Cerita Dewasa:
Mbak Tatik Atasanku 01
Sebelum saya bercerita, saya akan memperkenalkan diri, nama saya Anton, tinggi sekitar 170 cm dengan berat badan 75 kg, cukup seimbang dari segi body. Kulit saya coklat kehitaman dan wajah biasa-biasa saja, tidak ada yang istimewa. Saat ini usia saya 34 tahun. Karena ini kisah nyata, maka nama-nama para pelakunya saya samarkan.
Kisah ini terjadi sekitar bulan Mei tahun 1990, ketika aku baru pertama kali bekerja di sebuah cabang lembaga keuangan yang baru buka di Kota B. Sebagai kantor baru, maka teman-temanku pun juga masih baru, namun keakraban diantara kami sudah sangat terbina dengan baik, karena sebelum buka kantor, kami sama-sama mengikuti training di kantor pusat. Oleh karena itu, keakraban kami terjalin sejak kami mengikuti training di kantor pusat.
Setelah tiga bulan kantor kami beroperasi, datanglah seorang karyawati baru, dengan penampilan sebagai seorang yang sudah profesional dan kelihatan berpengalaman. Dia mengenakan blazer kuning gading, serasi dengan rok bawahan yang juga kuning gading. Tas kantor hitam tertenteng di tangannya, sehingga menambah kewibawaanya sebagai seorang wanita karir.
Rambut disisir rapi ke belakang dengan gaya aristokrat, kulitnya kuning langsat dan sangat bersih dan terawat, dan pada saat itu saya perkirakan berusia sekitar 36 tahun, jauh diatas usiaku pada saat itu yang masih 24 tahun. Saya berpikir bahwa wanita ini cukup cantik dan berwibawa, meskipun usianya jauh di atas saya, tapi saya sempat berpikir ngeres kepadanya. Wanita tersebut masuk ke ruang pimpinan saya, mereka berbicara dengan pimpinan saya, dan akhirnya keluar dari ruangan dan menuju meja saya.
Pimpinan saya memperkenalkan wanita tersebut kepada saya dan ternyata namanya Tatik, dan aku dipersilakan memanggilnya Mbak Tatik. Mbak Tatik bakal menjadi atasan saya dalam menangani keuangan. "Asyik" pikirku dalam hati, lumayan buat cuci mata kalau pas lagi lembur pulang malam. Hari itu kami basa-basi sebentar dan saling memperkenalkan diri dan akhirnya kami sudah menjadi team yang akrab, meskipun gaya Mbak Tatik dalam bekerjasama dengan saya cukup menjaga jarak.
Dari perkenalan awal, saya tahu bahwa dia masih keturunan bangsawan. Mbak Tatik juga cerita bahwa dia menikah lima tahun yang lalu dan belum punya anak, sedangkan suaminya seorang pejabat Pemda. Usia suaminya adalah sepuluh tahun di atas usia Mbak Tatik.
Kami bekerja sama dengan Mbak Tatik cukup baik, karena dia sudah lama bekerja dan sudah berpengalaman, maka saya banyak belajar dari dia. Setiap hari kami pulang larut malam, karena kami diminta oleh Mbak Tatik untuk bekerja lembur setiap hari. Dan anehnya, semakin malam bertambah larut, maka stamina kerja Mbak Tatik semakin meningkat. Rata-rata kami pulang kerja jam 10 malam.
Karena mobil dinas Mbak Tatik belum diberi oleh perusahaan, maka setiap hari saya harus antar pulang Mbak Tatik sampai ke rumah, dengan mengendarai sepeda motor saya.
Hubungan kami semakin lama semakin akrab, meskipun saya mengagumi kecantikan Mbak Tatik, tetapi saya sangat menaruh hormat dan tidak berani bertindak kurang ajar. Paling-paling hanya mencuri kesempatan untuk memandang betisnya yang mulus, pantatnya yang bulat dan indah, atau memandang leher atau sedikit dada bagian atas ketika Mbak Tatik sedang membungkuk. Tidak lebih dari itu.
Tetapi tanpa kuduga, suatu malam ketika kami habis istirahat makan malam berdua di ruang kerja Mbak Tatik, sebelum kami melanjutkan kerja lagi, kami masih terlibat pembicaraan santai tentang keluarganya Mbak Tatik. Mbak Tatik juga bercerita bahwa Mbak Tatik itu sebenarnya memiliki penyakit kulit yang terkadang muncul dengan tiba-tiba dan katanya terasa gatal di sekujur tubuh. Dengan tiba-tiba Mbak Tatik meminta saya untuk menggaruk punggungnya yang mulai terasa gatal.
