Cerita Dewasa:
Nikmatnya Ibu Kostku (2)
Sambungan Dari Bagian 1
Dan dengan lembut dia membersihkan air mani yang berleleran di kontolku dan memeknya dengan daster yang tadi dikenakannya.
"Sebentar aku bikin kopi dulu ya, biar kamu semangat lagi,"
Dia keluar dari kamarku sambil membawa dasternya yang telah kotor. Rupanya ia menyempatkan ke kamar mandi, karena kudengar ia menyiram dan membasuh tubuhnya. Cukup lama ia melakukan itu di kamar mandi. Baru ia kembali ke kamarku dengan membawa segelas besar kopi panas kesukaanku yang dibuatnya. Ia mengenakan kain panjang yang dililitkan sebatas dadanya. Namun satu-satunya pembungkus tubuhnya itu langsung dilepaskannya setelah menaruh gelas kopi dan mengunci kembali pintu kamarku.
"Kopinya saya minum dulu ya bu,"
"Oh ya, ya. Silahkan diminum nanti keburu dingin,"
Menyeruput beberapa tegukan kopi panas buatannya membuatku kembali bergairah. Aku menyempatkan diri mencuci rudalku di kamar mandi. Kendati tadi sudah dibersihkan olehnya, tetapi rasanya kurang bersih dan agak kaku. Mungkin karena sperma yang mengering.
Ketika aku kembali ke kamar, Dia langsung menggenggam kontolku yang masih layu. Mungkin ia sudah ingin gairahnya tertuntaskan dan bermaksud membangkitkan kejantananku dengan mengelus dan meremas-remasnya. Tetapi dengan halus kutepis tangannya.
"Aku telentang saja,..," kataku.
Dia naik atas ranjang dan aku segera menyusulnya. Ia yang telah tiduran dengan posisi mengangkang, kudekati bagian bawah tubuhnya tepat di antara kedua pahanya. Ah, liang sanggamanya sudah banyak kerutan terutama di bagian bibir kemaluannya. Warnanya coklat kehitaman. Bahkan ada bagian dagingnya yang menggelambir keluar. Ia mencoba menutupi kemaluannya dengan tangannya. Mungkin ia malu bagian paling rahasia miliknya dipelototi begitu. Tetapi segera kusingkirkan tangannya. Dan ketika tanganku mulai melakukan sentuhan di sana, ia mandah saja. Bahkan saat telunjuk jari tanganku mulai mencoloknya, ia mendesah. Tak puas hanya memasukkan satu jari, jari tengahku menyusul masuk mencoloknya. Dan aku mulai mengkorek-koreknya dengan mengeluar-masukkan kedua jariku itu. Akibatnya ia menggelinjang dan mendesah.
Kedua jariku semakin basah oleh cairan memeknya. Baunya sangat khas, entah mirip bau apa, sulit kucarikan padanannya. Hanya yang pasti, bau memeknya tidak membuatku jijik. Hidungku semakin kudekatkan untuk lebih membauinya. Tetapi ketika lidahku mulai kugunakan untuk menyapu bagian luar bibir memeknya ia memberontak.
"Hii, jangan Tris, ah,.. ah.. jorok ah. Kamu nggak jijik? Shh,.. akhh.. shh,..shh,"
Ia mencoba menolakkan kepalaku menjauhkan mulutku dari lubang nikmatnya. Aku tetap nekad, mulut dan lidahku tambah liar menggeremusi dengan gemas liang sanggamanya itu. Hingga ia kian menggelepar dan menggelinjang. Mulutnya mendesis seperti orang kepedasan. Mulut dan lidahku yang meliar ke bagian dalam memeknya menimbulkan sensasi tersendiri. Berkali-kali ia mengangkat pantatnya dan membuat lidah dan mulutku semakin menekan dan menekan ke kedalamannya. Ludahku yang bercampur dengan cairan memeknya menjadikan lubang nikmatnya terasa sangat basah. Tetapi, ketika lidahku mulai melakukan sapuan ke lubang duburnya dengan cara mengangkat sedikit pantatnya, ia kembali berontak.
