Cerita Dewasa:
Keperjakaanku Yang Hilang - 1
20 November '87
Hari itu aku telah kehilangan keperjakaanku! Aku merasa sangat bersalah. Rasa salah itu begitu menghantuiku. Aku telah melakukan suatu perbuatan yang sangat berdosa. Aku tak habis pikir, kenapa aku bisa berbuat itu! Rasanya didikan Bapak Ibuku yang sedemikian ketat tak mampu mencegahku dari kenistaan ini.
Maafkan aku Ibu! Maafkan aku Bapak! Aku telah melalaikan semua nasehatmu! Aku hanya berharap ini adalah yang pertama dan terakhir bagiku!
-oo0oo-
Membaca sepenggal catatan kelam di buku harianku, ingatanku kembali melayang ke masa kurang lebih tiga belas tahun yang lalu dimana pada saat itu aku untuk pertama kalinya mengenal apa yang dinamakan senggama.
Ceritanya begini: Ayahku adalah seorang Kepala Sekolah Dasar dan Ibuku adalah seorang guru di salah satu SMP di Kota P, sebuah kota kecil di wilayah E, Jawa Tengah, jadi bisa dibayangkan betapa ketatnya mereka mendidik anak-anaknya. Itulah keadaanku.
Kurang lebih tiga belas tahun yang lalu saat aku jadi pengangguran setelah gagal mengikuti UMPTN, aku merantau ke Jakarta untuk mencari kerja sambil menunggu kesempatan untuk ikut UMPTN berikutnya. Selama di Jakarta aku menumpang ditempat kontrakan kakakku yang juga masih bujangan, yang saat itu sudah bekerja.
Sekian lama di Jakarta rupanya keberuntungan belum berpihak kepadaku, sehingga akhirnya aku memutuskan untuk pulang kampung. Soalnya kupikir mending jadi pengangguran di kampung sendiri daripada lontang-lantung di kota orang.
"Mas..! Aku besok mau pulang saja ke P", aku minta ijin kakakku malam harinya setelah ia istirahat.
"Lho, ngapain pulang? Kan mending disini dulu, sambil nyari-nyari kerja. Siapa tahu sebentar lagi dapat kerjaan" "Ah enggak enak nganggur terus disini Mas. Mending nganggur di P aja. Banyak temannya. Disini lontang-lantung sendirian enggak enak"
"Ya sudah kalau maumu begitu"
Akhirnya kakakku tidak bisa berbuat banyak dan membiarkan aku pulang ke Kota P keesokan harinya. Siang itu aku sudah berangkat dari Grogol, tempat kontrakkan kakakku ke arah Pulo Gadung untuk pulang kampung dengan bus malam. Akhirnya aku memperoleh bus yang lumayan longgar, karena memang penumpangnya sedikit. Aku memilih bangku yang isi 2 dibelakang dekat pintu belakang. Karena kebetulan tempat itulah yang masih kosong. Lainnya sudah terisi walau cuma satu-satu. Aku tidak ingin duduk dengan orang yang tidak kukenal karena aku memang agak kurang bisa bergaul.
Bus berangkat dari Pulo Gadung dengan banyak bangku yang masih kosong. Begitu sampai Cakung, bus berhenti lagi dan banyak sekali penumpang yang ikut naik. Salah satu yang kebetulan memilih duduk di kursi sebelahku adalah seorang perempuan yang kalau kutaksir mungkin umurnya sekitar 29 tahun-an. Saat itu aku masih baru 19 tahunan. Tubuhnya cukup tinggi untuk ukuran wanita Indonesia yaitu sekitar 160 Cm dengan bobot yang cukup proporsional. Tidak gemuk dan tidak pula terlalu kurus. Kulitnya putih bersih dengan potongan rambut pendek ala Demi Moore. Wajahnya tidak begitu cantik tapi cukup menarik untuk dipandang.
"Di sini masih kosong dik?" tanyanya yang sempat mengagetkanku
"Ooh.. ap.. apa Mbak?"
"Bangku ini masih kosong enggak? Ngelamun ya?", ia mengulangi pertanyaannya sambil tersenyum.
"Oh iya Mbak masih kosong kok!"
"Enggak mengganggu kan kalau aku duduk disini?"
"Oh.. eh.. enggak apa-apa Mbak!"
Akhirnya perempuan itu duduk di sebelahku. Yach, walaupun tidak begitu cantik namun orangnya putih bersih. Dalam hati aku sempat bersorak juga, aku pikir ini mungkin rejeki juga soalnya masih banyak kursi kosong eh, kok perempuan ini malah memilih duduk di kursi paling belakang. Dan dasar aku yang sulit bergaul, aku jadi cuma berani mencuri-curi pandang kearahnya tanpa berani memulai percakapan. Hatiku dag-dig-dug tak karuan soalnya gugup kalau berdekatan dengan perempuan yang belum kukenal.