"Dik Anton, tolong ya garukkan punggung saya, agak gatal nich, mungkin kumat kali penyakit saya."
Meskipun agak terkejut, tetapi saya langsung jawab,
"Baik Mbak, sebelah mana yang perlu saya garuk?" saya langsung spontan berdiri untuk menggaruk punggungnya dan sambil berpikir "Cihuii rejeki nomplok, kenapa baru sekarang? tidak kemarin-kemarin" pikirku mulai nakal.
Saya garuk pelan-pelan, tapi lebih tepatnya hanya mengusap-usap punggungnya saja, takut kalau Mbak Tatik kesakitan.
"Dik Anton, agak keras dikit, masih gatal lho Dik", pinta Mbak watik.
Dan saya agak sedikit memantapkan tangan saya di pungungnya.
"Dik Anton, masih belum terasa, sebentar saya buka dulu blazer saya."
Mbak Tatik langsung membuka blazernya, sehingga tinggal blouse-nya yang putih dan transparan. Waduh semakin tidak tahan nich saya, karena kulit tengkuknya yang mulus dengan sedikit rambut lembut yang tergerai di tengkuknya (Mbak Tatik kalau ke kantor selalu rambutnya disanggul di atas), semakin menambah feminin, dan semakin membikin saya langsung terangsang.
Saya menggaruknya tetap tidak mau keras dan masih cenderung mengusap atau membelai punggungnya, karena saya menikmati kehalusan kulit seorang bangsawan yang berada dibalik bajunya yang tipis. Saya usap seluruh punggungnya dengan pelan, ke atas dan ke bawah, ke kiri dan ke kanan, terkadang tangan saya, saya telusupkan di bawah ketiaknya, untuk menggapai toket yang di depan.
Mbak Tatik menengadahkan kepalanya, dan menggeleng-gelengkan kepalanya ke kiri dan ke kanan, sambil suaranya mendesah, "Uuhh enak Dik Anton.. enaakk.. uuhh.." Mendengar desahannya yang merangsang, rudalku langsung tegak bak tugu Monas. Sekujur tubuhku mulai menggigil dan seperti dialiri setrum listrik yang halus merambat di sekujur tubuh dan terpusat di kemaluanku. Tenggorokanku terasa kering, dan susah bicara, karena nafsuku yang langsung menggebu. Baru kali ini saya bisa menikmati tubuh seorang bangsawan yang bersih, terhormat dan sangat terjaga dari tangan laki-laki lain, selain suaminya.
Karena Mbak Tatik duduk membelakangiku yang berdiri sambil memijit-mijit punggungnya, batang kemaluanku langsung kutempelkan di punggungnya yang lembut seperti sutera. Kugesek-gesekkan batang kemaluanku ke punggungnya dengan pelan. Dan Mbak Tatik berkali-kali melenguh, "Uughh, enachh Dik, enaak, terus Dik." Dia membimbing tanganku untuk mengusap dua gunung kembar yang kencang dan kenyal. Kuusap toketnya dengan lembut, kucium tengkuknya dengan lembut, dan kugesekkan batang kemaluanku ke pungungnya dengan lembut. Aku sangat tahu, kalau melayani tipe wanita seperti Mbak Tatik ini harus dengan lembut dan dengan menggunakan perasaan.
Kucium tengkuknya dengan lembut, Mbak Tatik sekali lagi menengadahkan kepalanya ke atas, matanya sambil terpejam, dan bibirnya yang tipis terbuka sedikit, dan mulutnya hanya bergumam, "Emm." Aku tahu itu artinya dia sangat menikmati. Tanganku, kuusapkan dengan lembut di sekeliling toketnya, dan kulingkari masing-masing toketnya dengan kedua tanganku, sengaja aku tidak sentuhkan tanganku ke pentilnya, untuk memberikan sensasi yang sangat halus dan perlahan. Beberapa kali tanganku mengitari sekeliling toketnya, kemudian perlahan-lahan tanganku kutarik untuk mengusap pipinya. Kutengadahkan wajahnya, dan kucium keningnya dengat lembut sekali. Aku bisa rasakan kelembutan nafasnya di wajahku, bibirnya yang tipis masih mengeluarkan gumaman yang lembut, "Dik Anton.. emm.. eemm.."
Dengan perlahan aku membalikkan badan Mbak Tatik ke arahku, dengan cara memutar kursinya, dan saya membimbing dia untuk berdiri dengan perlahan, kini aku dan Mbak Tatik sudah berhadapan, sama-sama berdiri, dadaku menempel ke dadanya, dan aku bisa merasakan kekenyalan susunya, dan saya membayangkan betapa indahnya bukit kembarnya.
