Cerita Dewasa:
Kakak Kekasihku 02
Sambungan dari bagian 01
Apa yang harus kulakukan? Batinku terus bertanya-tanya. Mataku melihat ke arah jam tanganku, jam 9:40, berarti Maya tidak akan pulang sedikitnya 1 jam dari sekarang. Akhirnya dengan nekad, kudekati kamar Mbak Sylvia dan aku kembali masuk ke kamarnya, saat itu ada perjudian di benakku, jika sedikit kudorong pintu kamar mandinya tetap tertutup berarti Mbak Sylvia tidak menginginkanku, sedangkan jika terbuka berarti Mbak Sylvia memang berharap aku untuk menyentuhnya.
Setelah menarik nafas panjang aku kemudian mendorong pintu kamar mandi Mbak Sylvia. Dan ternyata harapanku terkabul, ternyata kamar mandi tersebut tetap tidak terkunci, dengan sedikit dorongan pintu itupun terbuka. Kembali aku melihat pemandangan yang indah terpampang di hadapanku, Mbak Sylvia masih tetap telanjang dengan tangannya membasuh rambut dan tubuh mulusnya. Ketika melihat aku membuka pintu kamar mandinya, kali ini Mbak Sylvia tidak menutupi toket dan kemaluannya, Mbak Sylvia hanya memandang ke arahku dan kembali membasuh tubuhnya seolah mempertontonkan keindahan tubuhnya dan mengajakku untuk mencumbunya. Aku kembali terdiam terpana seolah lupa akan niat semula, entah apa yang harus kuperbuat.
Tiba-tiba terdengar suara Mbak Sylvia membuyarkan lamunanku.
"Ada apa Rud? Ada telpon lagi? apa mau ikut mandi?" sapanya menggodaku.
Aku tertegun sejenak. "Eee.. boleh ikut mandi Mbak?" kataku takut-takut.
Mbak Sylvia tidak menjawab, dia hanya terseyum sambil membalikkan tubuhnya membelakangiku, seolah ingin mempertontonkan pantatnya yang sangat indah.
"Tapi kunci dulu pintu keluar rumahnya, tadi belum dikunci," kata Mbak Sylvia.
Setengah berlari aku keluar kamar dan mengunci pintu depan rumah tersebut, setelah itu kembali masuk ke kamar mandi Mbak Sylvia. Aku segera membuka seluruh pakaianku dan melemparkannya ke atas tempat tidur Mbak Sylvia. Sementara itu Mbak Sylvia tetap dengan posisinya membelakangiku sambil mempermainkan air yang mengguyur tubuhnya. Perlahan aku menghampirinya, terasa percikan air menerpaku, setelah sangat dekat dengan penuh gairah aku meyentuh pantat Mbak Sylvia, padat dan ranum. Aku mengelusnya sesaat dan kemudian menciuminya. Mbak Sylvia terlihat agak menggerinjal kegelian. "Ih.. Rud.. geli.." katanya. Tapi aku tidak peduli, aku terus mempermainkan lidahku di permukaan pantatnya yang mulus sementara rambut dan kepalaku telah basah oleh air tetap mengalir.
Setelah puas aku kembali mundur dan memandangi tubuh Mbak Sylvia. Mbak Sylvia kemudian menoleh sambil tersenyum menantang. "Kok diem Rud.." katanya. Aku kembali menghampirinya dan dengan segenap perasaan aku memeluknya dari belakang sementara kemaluanku yang telah berdiri tegak menyentuh belahan pantatnya. Nikmat sekali rasanya. Tanganku pun mulai meraba setiap permukaan tubuh Mbak Sylvia yang dapat dijamah, sedangkan lidahku menjilati lehernya yang jenjang. Tanganku kemudian terpaku di toket Mbak Sylvia, terasa lembut dan kenyal, sangat nikmat terasa. Aku segera meremas toket Mbak Sylvia dengan penuh perasaan, sementara tubuh Mbak Sylvia menggerinjal-gerinjal bak penari yang membuat kemaluanku serasa dipermainkan oleh pantat Mbak Sylvia yang terasa hangat. "Oh.. Rud.. terus sayang.. Oohh.." Mbak Sylvia merintih manja sambil tetap meliuk-liukkan tubuhnya sementara tangannya diangkat ke atas, sehingga toketnya semakin terasa nikmat disentuh.
Setelah puas menikmati bagian belakang tubuhnya dengan perlahan aku membalikkan tubuh Mbak Sylvia, sehingga kini dengan jelas terpampanglah keindahan tubuh seorang wanita cantik yang menggerinjal-gerinjal oleh sentuhan lembutku. Aku semakin bernafsu melihatnya, tanganku kembali meremas-remas toketnya sementara mataku dengan liar menelusuri tubuh Mbak Sylvia. Mata Mbak Sylvia memandangku dengan penuh gairah dengan mulut terus merintih merasakan kenikmatan yang kuberikan. "Rud.. ooh.. oohh.." suara itu terdengar berulang-ulang keluar dari mulutnya. Aku semakin bergairah dibuatnya, maka dengan penuh nafsu aku menciumi bibirnya dan melumatnya penuh birahi.
