dan seluruh tubuh kami sangat aktif menjalankan aksinya masing-masing, termasuk dengan gegasnya Ida mempreteli seluruh pakaian yang menutupi tubuhku, sehingga kami berpelukan dalam keadaan sama-sama bugil. Setelah puas berpagutan dan berpelukan, saya lalu melepaskan pagutan itu dan memindahkan mulutku ke kedua toket mulus dan putihnya yang tertancap ke depan dan sedikit mengeras, namun ukurannya cukup sederhana. Maklum ia belum pernah meneteki seorang bayi, bahkan belakangan baru saya tahu kalau suaminya pun sangat pasif ketika ngentot dengannya, sehingga teteknya itu jarang sekali disentuh oleh mulut suaminya.
Hampir seluruh tubuhnya saya jilati mulai dari bagian atas hingga ke bagian bawa. Ketika saya mengisap boba susunya, Ida menggelinjang-gelinjang kegelian bercampur nikmat, sesekali ia mengeluarkan nafas terengah-engah sebagai tanda nikmat yang dirasakannya. Mungkin karena nikmat yang dirasakannya tak tertahankan lagi sampai-sampai ia meraih rambut kepalaku lalu menggigit-gigitnya dan menarik-narik dengan mulutnya. Isyarat itu mendorong saya untuk menghentikan mengisap kedua teteknya, namun kali ini saya alihkan jilatanku ke perut dan turun ke selangkangannya bahkan sempat saya dengar suara dari mulutnya..
"Aduhh Kak, rasanya enak sekali aku ngga tahan lagi nih", sehingga saya tambah bergairah dan mulai tak terkontrol nafasku, apalagi ketika ia meraih kontolku yang sejak tadi mengeras dan berdiri. Meskipun ukuran kontolku itu tidak terlalu besar, tapi juga tak terlalu kecil untuk ukuran kontol Indonesia. Semakin saya percepat jilatanku pada lubang memeknya yang sedikit berbulu itu, namun agak montok, Ida juga semakin mempercepat dan memperkuat tarikan tangannya pada kontolku, seolah ia mau membawa lebih dekat dengan memeknya.
Ketika kumasukkan lidahku lebih dalam ke lubang memeknya yang basah itu, ia sempat melenguh, "Aahh.. sstt" hanya itu suara yang sempat terdengar di telingaku, namun pada saat saya sedikit menggigit-gigit kelentitnya yang mungil dan indah dipandang mata itu, ia tiba-tiba berteriak agak keras sambil tertawa kecil..
"Uuhh.. aahh.. mm.. saa.. kiit.. Kak.. ha.. hah.. hah" suaranya tiba-tiba seolah ia mengeluarkannya tanpa disadari.
Untung waktu itu tidak ada orang lain yang mendengarnya, sebab jika ketahuan kami bisa malu dan dibunuh oleh tetangga dan dilaporkan pada suaminya Ida. Kebetulan tetangga kami pada keluar ke tempat kerjanya, sedang istri saya lagi ke pasar belanja.
Karena kami mulai terasa capek dan nampak tak mampu lagi menahan gejolak nafsu birahi dari dalam, maka setelah puas menjilati memeknya dan tarikan tangan Ida atas kontol saya semakin keras, saya lalu menggotong Ida yang sedang bugil itu ke tempat tidurnya, lalu meletakkan tubuhnya di atas kasur sambil dengan terlentang dan secara pelan-pelan saya renggangkan kedua pahanya yang sedang menjepit memeknya yang basah.
Ida nampaknya lemas sekali dan tidak bergerak sedikitpun seolah ia pingsang, namun matanya sedikit terbuka memperhatikan gerakan saya dan seolah mengharapkan sekali agar saya mempercepat masuknya kontol saya ke memeknya, meskipun ia tidak mampu lagi berkata-kata. Sikap seperti itu tentu saja saya bisa baca atas dasar pengalaman saya dengan istriku setelah ia terangsang sekali. Pelan tapi pasti, sambil memagut kembali bibir Ida dan meremas susunya, kontolku ikut aktif maju ke depan hingga sedikit menyentuh bibir memek Ida yang sudah mulai licin, basah dan agak menganga menunggu tancapan kontolku, seolah kontolku itu melihat sehingga tanpa bantuan kedua mata kepalaku kontol itu bisa menemukan sendiri sasarannya dengan tepat.
