Cerita Dewasa:
Anak Kost Mamaku 02
Sambungan dari bagian 01
Nah, sekarang semua cowok yang ada lima orang mengalihkan perhatiannya padaku. "Kartu baru, aku masuk!" Aku tahu mata mereka sempat menangkap dua tonjolan di dadaku yang mengacung di balik kaosku. Ukurannya tidak besar memang, tapi cukup menggiurkan, who says they have to be big to be beautiful? Kaos putih polos yang pas di tubuhku (tidak ketat dan tidak juga kedodoran) seakan menunjuk ke mana exactly puting susuku terletak. Biar saja, aku memang bukan anak kecil lagi, pasti dengan begitu mereka takkan menolak aku main. Kalau masih menolak, aku akan pergi! Hayo! enggak rela kan?
Lima pasang mata lelaki di sekelilingku mulai sering melirikku. Pikiranku mulai nakal. Walaupun aku bukan penggemar group seks, berada di tengah lima laki-laki atraktif dan menjadi pusat perhatian mereka tak enggan membuat darahku naik. Aku tergoda untuk makin menarik perhatian mereka. Sambil menunggu permainan itu berakhir, aku melipat kaki dan tanganku dengan gayaku yang khas, perlahan tapi pasti, memperlihatkan lipatan antara paha dan pantatku dan juga memperjelas bentuk buah dadaku. Kini mereka tak malu-malu "menonton" aku. Aku tersenyum menang. Aku melarikan lidahku membasahi bibirku. Lalu sambil mengikat rambutku ke belakang membuat buntut kuda, perlahan-lahan aku membuka kedua pahaku dan menutupnya kembali; aku bikin scene seperti Sharon Stone di Basic Instinct di mana dia memamerkan bulu kemaluannya saat diinterogasi polisi-polisi. Hmm.. aku sangat menikmati wajah-wajah terkejut dan takjub di sekelilingku, lima pasang mata semua tertuju ke arahku, tak terhalangi meja karena tinggi meja tengah itu hanya selutut. Aku yakin beberapa dari mereka sempat mengintip sesuatu di selangkanganku. Mungkin hanya sedikit bulu-bulu halus, mungkin juga bibir kemaluanku.. entahlah, aku tidak pernah double check. Tapi hasilnya: Instant Erection.
Berkali-kali aku praktekan "show" ini di depan pacarku seorang; tapi kini di hadapan lima laki-laki strangers, oh..! sensasi yang muncul lima kali lebih nikmat. Imajinasiku mengalir dengan bebas.. andai musik jazz di latar belakang diubah menjadi freestyle/house music, rasanya aku bisa menari-nari mempertunjukkan strip show. Aku berdiri di tengah-tengah mereka menggantikan kartu-kartu menelanjangi diriku sendiri, sambil meliuk-liukkan pinggulku aku singkapkan kemolekan satu persatu anggota tubuhku dari yang "wajar-wajar saja" ke yang paling private, semuanya terungkap tidak menyisakan sedikitpun tanda tanya dalam imajinasi mereka. Lalu berakhir dengan aku di atas meja disetubuhi mereka satu demi satu bergiliran, atau.. tubuhku tak berpijak, terayun-ayun di udara sementara dipapah tangan-tangan kokoh sebagian dari mereka dan sebagian lagi bergerak memuaskanku.
Ahem.. well, tidak sampai itu tentunya. Bahkan, bukan seperti biasanya aku begini, aku adalah orang yang lebih mengandalkan otakku untuk menarik perhatian cowok, ini adalah pertama kalinya aku berbuat kotor. Dari dulu aku memang anak remaja yang polos, sampai bertemu Venis. Dia telah banyak mengenalkan aku hal-hal yang baru.
Di tengah ruang itu kami hanya berbincang-bincang, sedikit ngeres. Menyegarkan memang, apalagi melihat batang kemaluan Tikno yang berdiri tegang dengan bebas, dia sama sekali tidak berusaha menutupi, berbeda dengan Jojon yang ngumpet-ngumpet membetulkan letak kemaluannya. Hihihi.. Walaupun duitku hampir ludes, aku sempat mengorek banyak dari mereka. Dengan gencar bertanya ini itu (mengenai topik-topik yang hanya pantas dibahas oleh orang dewasa), namun berkelit jika ditanya. Well, dari sini aku mendapat pengetahuan yang lumayan, termasuk terminologi seks Indonesia yang tak pernah kudengar sebelumnya.