Rupanya lama-lama perempuan itu tahu juga kalau aku selalu mencuri-curi pandang kearahnya. Karena pas aku lagi melirik kearahnya, tiba-tiba ia menengok kearahku sambil tersenyum. Plos! Aku tak sanggup berkata apa-apa saking gugupnya karena ketahuan telah mencuri-curi pandang.
"Kenapa dik? Ada yang salah dengan diriku?"
"Eh.. oh.. enggak apa-apa kok Mbak", jawabku gugup.
"Lho dari tadi Mbak amati kamu selalu mencuri-curi pandang padaku memangnya kenapa?", ia masih tersenyum.
"Ah, eng.. enggak kok Mbak. Saya memang suka grogi kalau berdekatan dengan wanita yang belum kenal kok Mbak"
"Ooo.. begitu ya. Eh, ngomong-ngomong adik ini mau kemana?"
"Saya mau pulang ke Kota P, Mbak! Nah kalau Mbak sendiri mau kemana?", tanyaku agak berani setelah percakapan mulai terbuka.
"Sama Dik! Saya juga mau ke Kota P, tepatnya ke K. Adik P-nya dimana?" "
Sa.. saya di kotanya Mbak!"
"Kalau di kotanya.. kenal sama Mbak I enggak? Dia itu anaknya Pak S yang jadi Kepala SD di K. Dia juga rumahnya di kota-nya"
"Ooh, Mbak I yang dulu pernah jadi juara bintang radio ya Mbak? Kalau itu sich saya kenal banget, wong itu kakakku yang paling besar kok. Dan dia sekarang malah tinggal di Jakarta ikut suaminya. Sekarang dia ngajar di salah satu SMUN di Halim."
"Ooh jadi adik ini adiknya Mbak I ya? Kok saya dulu waktu main ke rumah Mbak I nggak pernah ketemu Adik?"
Setelah melalui percakapan yang panjang akhirnya aku tahu namanya adalah Mbak Yn dan bekerja di Instansi Keuangan di bilangan Kalibata Jakarta Selatan. Ia kebetulan pada saat itu mau pulang untuk cuti selama dua minggu. Dari percakapan itulah aku juga tahu bahwa ia sudah menjadi janda karena suaminya kawin lagi dan ia memilih cerai dari pada dimadu. Ia berumur 29 tahun saat itu dan sudah memiliki seorang anak perempuan yang baru berumur 5 tahun yang tinggal dengan Bapak Ibunya Mbak Yn di K.
Kami berdua semakin akrab, karena Mbak Yn memang orangnya supel dan pintar bicara. Pada saat ia mengeluarkan kue kering untuk dibagikan padaku, tanpa sengaja tanganku dipegangnya. Badanku mulai gemetar tak tahu apa yang harus kulakukan, sehingga aku tetap memegang tangannya yang halus walaupun kuenya telah kupegang dengan tangan yang satunya. Tanpa sadar kami masih berpegangan tangan untuk beberapa saat dalam kegelapan bus malam yang melaju kencang menembus kegelapan malam.
Tanpa kata-kata kami saling meremas jemari masing-masing dalam kegelapan, karena memang lampu bus telah dimatikan. Hatiku semakin berdebar tak karuan. Apalagi saat kulirik ia juga menengok ke arahku sambil tersenyum. Aku malu sekali, ingin kulepaskan tangannya, tetapi justru ia semakin erat menggenggam jemariku. Bahkan ia menyenderkan tubuhnya ke badanku. Aku semakin gemetar dan panas dingin dibuatnya.
"Dik, kenapa? Kok gemetaran sih?"
"Eh.. oh.. enggak kenapa-kenapa kok Mbak!"
"Memang adik belum pernah punya pacar?"
"Sudah pernah sich Mbak.. cuma cinta monyet. Biasa, cuman surat-suratan waktu SMA dulu", gemeteranku semakin kelihatan dalam suaraku.
"Ooh, makanya gemetaran begini. Mbak ngantuk boleh tidur nyandar bahu adik khan?"
Tanpa menunggu jawaban dariku, Mbak Yn telah menyandarkan kepalanya ke tubuhku. Aku yang duduk di dekat jendela jadi semakin terpojok. Entah disengaja atau tidak pada saat ia menyandarkan tubuhnya ke tubuhku bagian dadanya yang empuk ketat menekan lenganku. Hal ini membuat aku yang belum pernah berdekatan dengan wanita menjadi sangat terangsang. Batang kemaluanku mulai menggeliat bangun dan mengeras yang menimbulkan rasa sakit karena terjepit celana jeans-ku yang ketat. Kemudian tanganku dilingkarkan ke pundaknya dan sekarang ia menyandar di dadaku dengan tangan yang bebas memelukku.
