Cerita Dewasa:
Kevin Demonic 2: Blood Sugar Sex Magic - 5
Dari bagian 4
Ekspresinya sangat memancing birahiku yang sudah mulai meluap seiring pengaruh alkohol dan daun ganja yang telah bersarang dalam tubuhku. Pertama-tama dia melepaskan kaos ketat berwarna biru tua yang dikenakannya. Sepasang buah dada yang besar dan montok terlihat agak meluber diremas bra berwarna perak yang dikenakannya.
Rani menggunakan tangannya membelai lekuk-lekuk tubuhnya seolah tangan itu milik seorang pria yang penuh nafsu menjelajahi tubuhnya. Beberapa kali dia meremas dan mengelus sapasang bukit kenyal miliknya yang membuatku menelan ludah. Kemudian Rani segera mencopot celana bahan yang ketat mengikuti lekuk tubuhnya hingga celana dalam berwarna perak berenda miliknya tampak menarik perhatian karena terdapat bagian yang agak 'tebal' tepat diantara kedua pahanya.
Sepasang paha yang kencang dan betis yang cukup bagus itu bergerak tak kalah erotisnya dengan gerakan angannya. Aku merasa ngilu menahan ereksi akibat pemandangan yang sangat 'panas' di depan mataku. Tidak sabar aku menantikan melihat Rani tanpa dibalut sehelai benangpun (bukankah para pembaca-pun demikian?-penulis).
Erwin terlihat begitu terangsangnya hingga beberapa kali tangannya membelai dan menyentuh tubuh indah yang meliuk pasrah di depannya. Rani menjelajahi seluruh bagian meja itu dengan berbagai gerakan erotis yang tidak pernah kubayangkan sebelumnya. Suatu ketika dia berdiri agak membungkuk dan mengarahkan bokongnya ke arahku, kemudian dia goyangkan pinggulnya hingga sepasang bukit kencang di bagian belakangnya itu bergetar dahsyat seolah menantangku.
Kemudian dia duduk seperti bersimpuh lalu menggerakan pinggulnya maju-mundur-keatas-kebawah bagai sedang duduk diatas pangkuan seorang pria yang bersenggama dengannya. Semua gerakannya itu membuat bubuk putih yang tadinya tersebar di permukaan kaca meja itu tampak 'mengotori' tubuhnya. Paha, pantat hingga kakinya terlihat putih karena dia sempat berjalan, duduk dan berguling diatas bubuk Heroin itu. Hal itu malah membuat Felix dan Erwin makin menggila.
Ketika Rani menggerakan pinggulnya, Erwin sempat menghirup Heroin yang menempel di bagian pinggulnya lalu menjilat sisa-sisa bubuk itu di bagian paha Rani. Rani kemudian menjulurkan kakinya ke arah Felix, dan Felix segera menyambutnya dengan menjilat dan menghisap bubuk-bubuk putih yang menempel pada betis, tumit hingga ujung jari-jari kaki Rani yang begitu lentik dan bagus itu.
Kita semua dalam keadaan yang begitu 'fly' hingga membiarkan nafsu dan naluri syahwat saja yang mengendalikan segalanya. Rani kemudian berdiri kembali dan kedua tangannya telah bersiap untuk membuka bra-nya ketika pesawat interkom yang terletak di sebelah pintu ruangan itu berbunyi. Deringnya terdengar pelan namun cukup membuat Rani mengurungkan niatnya membuka bra. Felix segera menjawab interkom itu sambil menyumpah menggerutu karena 'kesenangan' kita terganggu.
Tidak terdengar pembicaraan Felix namun tampangnya terlihat cukup serius sementara Rani terus saja meliuk-liukan tubuhnya diatas meja. Erwin sendiri kelihatan sibuk mengumpulkan sisa-sisa bubuk yang tersebar diatas meja lalu dihirup semuanya dengan alat penghisap yang sejak tadi selalu berada ditangannya. Begitu selesai dengan pembicaraannya di interkom, wajah Felix tampak agak serius dan dia kemudian mematikan TV dan musik karaoke dalam ruangan itu lalu berkata padaku.
"Sorry nih Kev, ada sedikit gangguan tapi sepertinya kita malah bisa dapat tambahan hiburan".
Felix kemudian menjelaskan kalau dibawah, anak buahnya baru saja mendapati ada pengedar ekstasi yang transaksi di diskotiknya. Felix menjelaskan kalau dia paling tidak suka apabila ditempat yang dikelolanya itu beredar 'barang' dari luar yang bukan miliknya.