Aku teringat Donat. Untung Donat sedang nonton TV di ruang lain. Laki-laki yang baik itu tentunya sudah pingsan jika melihat adegan tadi, atau mungkin kabur menjauh. Pernah satu kali aku mengenakan blouse v-neck yang menunjukkan sedikit bukit atas dadaku, dia sampai menelan ludah berkali-kali. Aku berani bertaruh dia tidak pernah menyentuh wanita seumur hidupnya.
Seminggu kemudian. Di suatu hotel di Jakarta
Malam hari di atas ranjang, aku merenungkan Duren yang sedang berbaring di sofa, tidak berselimut atau berbantal. Dia tidak tega meninggalkanku sendiri menginap di hotel. Rencananya dia akan pulang ke rumah orang tuanya sendiri di Jakarta, tapi di menit-menit terakhir dia ingin menjagaku. Kelihatannya dia mengkhawatirkan aku. Besok Riko, cowok yang ganteng itu akan datang menemuiku di hotel ini. Mungkin Duren takut Riko akan datang malam ini juga mengetahui bahwa aku sendirian. Mama memang mempercayakan aku kepada Duren. Mulanya Mama menyuruhku menginap di rumah saudaranya kalau aku ingin jalan-jalan keliling Jakarta tapi aku tidak suka numpang-numpang di rumah orang lain.
Aku tertidur. Tengah malam jam 2 aku terbangun. Aku lihat Duren masih di sofa, sedang berusaha tidurkah? Kasihan dia, tentunya kedinginan. Kupikir dia baik sekali, rela kedinginan dan tidur di sofa, dan tidak sedikitpun keluhan keluar dari mulutnya. Cowokku sendiri tentunya akan protes keras disuruh tidur di sofa.
"Ren, matiin aja AC-nya," aku usul.
Dia bergerak memberi respon. Ternyata dia memang tidak bisa tidur.
"Engga usah Khris, nanti kamu kepanasan."
Aku memang benci kepanasan, dimana-mana aku selalu menyalakan AC.
"Tidurnya enggak nyaman ya?"
"Nggak papa kok."
Setelah kupikir-pikir, akhirnya aku menawarkan dia untuk tidur di sisiku. Tawaranku diterimanya. Duren tidak tidur, aku tahu. Kami berdua tidak bisa tidur. Aku sendiri tidak memikirkan akan kemungkinan yang bisa terjadi. Selama ini aku dekat dengan Duren, kadang-kadang di saat-saat casual aku menempatkan tanganku di pahanya, atau tangannya memegang bahuku. Dia tidak pernah kurang ajar, bahkan setelah kami berjudi bersama minggu lalu. Tapi tiba-tiba kesunyian itu pecah, Duren menindihku, menyerbu leher dan wajahku dengan ciumannya yang bertubi-tubi. Dia mendesah, "Napasmu membuat aku tidak bisa tidur." Ciumannya enak sekali, panas dan penuh bara, terasa lain dari yang pernah kurasakan. Memang aku kaget, tapi setelah kaget itu hilang, aku tidak menolak meskipun tidak juga membalas. Tangannya menyerbu dada, pinggang dan pantatku. Aku merasakan tonjolan keras di celananya menekan-nekan tubuhku. Sshh.. tak tahan aku tidak menyentuhnya, tanganku menyusup ke dalam celana pendeknya dan meremas bagian itu dan melepasnya kembali. Ciumannya turun ke dadaku sambil berusaha menelanjangi bagian itu. "Oh.. jangan Ren, jangan ke sana," aku mempertahankan bajuku sambil menggelinjang geli. Duren berdiri melepas semua baju dan celananya sendiri, lalu tangannya beralih dengan cepat memelorotkan celana pendekku tanpa sempat kucegah. "Ren! tolong jangan lakukan," aku memohon. Ciumannya memang sedap, tapi aku tidak sudi disetubuhinya. Duren kembali mencumbu bagian wajahku.
Aku mulai berpikir. Apa yang sedang kulakukan? Selama ini hanya ada satu pria yang pernah menyetubuhiku. Dia adalah kekasihku sendiri. Setelah mendapatkan hatiku, dia harus berjuang keras berbulan-bulan untuk mendapatkan tubuhku. Lantas, siapa orang di hadapanku ini? Kenal juga baru-baru ini. Tidak bisa! aku menjerit. Ren, pergi kau. Aku tidak sehina itu. Aku dorong tubuhnya kuat-kuat. Kakiku menendang-nendang di udara. Rupanya nafsu Duren yang sudah tinggi mengalahkan segala-galanya. Dengan segenap tenaganya, dia menekan tubuhku, berhasil mengoyakkan celana dalamku dan mengarahkan batang kemaluannya ke arah liang kemaluanku. Belasan kali dia mengarahkan, belasan kali pula aku mengelak. Akhirnya di saat aku lelah, dia keluar sebagai pemenang. Dia menghunjami tubuhku dengan barangnya yang besar. Besar dan panjang sekali. Aku tak berdaya. Hatiku sakit, kewanitaanku perih. Aku hanya memejamkan mata dan menangis. Semenit kemudian, dia berkata, "Jangan khawatir, aku akan bertanggungjawab." Heran, kubuka mataku. Nyatanya dia sudah selesai.