"Apa-apaan ini, hii,.. jangan ah kotor. Uhh,..ahh,..shh,..shh,"
Aku sering melihat film BF, saat wanita dijilati lubang anusnya, ia tambah menggelinjang dan merintih. Berarti lubang dubur sangat peka oleh sentuhan. Dan memang terbukti, Dia tambah merintih dan mengerang. Hanya baru beberapa saat sapuan kulakukan, tubuhnya telah mengejang. Kedua pahanya menjepit kencang kepalaku disusul dengan mengejutnya dubur dan lubang memeknya.
"Ohh, aku sudah enak Tris. Kamu sih menjilat-jilat di situ. Kamu sudah sering ya melakukan dengan wanita,"
"Tidak bu,"
"Kok kamu tahu yang seperti itu,"
"Saya hanya ikut-ikutan adegan film BF" Ujarku. "
Bapaknya Titi (panggilan Nastiti, anaknya) sih jangankan menjilat dubur. Menjilati memek aku saja tidak pernah," katanya.
Kubiarkan ia sesaat meredakan nafasnya yang memburu. Lalu aku mulai menindih tubuhnya ketika ia menyatakan siap untuk melakukan permainan berikutnya. kontolku mulai naik-turun keluar-masuk dari liang sanggamanya. Bunyinya sangat khas dan membuatku tambah bergairah. Sementara tanganku tak henti-hentinya meremasi susu-susunya. Pentil susunya yang besar dan mengeras kusedot-sedot dengan mulutku. Itu membuatnya keenakan dan kembali mendesah. Ia tak mau kalah. Pinggulnya mulai digoyang. Pantat besarnya dijadikan landasan untuk menggoyang. Jadilah benda bulat panjang milikku yang berada di dalamnya mulai merasakan nikmat oleh gesekan dinding memeknya. Goyangan pinggul dan naik-turunnya tubuhku di bagian bawah sepertinya seirama. Terasa syuur, dan ah, nikmat. Tak lupa, sesekali bibirnya kucium. Ia membalasnya lebih hangat. Lidahku disedotnya nikmat. Jadilah kami bak sepasang kekasih yang tengah meluahkan gairah. Saling berpacu dan saling memberi kenikmatan. Aku tak peduli lagi bahwa yang tengah kusetubuhi adalah ibu kostku. Wanita yang jauh lebih tua usianya dan selama ini kuhormati karena penampilannya yang selalu nampak santun. Tak kusangka ia menyimpan bara yang siap melelehkan. Liang nikmat Dia mulai berdenyut-denyut kembali. Mungkin ia akan kembali orgasme seperti yang juga tengah kurasakan. Goyangan pinggulnya semakin kencang tetapi tidak teratur. Maka sodokan kontolku ke lubang nikmatnya semakin garang. Menghujam dan kian menghujam seolah hendak membelah bagian bawah tubuhnya.
Puncaknya, ketika Dia mulai merintih dan kian mendesah, tanganku mulai menyelinap ke pinggulnya dan menyelusup ke pantatnya. Di sana aku meremas dan mencari celah agar dapat menyentuh duburnya. Dan setelah terpegang, jari telunjukku mencolek-colek lubang anusnya. Akibatnya matanya seperti membelalak dan hanya menampakkan warna putihnya. Dirangsang di dua lubangnya sekaligus membuatnya seperti cacing kepanasan. Maka ketika tubuhnya semakin mengejang, dan tubuhku dipeluknya erat. Jari telunjukku kupaksa masuk ke lubang duburnya. Sedang kontolku kubenamkan sekuatnya di memeknya. Jadilah pertahanan wanita itu ambrol, memeknya kian berdenyut dan menjepit sementara erangannya semakin kencang dan bahkan memekik. Sedang dari rudalku, menyembur sebanyak-sebanyaknya sperma ke lubang nikmatnya. Karena banyaknya sperma yang mengguyur, kurasakan ada yang meleleh keluar dari mulut kemaluannya yang masih terterobos oleh kontolku.