"Tikus-tikus bangsat itu bisa bikin gua jadi 'TO' petugas soalnya gaya mereka jualan kayak kaki lima aja".
Felix juga menjelaskan kalau dia telah memiliki sistim yang rapi dalam melakukan transaksi di tempatnya itu dan pengedar-pengedar 'partikelir' dari luar itu bisa membuat tempatnya rawan dari penciuman aparat. Disamping itu jelas bahwa dia tidak mau disaingi di 'kandangnya' sendiri.
"Mereka datang kayak laron aja ngerubungin lampu, nggak kapok-kapok juga," ujarnya jengkel seraya memberi isyarat pada Rani untuk segera mengenakan busananya lagi.
Kesal juga tidak sempat menikmati Rani menuntaskan tariannya itu tapi apa boleh buat sepertinya keadaan memang tidak mendukung untuk itu. Sesaat kemudian pengedar malang itu dibawa paksa memasuki ruangan kami. Ternyata mereka ada dua orang (pria dan wanita). Yang pria bertubuh tinggi-kurus berusia sekitar 25 tahunan dan yang wanita berbadan sedang dengan wajah yang cukup manis berusia kira-kira sama dengan pasangannya. Keduanya tampak ketakutan dan menundukan kepala mereka begitu dipaksa berlutut di depan Felix. Hans bersama 2 orang anak buah Felix yang lain memegangi kedua orang itu.
"Jadi ini dia yang suka nyuri lahan gua di sini?" ujar Felix dengan nada suara yang tinggi.
Dengan kasar Hans menjambak rambut si pria hingga wajahnya mendongak ke arah Felix.
"A.. Aa.. Ampun boss.. Gua baru kali ini aja kesini," kata si pria dengan gemetar.
Terlihat mata kanannya lebam dan hidungnya berdarah. Rupanya sebelum dibawa kemari dia sempat 'dikerjai' oleh Hans dan yang lainnya.
"Monyet lu!! gua bukan boss lu. Justru gua mau tanya barang-barang ini siapa punya? Siapa boss lu?" kata Felix kasar seraya memperlihatkan bungkusan 'paket' hasil sitaannya itu.
"Maaf 'ko. Gua nggak tahu kalau.." belum sempat dia menyelesaikan ucapannya, sebuah bogem mentah Erwin mendarat di pipinya hingga dia tersungkur di lantai.
"Emang dia engko' lu!" kata Erwin sambil menjambak rambut pria tadi dan menariknya agar kembali berlutut di depan Felix.
"Jawab! Siapa yang suruh elo jual disini?" kata Felix sambil menarik kerah baju pria itu.
Sepertinya dia sudah mulai kehilangan kesabarannya.
"Ampun.. Barang itu gua beli dari orang yang enggak gua kenal," kata pria itu dengan nada suara yang memelas.
Saat itu teman wanitanya hanya bisa menangis terisak-isak dengan badan gemetaran.
"Boss.. Yang laki-laki baru kali ini aku lihat. Tapi yang perempuan ini sudah beberapa kali ke sini," kata Hans menimpali dengan suaranya yang berat.
"Mungkin dia sudah lebih dulu jualan disini tapi baru sekarang ketahuan," katanya lagi.
Felix kemudian beranjak ke arah wanita itu lalu mengangkat dagu wanita itu dengan tangannya lalu berkata dengan sinis.
"Eh.. Gua nggak peduli elo mau kesini jual diri atau mau jadi perek tapi gua paling nggak suka sama orang yang jual barang begini seenaknya!".
Wanita itu tidak berani menjawab dan dari matanya tergambar perasaan takut yang begitu besar hingga bibirnya bergerak-gerak gemetaran. Felix kemudian dengan kasar menjambak rambut wanita itu untuk memaksanya berdiri lalu menamparnya.
"Sekarang begini aja. Elo nggak mau ngaku kan kalau elo sudah sering jualan disini? Berarti selama ini elu kemari cuma mau jual diri aja. Gua mau tanya. Elu laku ya disini?" kata Felix sambil kembali mengayunkan tangannya menampar pipi wanita itu yang sudah merah akibat tamparannya sebelumnya.
"Plak!!" tamparan itu makin membuat wanita itu terisak-isak mengeluarkan airmata.
