Cerita Dewasa:
Arisan Syahwat - 6
Dari bagian 5
"Ampuunn.. Tatii... amppuunn.. bibir kamu enak bangeett... belum pernah aa.. kk.. akuu dapat bibir macam inii..." sambil menggelinjang-gelinjang Pak Hermawan menahan derita birahi syahwatnya.
Dia remasi tepian jok sofa Grand Hayyat yang mewah itu. Terkadang pinggulnya menyentak menahan serangan geli syahwat yang tak terhingga. Dia juga mengayun-ayunkan pantatnya maju mundur mendorong kemaluannya mengentot mulutku. Aku semakin melayang dalam badai birahi yang melanda diriku. Seluruh tubuhku serasa dijangkiti peka nafsuku yang berkobar. Senggolan-senggolan kecil pada setiap organ tubuhku dengan bagian tubuh Pak Hermawan sepertinya merangsang dan memberikan kenikmatan tak terhingga.
Saraf-saraf peka pada ujung lidahku memberikan kenikmatan jilatan pada semua bagian yang bisa kugapai dengan lidahku ini. Aku menyertai seruputan bibir setiap lidah melata pada centi demi senti dari bijih pelir hingga sepanjang batang kontol Pak Hermawan.
Entotan maju mundur pantat Pak Hermawan semakin keras dan cepat. Pasti dia sedang mengayuh deras mengejar kepuasan puncak syahwatnya. Kontolnya semakin membengkak dan mengeras. Aku yakin spermanya tengah menjalari urat-uratnya untuk meletup muncrat.
Mulutnya kembali meracau,
"Lontekuu.. pelacur murahann.. anjing penjilat jalanan.. ayyoo.. puas-puasi yyaa.. biar kamu puasi menjilati kontol yaa.. kontolku enak khann..? Kontolku gede dan nikmatt yaa..?! Ayyoo.. Tattii cabokuu.. anjingku.. lonte jalanankuu.. jilati teruzz..".
Aku sudah dalam keadaan 'trance' nikmat. Mataku tengah membeliak meninggalkan putihnya. Aku melayang dalam topan badai birahiku. Segala umpatan, hinaan dan racau Pak Hermawan sepertinya menjadi bumbu masak penyedap yang membuat kenikmatan selingkuh dan ingkar janji pada suami ini semakin demikian nikmat rasanya.
"Aarrcchh.. Tattii, Tatii... Tatii.. Tattii..."
Direnggutnya kepalaku, ditariknya rambutku. Rasa pedih pada kulit kepalaku menyertai muncratnya air mani Pak Hermawan yang panas tumpah ke rongga mulutku. Tak pernah ingin aku menerima tumpahan air mani Mas Pardi suamiku, kini justru dari Pak Hermawan mengalir deras memenuhi mulutku.
Begitu usai menyemprotkan cadangan spermanya Pak Hermawan langsung rubuh lelah kemudian merosot dari sofa ke lantai. Terdengar nafasnya yang ngos-ngosan sambil berbisik,
"Maafin saya Tati.. Omongan tadi sangat kasar yaa..".
Aku malahan tersenyum sambil tanganku meraih dagunya dan mengelusinya,
"Nggak apa-apa, Pak. Aku mengerti kok..."
Tanganku meraba turun dan menangkap kontolnya yang nampak masih lunglai. Jari-jariku memilin pelan. Mengusap-usap sperma kental yang masih melumurinya. Terus terang aku sangat berharap kontol gede dan panjang itu kembali tegang dan mengaduk-aduk memekku. Aku sudah nggak sabar menantikan gesekan-gesekan pada dinding-dinding memekku. Pak Hermawan tahu.
Akhirnya dia berdiri dan mengajak aku ke ranjang. Kami langsung rebah dalam pagutan. Dan kurasakan pelan tetapi pasti kemaluannya mulai kembali menegang.
Aku lumat habis bibir dan lidahnya. Kusedoti ludahnya sambil tanganku meremasi punggung kemudian pentil dadanya yang berbulu itu. Hasilnya langsung kurasakan, kontol Pak Hermawan semakin menegang dan keras kembali. Kini kutuntun tubuhnya untuk naik dan menindih tubuhku. Aku eratkan pagutanku agar semangat syahwatnya kembali seutuhnya. Dan OK!
Sesudah beberapa saat kebuasan Pak Hermawan mulai kurasakan kembali. Kata-kata kasarnya mulai terdengar,
"Ayo anjing. Kamu nungging.. Aku jilati pantatmu yaa..." sambil mendorong tubuhku agar tengkurap kemudian mengangkat pantatku hingga aku nungging. Aku rasakan lidahnya menjalari bukit bokongku. Dia menjilat-jilat hingga mendekat ke lubang analku. Geli rasanya sangat tak tertahankan. Aku mendesis kenikmatan. Sekali lagi ini benar-benar tak pernah kubayangkan bahwa lelaki yang sangat kalem dan berwibawa itu kini berada dipantatku. Lidahnya sedang mejilati lubang taiku. Antara tersanjung dan terbakar birahiku aku mendesis hebat,
"Oochh.. Paakk.. Enak bangett.. Terus Paakk.."
Aku kelojotan namun tak bisa bergerak banyak karena dekapan Pak Hermawan pada kedua pahaku demikian ketatnya. Sesudah puas menjilati lubang pantatku tiba-tiba Pak Hermawan menarik balik wajahku. Dia kini telentang dengan mengangkat kakinya melipat ke dadanya sehingga posisi pantatnya terbuka.
"Ayoo gantian jilat anjing... jilat pantatku pelacurr.. jilatt..."