"Kak, masukkan cepat donk, dorong lebih keras lagi biar amblas seluruhnya" demikian secara tiba-tiba suara itu keluar dari mulut Ida ketika ujung kontolku mulai bergeser 1 cm masuk ke lubang paginanya sambil ia tarik pinggulku erat-erat seolah ia ingin memaksakan kontolku masuk sekaligus. Namun, karena menurut Ida kontolku agak lebih besar daripada kontol suaminya, maka wajar saja bila mulanya kami agak kesulitan memasukkannya dengan cepat sesuai harapan Ida, melainkan memerlukan kesabaran, kerjasama yang baik dan teknik yang tepat.
Setelah saya maju mundurkan dan gerakkan ke kiri dan ke kanan yang dibantu pula oleh Ida dengan gerakan yang sama, akhirnya sedikit demi sedikit kontol itu mampu menembus lubang memek Ida yang paling dalam. Begitu dalamnya menancap, sehingga Ida sempat mendorong pinggul saya karena merasa sedikit kesakitan ketika saya mengangkat pinggulnya tinggi-tinggi lalu mendorong dengan kerasnya kontol saya ke dalam memeknya. Terasa memang ujung kontol saya menyentuh sesuatu dalam memek Ida. Namun, hal itu tidak mengurangi kenikmatan persenggamaan kami, melainkan semakin nikmat, terbukti dari suara kami saling memburuh dan bergantian keluar sebagai tanda nikmat.
Semakin lama gocokan kontol saya atas memek Ida semakin cepat dan semakin nikmat pula, hingga pada menit 30 sejak masuknya kontol saya pada lubang memek Ida, saya merasakan ada gejolak yang memaksa dari dalam kontol saya.
"Bagaimana Ida, enak? apa masih lama bisa bertahan?" tanya saya pada Ida ketika mulai terasa ada aliran hangat yang menelusuri batang kontolku.
"Ra.. raa.. sanya, sudah mau keluar nih, percepat gocokannya Kak" jawab dan pintanya sambil memeluk erat pinggul saya.
"Boleh saya keluarkan di dalam memekmu?" tanya saya dengan cepat sebelum betul-betul aliran itu tiba pada puncaknya.
"Di dalam saja Kak, siapa tahu saya bisa membuahi spermamu, biar saya punya anak" jawabnya dengan penuh harap sambil memelukku dengan eartnya seolah takut saya keluarkan di luar.
Beriringan dengan pintanya pada saya tadi, Ida terasa gemetar dan sedikit menggigit leherku, dan pada saat itu pula saya merasakan ada cairan hangat yang lepas dari ujung kontolku, sehingga terasa pertemuannya dan kenikmatannya tidak dapat saya gambarkan dan menyetarakan dengan kenikmatan sebelumnya. Sungguh betul-betul puncak kenikmatan, sorga duniawi dan segalanya dalam hidup saya, entah menurut Ida.