"Dasar pelacur! Telanjangin aja lix!" seru Erwin sambil matanya menatap 'menggerayangi' tubuh wanita itu.
"Gua suruh anak buah gua. Yang telanjangin elo terus 'make' lu rame-rame atau elu buka sendiri baju lo," perintah Felix dijawab oleh teman prianya yang memohon ampun padanya.
"Ampun.. Jangan ganggu dia. Gua minta ampun," pria itu memohon dengan tangan seperti menyembah.
"Duk!!" sebuah tendangan keras dari Hans ke arah ulu hatinya membuat pria itu tersungkur kembali ke lantai.
Hans kemudian menginjakkan kakinya ke punggung pria malang itu hingga sama sekali tidak mampu bergerak lagi.
"Orang kayak lu musti dikasih pelajaran dulu baru kapok!!" kata Erwin yang terlihat makin lepas kendali karena sudah sangat 'fly'. Aku mesih tetap duduk dengan tenang diatas sofa sambil menikmati minuman sedangkan Rani duduk bersandar padaku sambil menciumi dada dan leherku. Sepertinya dia lakukan itu karena tidak mau melihat kekerasan yang terjadi diruangan itu.
"Nama kamu siapa?" tanya Felix pada wanita itu.
"Lily," jawabnya dengan suara gemetar.
Wajahnya tampak pucat bagai kertas karena dilanda ketakutan.
"Oke deh ini terakhir kali gua minta. Elo buka baju sendiri atau gua suruh anak buah gua yang nelanjangin lo terus perkosa lo rame-rame," kata Felix sambil membentak.
Wanita bernama Lily itu ragu-ragu. Ssejenak dia melemparkan pandangannya ke arah Hans dan dua temannya yang berwajah sangar lalu dengan perlahan dan gugup dia mulai melepaskan pakaiannya satu persatu. Dengan tangan gemetar dia lepaskan kaos ketat lengan panjangnya, lalu ikat punggangnya, kemudian sepatunya lalu membuka kancing celana jins-nya. Lily memiliki toket yang tidak besar namun masih cukup kencang terlihat padat terbungkus bra warna krem yang dikenakannya.
Gerakannya terhenti sejenak ketika hendak melepaskan celana jins-nya. Dia seperti menatap Felix meminta 'keringanan hukuman' namun tatapan dingin Felix membuatnya mencopot celana panjangnya itu hingga menyisakan pakaian dalam saja yang menutupi bagian-bagian vital tubuhnya. Sesaat kemudian dihadapan kami telah berdiri seorang wanita malang dengan tubuh polos tanpa dibalut sehelai benangpun. Aku sempat menelan ludah melihat kemolekan tubuh Lily walaupun dalam beberapa 'hal' tidak seindah Rani namun cukup menuntaskan keinginanku untuk menikmati strip-tease walaupun tanpa tarian namun cukup membangkitkan birahiku. Sepertinya ada kenikmatan tersendiri melihat wanita menelanjangi dirinya dalam keadaan terpaksa diluar kehendaknya. Ekspresi takut bercampur pasrah membuat Lily betul-betul menjadi obyek sex yang luar biasa menarik.
Yang jelas dalam ruangan itu yang paling tertarik adalah Erwin yang segera bereaksi dengan menarik tubuh Lily dan menghempaskannya tanpa ampun ke atas meja yang sebelumnya menjadi 'arena' strip-tease-nya Rani. Lily yang juga adalah warga keturunan itu memiliki tubuh lebih terang dari Rani. Tubuh telanjang berwarna putih susu kepucatan itu terlentang tepat diatas meja di depanku. Secara otomatis kedua tangannya berusaha menutupi dada dan kemaluannya yang rimbun itu.
Erwin yang sudah sangat terangsang segera menyambar botol Gordon Blue dan menyiramkan isinya ke atas tubuh pasrah tidak berdaya itu. Felix segera memerintahkan Hans dan dua temannya untuk keluar dari ruangan membawa pria malang yang tidak sanggup berbuat apa-apa menyaksikan pasangannya yang akan 'digarap' oleh Erwin.
"Giman Kev, asyik juga kan nonton strip-tease dua babak," kata Felix enteng sambil tertawa melihat perbuatan Erwin yang makin menggila itu.
"Elu diam aja dan jangan melawan atau cowok lu gua matiin," kata Erwin membentak Lily yang mengadakan perlawanan.
Ke bagian 6
Kk