Sementara mulutku melumat bibirnya, lidahku kugunakan untuk menjelajahi rongga mulutnya, lidahku dan lidah Mbak Sylvia saling bersentuhan dengan dahsyatnya. Setelah itu aku menurunkan ciumanku ke arah leher Mbak Sylvia, aku menciuminya dengan penuh nafsu, terus turun dan akhirnya sampai di toketnya. Aku menyedot boba toketnya sementara tangan kananku terus meremas toket yang sebelahnya. "Rudd.. oohh.. terus sayang.. oohh enak sayang.. oohh.." mulut Mbak Sylvia tidak henti-hentinya merintih kenikmatan.
Setelah agak lama, tiba-tiba Mbak Sylvia mengangkat kepalaku sambil berbisik lembut. "Rudd.. masukin sekarang dong.." pintanya. Aku tahu apa maksudnya, maka kudorong tubuhnya menempel ke tembok sementara kedua tanganku meremas pantat Mbak Sylvia. Dan dengan hati-hati kuarahkan kemaluanku ke liang senggamanya. Setelah terasa pas maka dengan hati-hati aku mencoba memasukkan kemaluanku. Terasa agak seret, namun setelah beberapa saat mencoba, kemaluanku mulai memasuki liang kewanitaan Mbak Sylvia. Saat itu tubuh kami terasa sama-sama bergetar. Nikmatnya sangat terasa di sekujur tubuh kami. "Oohh.. Rudd.." rintih Mbak Sylvia. "Sylviaa.. oohh.. nikmat sekali sayaang.." kali ini aku tidak menyebutnya Mbak, karena memang saat itu aku tidak peduli lagi dengan statusku sebagai calon adik iparnya.
Aku terus mengocok kemaluanku di dalam liang kewanitaan Mbak Sylvia yang hangat dan lembut. Otot liang kewanitaannya terasa meremas kemaluanku. Sementara kedua tanganku terus meremas pantat sintalnya sambil menarik ke arahku seirama dengan keluar-masuknya kemaluanku. Saat itu aku baru tahu, ternyata Mbak Sylvia sudah tidak perawan lagi, karena dia terlihat begitu menikmati kemaluanku tanpa sedikitpun ada rasa sakit, padahal kemaluanku telah menghujam sangat dalam.
"Rudd.. kita pindah ke tempat tidur aja ya.. biar lebih enak.." terdengar suara Mbak Sylvia memohon. "Ayo.." jawabku. Dan tanpa menyeka air yang membasahi tubuh, kami berdua berjalan sambil tetap berpelukan ke arah tempat tidur. Setelah sampai, Mbak Sylvia langsung berbaring telungkup mempertontonkan pantatnya yang terlihat semakin menonjol karena posisinya itu. Aku segera menindih tubuh Mbak Sylvia. Dan dari arah pantatnya aku kembali memasukkan kemaluanku ke dalam liang kewanitaannya yang telah basah oleh cairan kental. "Aaahh.." desah Mbak Sylvia saat kemaluanku kembali memasuki liang kewanitaannya. Aku kembali mengocok kemaluanku di dalam liang kewanitaan Mbak Sylvia. Pantatnya terasa lembut menyentuh pahaku. "Sylviaa.. nikmat sekali sayanng.." aku tak kuasa menahan mulutku untuk menggambarkan kenikmatan yang saat itu kurasakan.
Setelah beberapa saat Mbak Sylvia kemudian membalikkan badannya sehingga kemaluanku tercabut dari liang kewanitaannya. Mbak Sylvia kemudian mendorongku sehingga sekarang aku berada di bawahnya. Mbak Sylvia menindihku sambil bibirnya kembali menciumiku dengan liarnya. Setelah itu sambil menahan tubuh dengan tangannya, Mbak Sylvia memasukkan kemaluanku ke dalam liang senggamanya dan tubuhnya terdiam saat kemaluanku telah amblas semuanya. Mbak Sylvia seolah sedang meresapi kenikmatan yang saat itu sedang dirasakannya. Aku kembali meremas toketnya yang menggantung indah di hadapanku.
Setelah beberapa saat Mbak Sylvia kemudian mulai menggerakkan tubuhnya turun naik menekan kemaluanku, matanya terpejam dengan mulut yang sedikit terbuka sambil tak henti-hentinya mendesah menambah nikmatnya suasana saat itu. "Ooohh.. Rudii.." berulang-ulang Mbak Sylvia memanggil namaku. Sedangkan aku tetap meremas toketnya sambil melihat pemandangan indah yang terpampang di depan mata. Tubuh Mbak Sylvia menggerinjal-gerinjal, meliuk-liuk seolah menari-nari di hadapanku. Kemaluanku terasa semakin nikmat merasakan remasan liang kewanitaan dan jepitan pahanya di atas pahaku.