"Ah, aku puas sekali Tris. Baru kali ini aku merasakan yang seperti ini," katanya.
Kami masih terkapar di ranjang. Ada rasa ngilu dan tulang-tulangku seperti dilolosi. Tetapi sangat nikmat. Ada tiga ronde permainan yang kulakukan malam itu. Dia mengaku sangat kecapaian ketika aku memintanya kembali. Menjelang subuh, ia pamit untuk kembali ke kamarnya.
"Kalau kamu suka, aku siap melakukannya setiap waktu. Tetapi tolong jaga erat-erat rahasia kita ini," ujarnya berpesan.
Aku mengangguk setuju. Bahkan sebelum keluar dari kamarku ia kuhadiahi ciuman panjang. Pantat besarnya kuremas-remas gemas dan nyaris punyaku bangkit kembali.
"Sudah ah, besok malam bisa kita sambung lagi. Kamu Tris, besok harus kuliah kan," katanya.
Bergegas ia menyelinap keluar dari kamarku. Takut dengan gairahnya yang kembali terpancing. Perselingkuhanku dengannya terus berlangsung. Di setiap kesempatan, kalau tidak aku yang mengajaknya, ia yang mengambil insiatif. Bahkan di siang hari, kalau aku lagi ngebet, sengaja bolos dari kampus. Mampir ke warungnya dan memberi kode, lalu ia akan pulang menyempatkan melayaniku di kamarku atau di kamarnya. Ia memang tergolong wanita panas yang gampang terpicu hasrat seksualnya.
Seperti siang itu, karena hanya ada satu mata kuliah, aku pulang agak siang dari kampus. Aku langsung ke warung untuk makan siang dan bermaksud memberi kode pada ibu kostku. Tetapi ia tidak di sana.
" Ibu baru saja pulang, mungkin untuk istirahat," kata Yu Narsih, pembantunya yang ada menunggu warung melayani pembeli.
Jarak antara warung dengan rumah memang dekat tak lebih dari 50 meter. Maka setelah menyantap makan siangku, aku langsung ngabur ke rumah. Dia tidak sedang tidur seperti yang kusangka. Ia sedang melipati pakaian yang telah diambilnya dari jemuran duduk di ruang tengah. Maka dasar sudah horny, kudekati ia dan kupeluk dari belakang.
"Kuliahnya bebas Tris," katanya.
"Cuma satu mata kuliah kok," jawabku.
Ia berkeringat, mungkin karena kesibukannya melayani pembeli sejak pagi. Baunya khas, bau wanita dewasa. Tetapi tidak mengurangi gairahku untuk memesrainya. Ia mulai menggelinjang ketika tanganku menyelusup ke balik dasternya dan mencari gundukan buah dadanya. Kuremas-remas susunya dan kupilin putingnya.
Aku jadi gemas karena ia tak bereaksi. Tetapi melanjutkan pekerjaanya memberesi pakaian-pakaian yang telah dicucinya. Maka sambil menciumi lehernya, tanganku terus merayap dan merayap sampai kutemukan memeknya yang masih tertutup CD. Baru ketika hendak kutarik CD nya ia berontak.
"Kamu pengin Tris?,"
"Iya. Habis memeknya enak sih," kataku.
Celana dalamnya berhasil kulepaskan tanpa membuka dasternya. Sebenarnya ia mengajakku untuk main di kamarnya. Tetapi kutolak, aku ingin ia melayaniku di sofa. Apalagi Nastiti tengah camping di sekolahnya sejak dua hari lalu. Jadi aku tidak perlu takut ketahuan anak gadisnya itu. Dan lagi aku cuma butuh pelepasan hajat secara singkat karena harus menyelesaikan makalah yang harus jadi besok pagi. Kalau main di kamar, pasti akan memakan waktu lama karena Dia pasti tak mau cuma kusetubuhi sebentar.
