Cerita Dewasa:
Ling Ling 02
Sambungan dari bagian 01
Selanjutnya, aku meneruskan membuka zipper jaket Ling Ling sampai terbuka seluruhnya. Lalu kutanggalkan jaket itu, hingga terpampanglah tubuh Ling Ling telanjang bulat tanpa penutup apapun. Memang benar taksiranku selama ini. Buah dadanya memang berukuran kecil, hanya berbentuk lengkungan kecil. Tetapi lengkungan itu bentuknya membulat dan indah, serasi dengan pinggangnya yang ramping dan pantatnya yang tipis. Baru kusadari sekarang, tubuh Ling Ling begitu mulus dan putih kulitnya, hampir tanpa noda. Berbeda dengan tingkah lakunya selama ini yang begitu kelaki-lakian, sehingga berkesan tidak ada waktu untuk merawat tubuhnya, tidak seperti cewek-cewek lain lazimnya.
Ling Ling hanya memandangku dengan diam ketika kudekatkan bibirku pada buah dada mungilnya. Dengan nafsunya kusedot buah dada yang rasanya kenyal itu. Mulutku berdecap-decap seolah-olah tengah menyedot sesuatu. Sementara itu, lidahku menjilati dan menggelitik boba susunya yang makin mengeras. Sebentar-sebentar, kuseruput boba susu yang menggiurkan tersebut. Rasanya macam-macam antara sedikit asam dan sedikit asin. Barangkali karena habis basah karena air hujan dan keringat. Tetapi yang penting, boba susu Ling Ling menjadi santapan yang lezat buat mulutku.
Mulutku berpindah lebih ke bawah. Mula-mula kujilati sekujur tubuh bugil Ling Ling, mulai dari belahan di antara buah dadaya, kemudian turun ke bawah sampai perutnya yang ramping. Di sini aku berhenti sebentar. Kucucupkan lidahku memasuki lubang pusarnya. Ling Ling menggelinjang kegelian. Lalu kujilat-jilat lubang pusarnya dengan gemas. Lubang pusar Ling Ling bentuknya begitu indah, begitu bulat seperti lingkaran.
"Ooohh.. uuhh.." Ling Ling melenguh panjang. Mulutku tiba pada selangkangannya. Di tengah-tengah selangkangan itu terdapat sebuah lubang yang kecil lagi sempit dengan semacam bibir berwarna kemerahan. Di sekitar lubang tersebut dihiasi oleh rambut-rambut kehitaman. Masih jarang-jarang memang, tapi cukup membangkitkan selera siapa yang melihatnya. Nah wilayah inilah sekarang yang menjadi wilayah kekuasaan mulutku. Kujilati wilayah kekuasaanku itu dengan penuh birahi tapi lembut. Itu pun sudah membuat pemilik asli wilayah tersebut menggelinjang tubuhnya yang mulus. Kuusap-usap dengan lidahku lingkaran seputar bibir kemerahan sedikit berlipat yang berada di mulut lubang sempit di selangkangan itu.
Ketika menemukan daging kecil yang dikenal orang dengan nama itil di pangkal bibir kemerahan itu, lidahku berhenti bergerak. Sebagai gantinya, ia membelai-belai daging kecil yang semakin lama semakin merah tersebut. Ling Ling, sebagai pemilik daging kecil itu, tubuhnya menggeliat-geliat kencang. Dari mulutnya pun keluar desahan-desahan yang binal.
Usai berpetualang di itil Ling Ling, lidahku mulai masuk merambah lubang kecil dan sempit yang mulai dilumasi cairan bening yang mengalir dari dalamnya. Cairan 'pelumas' itu membuat dinding lubang itu menjadi licin dan basah, sehingga memudahkan lidahku menjelajahi seluruh permukaannya dengan bebas. Sungguh suatu sensasi yang luar biasa bagiku dan Ling Ling. Terutama bagi Ling Ling, apalagi setelah ditambah oleh rangsangan yang ditimbulkan oleh salah satu jariku yang kini menggantikan 'pekerjaan' lidahku di lubang kewanitaan Ling Ling. Sama seperti lidahku, semua 'tugas' jariku ini juga dipermudah berkat lumasan cairan 'pelumas alami' yang makin lama kian membanjir.
Perlahan tapi pasti, jariku bergerak semakin maju di dalam lubang kenikmatan Ling Ling. Sejenak seperti ada sesuatu yang menghalangi perjalanan jariku sampai tujuannya. Namun dengan sekali gerakan, halangan itu berhasil diterobos, dengan sepertinya ada sesuatu yang sobek.
Ketika kutarik jariku dari dalam kewanitaan Ling Ling kulihat ada cairan merah yang membasahi jariku itu. Aku tahu apa artinya ini, dan Ling Ling pun juga tahu. Ini dibuktikan oleh air mata yang membasahi pelupuk matanya saat melihat jariku ini. Ling Ling tahu, kini pertahanannya telah berhasil dijebol. 'Benteng' yang selama ini begitu kukuh dipertahankannya, malam ini diruntuhkan begitu saja oleh teman sekelasnya, yang tak lain dan tak bukan adalah aku. Ling Ling belum memikirkan bagaimana masa depannya nanti sebagai seorang gadis yang telah kehilangan miliknya yang paling berharga seperti yang baru saja dialaminya kini.