Tanganku kudekapkan ke pinggangnya, dan telapak tanganku kuusapkan ke pantatnya yang juga sangat indah dan kencang. Tangan Mbak Tatik memegang pundakku dengan lembut, kepalanya sudah menengadah ke atas, dan tatapan matanya.. waduh, jernih dan indah menatap mataku tanpa berkedip. Kusentuh bibirnya dengan lembut, kuusapkan perlahan bibirku ke bibirnya. Mbak Tatik memberikan reaksi dengan mengencangkan dekapannya ke pundakku dan dadanya ditempelkan lekat ke dadaku, tanganku kudekapkan semakin erat ke pantatnya dan agak kutarik ke atas pantatnya, sehingga kakinya agak diangkat ke atas.
Waduh ciumannya sangat lembut, perlahan-lahan kuusapkan lidahku ke lidahnya, dia memberikan reaksi yang sama, menyapukan lidahnya ke seluruh mulutku. Tanganku mulai mengusap-usap punggungnya naik turun dengan lembut. Aku menikmati sekali kehalusan kulit punggungnya.
Setelah aku puas menciumi bibir, wajah dan pipinya, ciumanku perlahan-lahan kuarahkan ke lehernya. Mbak Tatik menggeleng-gelengkan kepalanya ke kiri dan ke kanan, matanya masih terpejam menikmati, nafasnya agak memburu, dan mulutnya masih bergumam, "Mmm.. uhh.." Ciumanku mulai bergeser ke bawah, ke belahan dadanya. Kancing blousenya yang di depan dengan mudah kubuka satu persatu, sehingga tersingkap sudah BH hitam yang menyangga dua buah toketnya yang padat, bulat, kenyal, bersih dan ranum. Kuciumi lehernya dengan sangat lembut, ke pundaknya, bergesar turun ke sebelah atas toket yang tidak ditutup BH. Mbak Tatik semakin menengadahkan kepalanya, punggungnya juga semakin melengkung ke belakang, kedua tangannya memegang kepala saya dan sedikit meremas rambut saya, tandanya semakin menikmati gaya permainanku. Kedua tanganku memegangi dibawah kedua ketiaknya, biar Mbak Tatik tidak terjerembab ke belakang, tapi bibirku masih mengusap daerah leher dan di atas toket. Aku sengaja memperlama untuk menyentuh toketnya, apalagi pentilnya. "Diik.. Aannton.. uugghh.. sstt", sambil mulutnya berdesis kenikmatan.
Blousenya yang masih menempel di pundaknya perlahan-lahan kulepaskan, sehingga pemandangan kemulusan dan kemolekan tubuh Mbak Tatik terpampang jelas di hadapanku, dan terkena sinar lampu down light kekuningan yang berada di langit-langit tepat di atas kami berdua, menambah romantisnya suasana malam itu yang tidak akan pernah kulupakan. Sekali lagi tanganku kugunakan meremas sebelah pinggir dari toketnya, dan tampak bahwa toketnya sudah mulai mengeras.
Tanganku mengusap punggungnya dengan perlahan sambil membuka tali BH yang ada di punggungnya. "Tik" sekali jentik langsung terbuka pengait BH-nya. dengan pelan kuturunkan tali BH yang ada di pundaknya, akhirnya BH-nya kulepas. Woow, terlihat pemandangan indah sekali, dua gunung kembar yang kuning dan bersih dengan puncaknya yang kecil yang sudah berdiri tegak. Aku sudah sangat terangsang tapi aku tidak boleh gegabah. Kuusap toketnya dari sebeleh bawah dengan tangan kananku, tangan kiriku masih mendekap punggungnya untuk menjaga agar Mbak Tatik tidak terjatuh, dan kucium toketnya, berkeliling mengitari pentilnya, dan tangan kananku masih mengusap-usap sebelah luar toket, tapi dengan gaya agak memeras. Kedua tangan Mbak Tatik memegang erat pundakku tanda sudah semakin gemes, untuk dicium pentilnya.
Karena aku sudah merasa waktunya tepat, maka dengan lembut kukulum pentilnya. Dan reaksinya, "Aaaughh, uuhh.. ss.. uuhh", Mbak Tatik melenguh-lenguh dan mendesis-desis keenakan, seakan-akan yang dinantikannya telah tiba. Meskipun kondisinya sangat terangsang, tapi lenguhan itu tetap lembut dan terdengar lirih. Kukulum pentilnya, kugesek-gesek pentilnya dengan lidahku, dan kugigit lembut pentilnya, tanganku tetap meremas-remas lembut toketnya.