Jadilah setelah sebentar menjilati memeknya dan meremasi susunya, hanya dengan menyingkap dasternya aku mulai menyetubuhinya. Dengan posisi duduk di sofa ia kangkangkan kakinya hingga memudahkanku memasukkan kontol ke liang nikmatnya. Kuentot pelan lalu mulai cepat, karena nafsuku memang sudah naik ke ubun-ubun.
Namun pada saat aku memuncratkan sperma ke lubang memeknya, samar-samar kulihat seseorang melihati perbuatan kami. Ia adalah Yu Narsih, pembantu aku. Kulihat ia mengintip dari balik gorden di pintu dekat kamar mandi. Rupanya ia masuk dari pintu belakang rumah yang memang tidak terkunci. Aku langsung berdiri dan melangkah ke arah dapur.
"Dasar anak muda, kalau lagi ada mau nggak sabaran," katanya tersenyum melihat tingkahku.
Dibersihkannya sperma yang berleleran di sekitar kemaluannya dengan daster yang dikenakannya. Ia tidak tahu bahwa sebenarnya aku tengah mencoba mengejar Yu Narsih yang langsung menyelinap keluar setelah perbuatanku dengan ibu kostku. Aku jadi panik, takut Yu Narsih akan menceritakan peristiwa yang dilihatnya kepada para tetangga. Kuputuskan untuk tidak menceritakan padanya ihwal Yu Narsih. Biarlah akan kucoba meredamnya, pikirku.
Selepas sore kutemui Yu Narsih di rumahnya. Jarak rumah Yu Narsih hanya sekitar 500 meter. Terpencil di tepi sawah. Aku memang sering main ke rumahnya dan kenal baik dengan suaminya, Kang Sarjo yang berprofesi sebagai tukang becak. Wanita berusia sekitar 35 tahun dan berkulit agak gelap itu, cukup kaget ketika aku datang.
"Kang Sarjo mana Yu?"
"Oh, baru saja berangkat narik. Ada perlu dengan dia?"
Plong, lega rasa hatiku. Aku memang ragu, takut permasalahan yang ingin kusampaikan ke Yu Narsih di dengar suaminya. Aku dipersilahkannya duduk di balai, satu-satunya perabotan yang ada di ruang tamu rumah berdinding pagar itu. Yu Narsih pun duduk menyebelahiku.
"Tidak. Aku malah perlu sama Yu Narsih kok," kataku.
Dengan pelan kusampaikan maksud kedatanganku. Aku meminta Yu Narsih tidak menceritakan apa yang dilihatnya siang tadi kepada orang-orang. Kasihan ibu kostku akan jadi bahan gunjingan orang. Dan sejauh ini Dia tidak tahu kalau Yu Narsih sebenarnya telah memergoki perbuatan itu hingga aku memintanya pula untuk tidak menegur ibu kostku. Ia cuma terdiam membisu sampai aku menyelesaikan semua yang ingin kusampaikan.
"Ah, saya ndak apa-apa kok Mas Tris. Saya malah yang minta maaf, tadi nyelonong masuk," ujarnya.
"Tetapi saya tidak enak sama Yu Narsih. Yu Narsih jangan cerita sama siapa-siapa ya," kataku lebih menegaskan.
Seperti menghiba saat aku menyampaikan itu.
"Iya mas. Masak saya menjelek-jelekkan Mas Tris dan ibu sih,"
Mendengar kesungguhan dan ketulusannya itu aku merasakan beban berat yang tadi menindihku berkurang. Akupun langsung pamit pulang. Sejak itu aku dengan tenang dapat memuasi ibu kostku. Aku tinggal di rumah ibu kostku sampai lulus kuliah dan telah memperoleh pekerjaan. Bahkan, saat ini saya tengah dalam persiapan perkawinan dengan Nastiti, putri tunggal ibu kostku, entah apa jadinya nanti,.. Apakah Dia akan tetap meminta layananku bila aku telah menjadi menantunya?
TAMAT