Akan tetapi, apa boleh buat, nasi sudah menjadi bubur. Apa yang sudah terjadi, tidak boleh ditangisi. Iya kan, Ling. Air mata kesedihan pun sudah berhenti mengalir, berganti dengan air mata tanda rasa nikmat yang tiada taranya akibat ada sebuah benda padat tapi lentur yang bergerak maju mundur dalam liang kewanitaannya. Rasa nikmat tersebut semakin dirasakannya lagi saat gerakan maju mundur itu kian tinggi akselerasinya. Apalagi ditambah dengan rasa geli akibat gelitikan-gelitikan lidah yang diterima oleh boba susunya.
Ya, kemaluanku semakin garang menerjang siapa saja yang mungkin menghadang dalam perjalanannya di dalam kewanitaan Ling Ling. Suatu tugas yang gampang-gampang susah. Gampang sebab 'jalur perjalanan' yang dilewati begitu mulus dan licin akibat terlampau banyaknya 'cairan pelumas' yang digunakan. Susah sebab 'perjalanan' ini baru pertama kali ini dialami oleh kedua belah pihak. Baik olehku, maupun oleh Ling Ling. Tetapi, berkat kami berdua yang telah menyatu padu dengan bertumpu pada satu titik, membuat segala halangan dan hadangan dalam 'perjalanan' itu menjadi sirna.
Hujan di luar goa sudah mulai mereda pada saat kami hampir tiba di akhir 'perjalanan' kami berdua. Akhirnya kami sampai di 'tujuan' dengan bersamaan. Dibarengi dengan lenguhan dan jeritan panjang dari kedua insan telanjang, tahap yang amat diharap-harapkan oleh pasangan yang sedang bercinta pun tercapai.
Beberapa jam berselang, suasana dalam goa pun berubah menjadi sunyi. Tidak ada suara apapun yang terdengar, kecuali suara jangkrik yang masih bersahutan di luar. Hujan pun telah lama reda. Matahari sudah ingin menampakkan sosoknya. Yang tertinggal hanyalah dua makhluk hidup berlainan jenis kelamin yang tak berpenutup apapun. Kedua tubuh bugil itu sama-sama tertidur nyenyak dengan tubuh bagian bawah mereka masih tetap menyatu, seakan-akan tiada sesuatu pun yang dapat memisahkan mereka.
Demikian terlelapnya kedua insan telanjang tersebut, sehingga mereka tidak menyadari ada suara-suara yang terdengar di mulut goa, disusul dengan beberapa langkah kaki yang memasuki goa itu. Dan dilanjutkan dengan seruan-seruan tak percaya setelah melihat apa yang mereka temukan di dalam goa.
"Waduh! Gila juga ini anak dua! Dicariin ke mana-mana, eh tau-taunya malah main di sini!"
"Bener-bener keterlaluan mereka! Kita semua pada capek nyariin mereka, mereka malah enak-enakan berdua!"
"Sialan! Mendingan kita hukum apa mereka?"
"Saya punya ide. Begini saja." Terdengar beberapa suara berbisik-bisik.
"Oke, saya setuju. Sekarang kita bangunin mereka dulu aja ya."
"Ronny! Ling Ling! Bangun! Sudah pagi nih! Jangan molor aja dong!"
Aku terjaga karena merasa tubuhku digoyang-goyang seseorang. Dan langsung melompat kaget ketika melihat siapa yang melakukannya. Seketika itu juga kontan kemaluanku langsung tertarik keluar dari dalam kewanitaan Ling Ling dengan masih meneteskan cairan kenikmatan yang masih tersisa. Segera kubangunkan pula Ling Ling yang juga langsung melompat kaget dan langsung meraih apa saja yang bisa diraih untuk menutupi tubuhnya yang telanjang bulat.
"Ayo kita seret mereka dan hukum mereka." Kemudian aku dan Ling Ling diseret oleh mereka yang ternyata para peserta pendakian gunung yang sejak malam mencari kami berdua. Masih dalam keadaan telanjang bulat tanpa penutup sehelai benang pun dan dengan ditonton oleh seluruh peserta, kami berdua diarak ke tempat perkemahan di kaki gunung.
Setiba di tempat perkemahan kami, aku dan Ling Ling disuruh berbeda di suatu areal terbuka di tengah-tengah perkemahan yang dimaksudkan sebagai tempat api unggun pada malam hari. Angin pagi di pegunungan begitu dingin terasa di kulit kami berdua yang tidak memiliki penutup apapun.