Sambil tangannya dengan kasar meraih rambutku dan menariknya hingga mukaku terbenam ke belahan pantatnya. Aku hampir muntah saat mengendus aroma pantatnya, namun tak bisa aku mengelakinya. Pantat itu benar-benar menelan wajahku dan memaksa aku untuk menciumnya. Sungguh tak terbayangkan sebelumnya bahwa aku akan menerima perlakuan nafsu syahwat macam ini. Aku berontak mati-matian menolaknya.
Namun aku kalah kuat. Bahkan untuk meringkus aku dia lantas bangkit dan membanting aku agar telentang di ranjang. Dia tekan tubuh dan tanganku untuk kemudian dia bergerak dan duduk di wajahku. Tepat lubang duburnya berada pada bibirku.
"Ayoo anjing kamu.. jilaatt.. ciumi pantatku.. jilat lubang anusnya yaa..." sambil menarik-narik rambutku hingga pedih rasanya. Kembali aku dijadikan budak nafsunya. Aku tak mampu berontak. Dia terus menekan aku walaupun aku hampir pingsan karena rasa mual yang menimpaku.
Namun ternyata itu hanyalah proses.
'Kebudakan'ku bangkit untuk menikmati dominasi tuannya. Aku bisa mengatasi rasa mualku. Bahkan akhirnyapun aku merasakan kenikmatannya. Lidahku merasakan betapa alus bibir anal ini. Kerumunan rambut analnya yang lebat kusedot dan kuisep-isep. Dan saat aku mendesakinya untuk masuk lebih dalam lagi kurasakan sepat-sepat yang sangat nikmat di lidahku. Akhirnya pula dengan penuh rakus aku melumat-lumat lubang anus Pak Hermawan.
"Aa.. dduuhh.. enak Tattii.. Lidahmu enak banget menjilati lubang taiku.. Tattii teruss ya sayaanngg.. Jilat lagi bulu-bulunya yaa.. Ciumi yaa..." rintih dan racau mulut Pak Hermawan terus berkepanjangan.
Hingga akhirnya kembali dia ingin menumpahkan syahwatnya padaku. Dia renggut kepalaku dan menggeser dan mendorong aku hingga aku telentang. Tubuhnya menindih tubuhku. Tangannya menyeruak dan melebarkan selangkanganku. Kemaluannya dengan pasti diarahkan ke liang memekku. Pak Hermawan sangat bernafsu untuk ngentot memekku.
Hanya dengan desakan-desakkan kecil akhirnya kemaluannya menembusi kemaluanku. Lingkaran batangnya sangat menyesaki rongga memekku. Aku merinding merasakan nikmat yang tak terhingga. Kenikmatan yang tak mungkin aku dapatkan dari Mas Pardi suamiku.
Pak Hermawan mulai mengentot dan memompa. Mulutnya melumati buah dadaku dan menggigir pentil-pentilnya. Aku terlontar dalan kenikmatan ke awang-awang. Rasanya seperti terbang ke angkasa tanpa batas. Aku juga mulai menggoyang pantatku mengimbangi dan mengatasi rasa gatal birahi pada dinding-dinding memekku. Aku rasakan kini bahwa Pak Hermawan ingin memuaskan kehausan libidoku. Lumatannya menggeser ke ketiakku. Aku memang sangat tak mampu menahan rangsangan dari ciuman dan isepan pada ketiakku. Aku langsung kelimpungan saat kurasakan betapa sedotan disertai gigitan kecil merambahi ketiakku. Badai birahiku langsung menggolak aku kembali 'trance'.
Tak kurasakan lagi betapa lelahnya mengimbangi pompaan Pak Hermawan. Isepan dan sedotan pada ketiak membuat orgasmeku mendekat dengan cepat. Kurasakan memekku mengalirkan dengan deras cairan birahiku. Aku mengeos menderita oleh kocokkan kemaluan Pak Hermawan. Kini aku yang ganti merengguk kepalanya. Kuremas rambutnya hinga pedih. Dan sepertinya serigala yang kebingungan untuk melepaskan raunganya tanganku berpindah meremas punggungnya. Dan saat-saat orgasme itu merambati saraf-sarafku tanpa ragu aku menghujamkan kukuku ke punggung Pak Hermawan. Aku tak mampu bertahan lagi. Dengan teriakan histeris aku melengking,
"Aacchh.. aadd.. duuhh enak bangett.. Pakk.. Enak banget kontol Bapaakk.. Teruss Paakk..." sambil pinggul dan pantatku bergoyang histeris tak keruan. Aku mengangkat-angkat pantatku tinggi-tinggi menjemputi kemaluan Pak Hermawan agar menusukku lebih dalam lagi ke rahim memekku. Dan...
"Ammppuunn.. Pak Heerr.. Aamppunn..." tanganku menghunjam keras menusukkan kukuku ke daging punggung Pak Herman menyertai pelepasan orgasmeku. Kuhentak-hentakkan kepala dan rambutku awut-awutan. Keringatku mengucur deras di ruang AC dingin ini. Aku merasakan kenikmatan tak terhingga saat kurasakan nikmat itu menjalar menelusuri saraf-saraf birahi di seputar selangkanganku.
"Ammppuunn.. Pak Hermawann.."
Rupanya Pak Hermawan belum juga mendapatkan kepuasan puncaknya. Dia kencengin pompaannya sambil meracau entah apa. Yang kurasakan kini betapa pedih sesudah orgasme masih mendapatkan tusukkan-tusukkan kemaluan sesak punya Pak Her ini. Aku begitu lelah. Aku tak mampu lagi menggoyang untuk membantu Pak Hermawan. Namun ternyata itu tak menghalangai ejakulasinya. Bagai singa lapar dia berteriak menyertai muncratnya air maninya di liang memekku. Kurasakan cairan panas tumpah menyembur rongga kemaluanku.
Ke bagian 7