Setelah aku puas mempermainkan pentilnya kiri dan kanan bergantian, kulepaskan bibirku dari susunya, dan kugeserkan mulutku ke bawah ke seputar perutnya yang datar dan mengeluarkan aroma parfum yang lembut dan semerbak. Ketika mulutku terlepas dari susunya, Mbak watik kelihatan menghela napas lega dan baru bisa bernafas dengan tenang. Aku menciumi perutnya dengan agak sedikit jongkok. Kucium pusarnya, dan kujilati pusarnya dengan lidahku. Mbak Tatik menggelinjang kegelian. Karena terlalu lama berdiri atau karena sudah sangat terangsang, Mbak Tatik sudah tidak kuat berdiri dan dia bergeser ke belakang duduk di meja kerjanya. Aku berdiri dengan kedua lututku dan aku tetap jilati pusarnya dan perutnya. Mbak Tatik kegelian, dan mengusap-usap rambut kepalaku dengan tidak beraturan, terkadang meremas, menjambak dan mengusap rambutku. Sehingga rambutku sangat kacau.
Puas dengan permainan perut, Mbak Tatik kurebahkan di meja kerjanya. Untungya meja kerja Mbak Tatik cukup besar. Kupelorotkan rok bawahannya, sekaligus dengan CD-nya. Sekarang tampak di hadapanku seorang putri yang kuning, bersih, dengan kaki dan betis yang aduhai indah, terbujur pasrah di hadapanku.
Kunikmati tubuh Mbak Tatik sebentar, karena selama ini aku hanya bisa membayangkan keindahan tubuhnya, tanpa berharap untuk dapat memandangnya. Tapi ternyata malam ini apa yang kudapatkan jauh dari yang kubayangkan. Seorang wanita dengan tubuh montok dan kuning mulus, dengan kaki dan betis ramping. Dua buah dada yang tidak terlalu besar, tapi bulat, padat dan kencang, sehingga cocok dengan kesan toket seorang putri. Bentuk lengan dan bahu yang padat bulat dan berisi.
Mbak Tatik telentang di atas meja di hadapanku, aku masih berdiri. Aku mencium pipinya sekali lagi dengan lembut, kuusap toketnya dengan lembut. Kedua tangan Mbak Tatik merangkul leherku dengan erat. Kedua kakinya bergerak-gerak dengan halus pertanda sangat terangsang. Perlahan-lahan tanganku kugerakan dari susunya turun ke perutnya. Kuusap sebentar perutnya dan bergerak turun ke bawah mengusap pahanya. Paha yang selama ini hanya bisa kupandang. Aku usap pahanya naik turun dengan tetap mulut kami masih saling memagut. Erangan-erangan kecil keluar dari mulut Mbak Tatik, "Ugh.. ugh.. emm.. emm.." Tanganku bergerak dari sekitar pahanya terus mengusap sekitar bibir kemaluannya. Dengan perlahan kedua kaki Mbak Tatik mengembang, memberi kesempatan tanganku untuk mengelus kemaluannya. Tetapi kemaluannya belum kuelus, hanya kedua selangkangan saja yang aku belai dengan kedua jari telunjuk dan jari manis bersama-sama. Kuelus selangkangannya naik turun, dan Mbak Tatik menambah kecepatan gerakan kakinya. Dengan pelan Mbak Tatik mengangkat pantatnya, sehingga kemaluannya juga ikut naik. Aku tahu ini pertanda agar aku dapat segera mengelus kemaluannya. Kuusap pelan dan dengan jarak sentuhan yang kubuat serenggang mungkin antara bibir kemaluannya dan telapak tanganku, membuat gelinjang Mbak Tatik menaikkan kemaluannya untuk menyentuh tanganku semakin tinggi.
Kubelai rambut kemaluannya yang lembut, tipis dan tertata rapi. Setelah puas memainkan sekitar kemaluannya, dan liang kemaluan Mbak Tatik sudah semakin terbuka dan semakin basah. Kusentuh itilnya dengan sedikit ujung dari jari tengahku dengan lembut dan.. "Uuhhgh", lenguhan Mbak Tatik kenikmatan. Gerakan kakinya sudah semakin tidak teratur. Tiba-tiba tanganku dijepit dengan kedua pahanya. "Diik Aaanntoon.. aakkuu.. nggakk.. taahh.." kemudian tangannya menarik punggungku sebagai bertanda agar aku segera menaiki tubuhnya.
Kutarik kedua kakinya ke arah pinggir meja, sehingga kedua kakinya terjuntai, kemudian Mbak Tatik membuka kedua selangkangannya dengan tidak sabar. Aku sempat memandangi kemaluannya, dan seakan liang kemaluannya merah seperti bibir gadis yang memakai lipstik yang sedang merengek.