Akhirnya dengan ditonton oleh puluhan pasang mata aku dan Ling Ling berdiri dengan perasaan bercampur antara malu, takut dan gelisah. Ada beberapa di antara penonton kami yang terlihat malu-malu, terutama cewek-cewek. Tetapi tak sedikit pula, khususnya cowok-cowok yang begitu antusias menyaksikan kedua tubuh kami yang bugil, terutama tubuh ramping Ling Ling yang putih dan mulus. Setegar-tegarnya Ling Ling, akhirnya ia tidak dapat menahan tangisnya juga. Dengan terisak-isak ia mencoba berlindung di balik badanku untuk melindungi tubuhnya yang telanjang dari tatapan mata binal para penonton kami.
Ternyata penderitaan itu belum berakhir sampai di sini. Sebagian besar kerumunan di sekelilingku dan Ling Ling berteriak-teriak menyuruh kami berdua berbuat lebih jauh di depan mereka, walau anda pula yang melarangnya. Tetapi akhirnya pemimpin rombongan mengambil keputusan mengabulkan keinginan mereka untuk menonton aku menggauli Ling Ling di hadapan mereka.
Keputusan ini bagaikan halilintar yang menyambar kami berdua. Tapi apa boleh buat, kami terpaksa harus mematuhinya juga, daripada kami akan dibiarkan telanjang bulat seterusnya di tengah-tengah hawa pegunungan yang dingin bila tidak mau melakukannya. Isak tangis Ling Ling pun kian menjadi-jadi. Bahkan aku yang mencoba membujuknya tidak berhasil juga.
Akhirnya dengan berat hati, kutempelkan tubuhku ke tubuh Ling Ling. Begitu tubuh kami menyatu dan dadaku menempel dengan buah dadanya yang hampir rata, seketika itu ada semacam aliran aneh yang menjalari kami berdua. Tangis Ling Ling pun berhenti. Dengan diiringi tatapan-tatapan para penonton yang melongo-longo keheranan, kami tampaknya melupakan apa yang baru saja terjadi. Kami sudah melupakan bahwa kami saat ini tengah dihukum dan dipermalukan di depan banyak orang. Nafsu birahi yang kembali timbul dan intensitasnya mulai meninggi sepertinya menghanyutkan kami hingga kami lupa akan segala-galanya.
Dengan gairah yang tinggi kulumat bibir Ling Ling yang mungil dan ia membalasnya dengan gairah yang sama. Lidah kami berdua saling mempermainkan dalam rongga mulut kami masing-masing. Sementara kemaluanku mulai merambah masuk ke dalam lubang kewanitaan Ling Ling yang menganga cukup lebar di selangkangannya. Dengan segera kugerak-gerakan kemaluanku itu maju-mundur di dalam liang kenikmatan tersebut, dibarengi pula dengan gerakan-gerakan pantat Ling Ling yang ikut maju-mundur berusaha mengimbangi entotanku. Para penonton pun semakin terpana melihat permainan cinta yang baru pertama kali disaksikan oleh sebagian besar dari mereka. Begitu panasnya persetubuhan yang mereka saksikan, ada beberapa orang yang kelihatan bergetar hebat tubuhnya. Sebagian lagi yang tidak tahan menyaksikan permainan cinta kami langsung ambil langkah mundur dan masuk ke tenda mereka masing-masing.
Sementara di atas mulutku masih saling berpagutan dengan mulut Ling Ling, di bawah permainan kemaluanku di dalam kewanitaan Ling Ling juga masih terjadi, malah semakin cepat. Tak ayal lagi, lenguhan-lenguhan keras bersahutan keluar dari mulut kami berdua. Diimbangi dengan kedua tubuh kami yang melonjak-lonjak keras. Semakin lama semakin bertambah panas. Tetapi nafsu birahi yang membulak-bulak seolah-olah telah menenggelamkan kami berdua. Tiada lagi rasa malu, rasa takut, rasa canggung, dan sebagainya. Yang tersisa hanya rasa nikmat yang luar biasa dan tak terlukiskan oleh apapun. Sampai di suatu titik puncak di mana kami bersama-sama meregang, meluapkan segala macam rasa yang begitu hebatnya hingga meresap sampai ke ujung tulang kami.
Hari itu pula, Ling Ling langsung pulang ke rumah dengan diantar salah seorang peserta yang sejak tadi termasuk salah seorang yang menentang hukuman yang kami terima. Dan sejak saat itu pula, aku tidak pernah mendengar kabarnya lagi. Baik di sekolah maupun di tempat lain. Dari berita terakhir yang kuterima, kudengar ia bersama keluarganya telah pindah tempat meninggalkan kota Jakarta ini.
Dalam hatiku timbul penyesalan yang paling dalam, mengapa aku berbuat khilaf dan tega-teganya berbuat yang tidak-tidak pada diri Ling Ling, sehingga dirinya menjadi korban seperti ini. Segala macam rasa bercampur baur dalam benakku, rasa iba, rasa menyesal, rasa ingin melindungi, rasa kasihan dan.. rasa cinta.. Ling, di manakah sekarang kamu berada di saat-saat aku merasakan sesuatu yang lain terhadapmu? Ya, di saat aku mulai merasakan ada rasa cinta di hatiku padamu!
TAMAT