Walaupun kami sudah sama-sama mencapai puncak kenikmatan itu, tapi rasanya kami tidak ingin saling melepaskan rangkulan kami, entak kenapa, tapi yang jelas, saya baru kali ini merasakan puncak persetubuhan dengan perempuan yang luar biasa nikmatnya, hanya sayangnya Ida adalah istri orang lain dan bukan ditakdirkan jadi pasangan sex saya seumur hidup. Di samping itu, saya sedikit menyesal menyemprotkan sperma saya ke dalam memek Ida tanpa sadar betul, sebab jangan-jangan betul apa yang diharapkan Ida menjadi kenyataan yakni menjadi janin, bisa-bisa ketahuan suami Ida yang sudah lama berusaha menghamili istrinya, namun tidak pernah jadi kenyataan. Tapi jika hal itu terjadi, Ida pasti cari akal untuk meyakinkan suaminya kalau anak yang dikandungnya itu adalah berkat usaha mereka berdua. Setelah keputusan itu muncul di pikiranku, saya lepaskan pelukanku dan mencoba istirahat sejenak dengan harapan saya akan lanjutkan ronde berikutnya, sebab posisi atau gaya sex yang sempat kami peraktekkan tadi baru satu macam, sementara masih banyak gaya-gaya yang akan kutunjukkan Ida.
Belum saya berhenti berfikir dan menikmati istirat, kami terpaksa mendadak berdiri dan buru-buru mengenakan pakaian kami masing-masing, karena tiba-tiba suara istriku dari rumah terdengar "Mana Bapak, cari Bapak nak, mungkin ada di rumah tetangga" kata istriku sepulang dari pasar yang membuat kami kaget dan takut kalau-kalau ketahuan, apalagi Ida menutur dengan rapat pintunya setelah sebelumnya jarang ia menutupnya.
Tanpa kami mencuci dan membersihkan kemaluan kami yang berlepotan dengan sperma, Ida dan saya segera bangkit, lalu Ida buru-buru membuka pintunya. Setelah ada isyarat dari Ida bahwa aman di luar, maka saya segera meraih berkas wawancaraku lalu keluar dengan biasa-biasa dan langsung ke rumah. Setelah istriku menanyakan dari mana saya tadi, maka saya hanya beralasan bahwa saya hanya sekedar jalan-jalan keliling kompleks rumah saya. Tiba di rumah, saya langsung masuk ke kamar memeriksa celanaku kalau-kalau ada noda sperma yang melekat, namun tidak sedikitpun kecuali hanya ada basah sedikit pada celana dalamku, itupun tidak sampai dapat diketahui oleh istriku. Baru kuingat sesaat setelah kami menyelesaikan permainan tadi, saya sempat melapnya dengan kain Ida yang ada di dekat kasurnya.
Dalam pikiran saya di rumah bahwa muda-mudahan Ida masih mau dan bersedia mengulangi persenggamaan itu pada waktu-waktu yang akan datang, tentunya pada saat suaminya tidak ada di rumah. Dalam hatiku meyakinkan bahwa pasti Ida tidak menolak sebab ia betul-betul merasakan kepuasan yang luar biasa tadi, yang menurutnya belum pernah dirasakan dari suaminya. Walaupun wawancaraku terputus sebelum seluruh pertanyaan saya ajukan dan dijawab oleh Ida, namun cukup memuaskanku, bahkan itulah harapan utama saya melakukan wawancara, pengumpulan data hanyalah alasan yang saya buat-buat, sebab itu bisa saja saya rekayasa, lagi pula karya ilmiah Ati tinggal di print. Sebelum saya mewawancarai wanita lain, saya akan berusaha menuntaskan semua gaya sex yang saya ketahui terhadap Ida, apalagi masih banyak pertanyaan saya yang tersisa belum saya ajukan pada Ida pasti ia bersedia jika ada kesempatan kelak.
Memang betul cita-citaku itu dapat terlaksana dengan Ida tidak lama setelah peristiwa yang pertama itu, bahkan berlanjut pada beberapa wanita pilihan saya yang lainnya. Tapi saya belum sempat mengisahkannya pada dalam cerita ini, sebab terlalu panjang untuk diceritakan. Untuk itu, bagi teman-teman yang berminat membacanya, silahkan tunggu lanjutannya pada episod dan kesempatan berikutnya, saya jamin lebih menarik dan lebih seru lagi. Jika ada di antara pembaca yang ingin berkenalan denganku atau mau mengoreksi atau mengomentari kisahku ini, silahkan hubungi emailku di: [email protected], saya akan berusaha membalasnya.
E N D
Mantap