Kugesekkan batang kemaluanku pelan-pelan ke bibir kemaluannya, dan Mbak Tatik mengerang lagi, "Uugghh.. uughhg.." Kumasukkan dengan pelan batang kemaluanku ke liang kemaluannya. Belum sampai habis masuk semua, kutarik kembali dan kumasukkan kembali. Dengan gesekan-gesekan yang pelan tersebut membuat erangan Mbak Tatik semakin tidak beraturan.
Untuk melayani tipe seperti Mbak Tatik ini, kugunakan gaya gesekan 5:1, artinya lima kali keluar masuk setengah batang kemaluan, baru sekali masuk seluruh batang kemaluan. Dan pada saat masuk yang seluruh batang kemaluan, erangan Mbak Tatik semakin hebat. Dengan gaya lembut dan 5:1 ini kami bisa saling menikmati.
"Uuugghh.. acchh.. Diikk.. Anntonn.. ucchh.. sstt.. uhh.."
Erangan erangan yang tidak beraturan tetapi artinya hanya satu yaitu Enak. Sambil kuentot pelan batang kemaluanku, kedua tanganku dengan leluasa meremas kedua susunya, yang bergerak-gerak naik turun tergantung sodokanku. Kadang-kadang tanganku mengusap wajah dan pipinya, kadang-kadang mengusap perutnya.
Setelah cukup lama aku melakukan entotan 5:1, tiba tiba kedua paha Mbak Tatik diangkat dan dililitkan ke pinggangku. Kedua tangannya mendekap diriku, mulutnya sedikit menganga dan mendesis.. "Diikk Ann.. toon.. saa.. yaa ssaampa.. aaii.. uuhhff." Kupegangi pinggangnya untuk menekan liang kemaluannya ke batang kemaluanku. Setelah Mbak Tatik selesai mengejang dan nafasnya tersengal-sengal, aku mulai lagi dengan entotan, tetap dengan gaya 5:1. Mbak Tatik melenguh,
"Uuff.. uff.. uuff.. Dik Anton beluumm yaa. Ayo donk.. uff.. uff jangan ditahaan.. uuff.. ugh.."
"Sebentar Mbak!" kataku.
"Dik.. uhff, ceepetan dikit.. Dik.. ughf.. uhfgg.. aa.. ku mau uhgf uff uff.. keeluar.. laa.. ggii.."
"Sebentar Mbak, aku juga sudah.. mma.. uu.. saammpai.."
Tiba-tiba ada aliran listrik menjalar dari ubun-ubun turun ke arah kemaluanku dan semakin-lama semakin mengencang. Batang kemaluanku seakan balon yang ditiup dan mau pecah.
"Aachghh.. accghh.. Mmmbakk.. Tatiik.. aku mmau keluarr.." Mbak Tatik memegang erat tubuhku dan "Crret.. crrett.." keluar semua cairan yang ada di seluruh tubuhku dan "Aaachh.."
Kami berdua terkulai lemas dengan badan penuh keringat dan nafas terengah-engah.
"Dik Anton, makasih ya Dik, kamu telah memberi saluran yang selama ini tersumbat." Aku sangat puas malam itu, karena aku tidak dapat membayangkan, ternyata aku bisa menikmati tubuh seorang wanita terhormat, yang selama ini orang luar sangat menghormatinya, tapi ternyata malam ini dia begitu pasrah menyerahkan tubuhnya kepadaku.
Jam telah menujukkan pukul 22.00 ketika permainan kami usai, dan kami berdua segera masuk ke toilet untuk membersihkan dan merapikan badan kami masing-masing. Dan sebelum pulang aku mendapat tugas baru dari Mbak Tatik, yaitu membantu membersihkan cairan yang membasahi meja kerja Mbak Tatik, dan membantu merapikannya. Sambil merapikan mejanya aku berbisik ke telinga Mbak Tatik, "Mbak meja ini dirapikan ya.. karena besok malam mau dipakai lagi", Mbak Tatik hanya tersenyum dan mencubit mesra lenganku.
Hal tersebut kuulangi setiap ada kesempatan, baik di kantor ataupun di hotel, tapi rahasia tersebut tidak terbongkar dan kami saling menjaga rahasia. Dan kalau pagi hari, Mbak Tatik kembali memerankan perannya sebagai atasan yang berwibawa, profesional, tetapi kalau malam, melenguh-lenguh dan menggelinjang-gelinjang di bawah selangkanganku.
Bersambung ke bagian 02