Udara malam yang dingin semakin membuat kami terlena dalam kehangatan saling berpelukan. Apalagi suasana bus yang gelap sangat berpihak pada kami. Tangan Mbak Yn bergerak perlahan menyusur tulang igaku dan bergerak terus ke atas ke bawah. Aku yang merasa kegelian dan terangsang bercampur aduk jadi satu menjadi sesak napasku. Ia terus menggerakkan tangannya sampai akhirnya ia pun memegang tanganku yang satunya dan dibimbingnya ke arah dadanya. Dengan rasa penasaran dan takut kubiarkan saja apa yang dilakukannya. Aku membiarkan saja tanganku dibimbing kearah dadanya yang kalau kulihat dari kaus yang dikenakannya besarnya sedang. Begitu menyentuh tonjolan bukit yang membusung di balik kaos Mbak Yn, tanganku ditekannya. Aku mengikuti saja apa yang dilakukan oleh Mbak Yn. Karena belum tahu apa yang musti dilakukan dalam menghadapi situasi semacam ini, tanganku hanya bergerak menekan-nekan seperti apa yang dibimbing Mbak Yn tadi.
Sementara itu tangan Mbak Yn sudah mulai berpindah. Sekarang tangannya mengelus lututku kearah atas dan balik lagi ke bawah sehingga membuat batang kemaluanku yang kencang menjadi semakin sakit karena terjepit celanaku yang ketat. Aku menggeser kakiku untuk memperbaiki posisi batang kemaluanku yang terjepit celana dangan merenggangkan kedua kakiku agak terbuka. Hal ini membuat tangan Mbak Yn semakin leluasa bergerak menyusur pahaku di bagian dalam hingga ke selangkanganku dan menekannya dengan lembut begitu tangannya berada diatas bagian celanaku yang menonjol. Napasku semakin sesak mendapat perlakuan yang seumur hidupku baru kurasakan ini. Apalagi kemudian tangan Mbak Yn seolah-olah memijat dan meremas batang kemaluanku yang sudah sangat kencang dari luar celana jeans-ku. Sementara tanganku tanpa sadar sudah mulai meremas-remas kedua bukit toket Mbak Yn bergantian dengan gemasnya.
"Sekarang sabuk Adik dilonggarkan", bisik Mbak Yn.
"Ken.. kenapa Mbak?" bisikku kaget.
"Kalau kencang begini kan ini-nya bisa kesakitan", kata Mbak Yn sambil menekan batang kemaluanku dari luar.
Seperti kerbau dicucuk hidungnya aku menurut saja apa yang dikatakan Mbak Yn. Kulonggarkan sabukku dan duduk dengan posisi seperti semula. Aku yang semula penakut sekarang menjadi lebih berani. Dengan tabah kutelusupkan tanganku kedalam kaos Mbak Yn lewat bawah, kemudian merayap mengelus perutnya yang halus ke atas dan terus keatas hingga berhenti diatas bra Mbak Yn yang lembut. Tangan Mbak Yn bergerak ke balik punggungnya dan tiba-tiba kurasakan kain penutup bukit toket Mbak Yn jadi longgar. Rupanya tadi Mbak Yn membuka kait bra-nya yang ada di belakang. Aku jadi leluasa bergerak meremas dan mengelus kedua bukit toketnya yang kenyal dan halus silih berganti. Serasa mendapat mainan baru aku dengan gemas dan antusias meremas, mengelus dan meraba-raba kedua tonjolan bukit toket Mbak Yn yang kenyal dan halus itu.
"Mmhh", napas Mbak Yn kudengar mulai memburu saat dengan gemas boba toketnya yang mulai mengeras itu kupelintir dengan jepitan telunjuk dan ibu jariku.
Lalu aku sendiri merasakan sekarang tangan Mbak Yn mulai menarik ritsluiting celana jeans-ku dan menyusupkan tangannya kebalik CD-ku. Napasku tertahan dan badanku semakin panas dingin saat tangan Mbak Yn yang lembut mulai menyelusup ke dalam CD-ku dan mengusap rambut yang tumbuh disekitar kemaluanku. Tanganku semakin liar meremas dan meraba kedua bukit kembar di dada Mbak Yn, ketika kurasakan ada sesuatu yang meledak-ledak dan mendorong dibawah pusarku karena tangan Mbak Yn yang hangat dan lembut kini sudah mulai mengusap dan meremas batang kemaluanku dengan lembut.
Ke bagian 2