Aku berbaring lama sambil berpikir. Apakah Duren sudah menumpahkan air maninya di dalam tubuhku? Rasanya terlalu cepat. Tapi dia bilang dia akan tanggung jawab? Apa maksudnya? Hah! maksudnya kalau aku hamil? Apaan? Aku tidak mau dinikahinya sekalipun aku hamil. Sekolahnya belum selesai dan kerja pun belum mapan. Suara "Maaf" terdengar sayup-sayup. "You used me," desisku.
Setelah kurasakan tenagaku kembali, aku berdiri, memakai celanaku. Lalu ke dekat pintu memungut sepatuku yang bertumit 10 senti. Bukan tumit lancip yang mampu melubangi kepala Duren, tapi cukup keras untuk membuat tubuhnya biru-biru. Dengan histeris, aku menyerangnya dengan sepatu itu. "Kalau pacarku tau, dia akan terbang ke sini dan menembakmu."
So, inilah permulaan dari segalanya. Pertama kalinya aku mengkhianati kekasihku yang jauh. Berkhianatkah aku? Aku memang sudah berniat meninggalkannya. Ini pula awal aku merubah banyak hal dalam hidupku. Aku memang bertemu Riko di pagi harinya sementara Duren pulang ke rumahnya. Riko.. dia orang yang "lain", tampan dan simpatik, kuakui aku pernah menyukainya. Umurnya sudah 25, punya bisnis sendiri di ITC Roxy Mas. Dua tahun yang lalu dia muncul dalam hidupku dan mendekatiku, tapi harus kujauhi karena Venis telah masuk dulu. Alasan aku menemuinya kali ini adalah memberikan kesempatan untuk membuktikan masih adakah chemistry itu. Akan tetapi, mau apa lagi sekarang? Semangatku sudah putus.
Hari-hariku berikutnya.. aku malu mengakuinya setelah apa yang dilakukannya terhadapku, aku menjalin hubungan yang lebih dekat dan intim bersama Duren. Perbuatan yang tidak bisa kubanggakan. But we had fun together, just for the sex and lust, no love not great sex, but good enough for the time being. Tinggal di atap yang sama. ML di setiap kesempatan datang. Di kamarnya. Di kamarku. Di kamar mandi. Di atap rumah. Di pinggir jalan raya di dalam mobilku. Bahkan di boncengan motornya.
Akibatnya harus kutanggung sendiri. Kami tidak pernah menggunakan protection. Aku ternyata hamil beberapa saat kemudian. Lucky me, aku bisa mendeteksi hal ini awal sekali. Duren sama sekali tidak bertanggung jawab. Dari mana dia punya uang untuk berbuat apa-apa, apalagi dia termasuk penjudi. Pernah terbayang di benakku aku menjadi istrinya, hidup dalam kemiskinan, walaupun mungkin the sex could be great. Untung akal sehatku masih bekerja. Aku mengambil langkah untuk menggugurkan janinku pada tahap kehamilan yang cukup dini. Ini merupakan dosa terbesar dalam hidupku: mengakhiri hidup sebuah janin karena ulahku sendiri.
Bukan itu saja. Duren tidak pernah punya kekasih selulus SMA, kadang- kadang untuk memenuhi kebutuhan biologisnya, dia berhubungan dengan perempuan bayaran di Saritem. Rasa takut akan terhinggap penyakit STD menghantuiku berbulan-bulan setelah perpisahan kami. Akhirnya aku mendapat keberanian untuk ke lab untuk mengecek diri. Hoping for the best and expecting the worst..? no, no, actually, I couldn't even expect anything, I was just hoping and hoping and praying to my god. Bahagia sekali ketika hasil test HIV itu keluar negatif. Sejak insiden itu aku bersumpah kepada diri sendiri bahwa aku tidak akan pernah gegabah lagi.
Semoga cerita di atas bisa dapat menjadi contoh pelajaran buat pembaca. Umm.. gimana ya? nyata atau tidaknya kisah ini adalah rahasiaku sendiri, persis seperti kisah-kisahku yang sebelumnya.. dan yang akan datang, kalau mau menghubungiku melalui email, khususnya cewek cewek yaa! Sampai jumpa di lain cerita.
TAMAT