Tiba-tiba tubuh Mbak Sylvia terdiam sejenak, matanya menatap penuh gairah ke arahku, dan sesaat kemudian dengan liarnya Mbak Sylvia memelukku dan tubuhnya menggerinjal-gerinjal dengan kuatnya, liang kewanitaannya terasa semakin meremas-remas kemaluanku. Aku tahu, saat ini Mbak Sylvia pasti sedang mencapai puncak kenikmatannya, maka dengan sekuat tenaga aku meremas pantat Mbak Sylvia dan menekannya ke arah kemaluanku, sehingga kemaluanku semakin dalam menghujam liang kewanitaan Mbak Sylvia. "Rudii.. oohh.." desah Mbak Sylvia. Aku mengikuti irama tubuhnya, sementara kemaluanku pun terasa berdenyut-denyut dengan hebatnya. "Ayo sayaang.." aku membalas desahannya. Dan dengan sekuat tenaga aku menekan kemaluanku ke liang kewanitaannya dan menyemprotlah air spermaku di dalam liang kewanitaannya, sementara tubuh Mbak Sylvia menegang dan pahanya meronta-ronta seolah liang kewanitaannya ingin melumat kemaluanku. Perlahan-lahan tubuhnya mulai diam, sementara kemaluanku tetap tertancap di dalam liang senggamanya.
"Rudii.. enak sekali sayaang.." dari mulutnya terdengar kembali suara desahan Mbak Sylvia.
"Iya sayang.. Mbak juga enak sekali.." jawabku, ementara tanganku tetap mengelus-elus pantat Mbak sylvia yang lembut.
Mbak Sylvia kemudian turun dari tubuhku dan terlentang di sampingku, matanya terpejam.
"Rud.. barusan dikeluarin di dalam ya," tanyanya dengan suara setengah berbisik.
"Iya Mbak.." jawabku pelan.
Mbak Sylvia terdiam. Kemudian turun dari tempat tidur dan berjalan ke kamar mandi. Aku hanya melihat saja, tidak tahu apa yang harus kuperbuat. Aku baru tersadar, bagaimana kalau ternyata saat ini Mbak Sylvia sedang dalam masa suburnya? Aku memang tahu kalau masa subur wanita itu sekitar 14 hari sebelum masa haidnya, tapi hal itu kadang bisa salah. Dan bagaimana kalau hal tersebut terjadi pada Mbak Sylvia? Aku kemudian mengikuti Mbak Sylvia yang kembali mengguyur tubuhnya di bawah shower.
Aku menghampirinya, dan dengan hati-hati kembali kusentuh tubuhnya dan menyabuni seluruh permukaan tubuhnya. Mbak Sylvia hanya diam saja, matanya terpejam. Kami kemudian mandi bersama tanpa berkata-kata. Setelah selesai aku terlebih dahulu keluar kamar mandi, dan berpakaian kembali. Setelah itu Mbak Sylvia masuk sambil mengeringkan tubuhnya dengan handuk. Aku melihat saja tanpa bisa berkata-kata, namun dalam hati aku berkata, "Cantik sekali wanita ini, dan betapa indah tubuhnya."
Mbak Sylvia duduk di kursi depan cermin sambil memandangi bayangan tubuhnya. Aku menghampirinya dan dengan lembut mencium lehernya. "Maapin Rudi Mbak.. Tadi Rudi nggak bisa nahan.. abisnya Mbak enak sih.." aku berbisik di belakang telinganya. Mbak Sylvia hanya tersenyum kecil, cantik sekali. "Ya udah.. mudah-mudahan Mbak nggak hamil.. nanti Mbak beli obat KB aja," ujarnya lirih. "Iya.. Mbak nggak akan hamil kok," kataku menenangkannya. Aku memandang matanya yang sayu di cermin. Sesaat kami berpandangan. Kemudian aku mencium pipinya dan keluar meninggalkan Mbak Sylvia sendirian di kamarnya. Kulihat saat itu telah jam 11 lebih. Aku kembali menonton TV, sementara pikiranku terbang entah ke mana.
Setelah kejadian itu, setiap malam menjelang tidur bayangan indah dan kenikmatan tubuh Mbak Sylvia senantiasa memenuhi pikiranku. Pikiranku selalu dipenuhi khayalan ngentot dengan Mbak Sylvia. Tidak pernah lagi aku membayangkan Maya saat akan tidur. Aku selalu ingat Mbak Sylvia. Namun aku pun dipenuhi rasa takut yang sangat. Takut jika saja Mbak Sylvia hamil olehku. Aku menjadi bingung sekali.
Itulah pengalamanku, setelah kejadian itu aku belum pernah kembali ke rumah Maya. Kami paling hanya berhubungan lewat telepon atau kadang Maya datang ke rumahku. Sementara dengan Mbak Sylvia aku belum bertemu lagi. Aku tidak tahu apakah Mbak Sylvia hamil atau tidak. Dan aku takut untuk menanyakan langsung kepadanya. Rencananya hari lebaran besok, keluarga Maya mau datang ke rumahku, Mbak Sylvia pasti ikut. Aku tidak tahu harus bertanya apa kepadanya. Aku takut. Dan ketika Hari Raya Lebaran itu tiba, disaat saya mendatangi rumah Maya, saya sungguh terkejut sekali ketika dalam suatu kesempatan ketika Maya sedang mandi, Mbak Sylvia berbisik kepadaku, "Rudi, kapan kita mau main lagi?"
TAMAT