Cerita Dewasa:
Sperma Lelaki Lain di Celana Dalam Istriku � 1
Begitu turun kapal di pagi hari di Tanjung Priok, Giman tetangga sebelahku telah menungguku. Dia menggelandangku untuk mampir makan di Saiyo Bundo warung Padang kesukaanku tidak jauh dari dermaga. Sembari makan dengan rakusnya, dengan penuh antusias dia menceritakan bahwa beberapa hari terakhir ini dia melihat dengan perasaan curiga. Seorang lelaki, usianya sekitar 52 tahun, 15 tahun lebih tua dari aku, selama minggu-minggu terakhir ini, setiap dini hari termasuk tadi pagi, sekitar pukul 5, nampak keluar dari rumahku. Dia curiga istriku pasti telah berselingkuh dengan lelaki itu.
Mendengar omongan Giman teman akrab dan tetanggaku yang tak pernah kuragukan jujur dan tanpa pamrihnya sepertinya aku sangat terpukul. Shock. Aku limbung. Jiwaku sungguh-sungguh tergoncang. Aku jadi merasa kecil, disepelekan, diabaikan, dikalahkan, dihina, ditinggalkan. Martabat dan harga diriku dihancurkan, diluluh lantakkan.
Langsung terbayang di mataku. Seorang lelaki tua seumur bapaknya menggauli dia, Warni istriku yang baru berusia 28 tahun itu. Mungkin lelaki tua yang kekar berotot sebagaimana yang sering diinginkan Warni padaku agar banyak berolah raga supaya tubuhku kekar berotot. Lelaki tua itu bercumbu, berasyik masyuk melepaskan syahwat birahinya pada istriku.
Terbayang bagaimana istriku yang sangat mendambakan lelaki berotot menggigiti dadanya yang gempal penuh otot dengan sepenuh gairah birahinya. Tentu Warni mendesak-desakkan pantatnya, sebagaimana yang dia lakukan padaku juga, yang tak sabar menunggu kontol lelaki itu menembusi memeknya. Dan kubayangkan pula bagaimana Warni mendesah atau merintih saat menerima tusukkan kontol Pak tua itu di kemaluannya.
Aku paham ke-liar-an Warni saat orgasmenya datang menyerbu. Kubayangkan dia bergelinjang sambil menggeliat-geliatkan pinggulnya untuk menahan gatal syahwatnya. Saat dorongan ejakulasinya mendesak-desak untuk muncrat dari lubang memeknya, tangan-tangannya pasti akan mencengkeram atau mencakar punggung Pak tua itu hingga membuatnya luka dan mengeluarkan darah.
Bayangan-bayangan diatas semakin membuat aku sebagai lelaki atau sebagai suami yang tak ada artinya. Aku sepenuhnya menjadi pecundang yang akan melata terseok-seok di tanah.
Tetapi aneh.. Dan mengherankan. Kenapa bayangan pada Warni istriku telah membuat aku demikian tercampak itu tidak juga membakar rasa cemburuku. Ada lelaki lain hadir yang selalu berasyik masyuk dengan istriku saat aku berlayar di tengah lautan. Aku yang berlayar demi kehidupan perkawinan dan masa depanku bersama Warni yang telah 5 tahun ini kunikahi.
Aku memang merasa terbakar atau terpanggang hidup-hidup. Aku seakan telah menggeliat-geliat tanpa mampu menghindarkan panasnya rasa amarah, tetapi bukan cemburu. Bahkan kemaluanku mengeras. Kontolku ngaceng tegak mendorong dalam celanaku. Benarkah terjadi? Mungkinkah pukulan itu langsung merubah kepribadianku? Merubah oreientasi seksualku?
Ah, aku harus menyangsikan cerita Giman ini? Apa dia tak salah lihat? Bukankah Warni selalu menunjukkan cinta dan kesetiaannya padaku selama ini? Walaupun tetangga sebelahku ini kuyakini sebagai orang yang paling jujur dan baik, aku tidak boleh begitu saja percaya pada ceritanya. Sebaiknya aku lekas pulang. Aku harus menyaksikannya sendiri.
Warni nampak terkejut saat aku muncul di pintu. Memang seharusnya aku belum pulang. Tetapi karena kapalku harus mengisi bahan bakar maka aku bisa pulang ke rumah. Aku tidak menunjukkan kecurigaan apa-apa saat ketemu istriku. Aku merangkulnya dengan hangat sambil mencium jidadnya. Demikian pula Warni. Dia menyambutku dengan penuh rindu. Ia cium pipiku dan kemudian merembet ke bibirku. Dia melumat kumis dan bibirku. Kami berasyik bertukar lidah dan ludah. Aku sempat meremas kecil toketnya yang masih 'getas' itu. Sesungguhnyalah istriku Warni adalah perempuan yang sangat cantik.
Tampilan Warni sangatlah menggemaskan mata para lelaki. Aku harus menyisihkan banyak saingan saat aku melamarnya. Di lingkungan desanya Warni adalah kembangnya. Kecantikan Warni sering jadi bahan omongan para lelaki baik yang masih bujangan maupun yang sudah beranak pinak.
Menurut pendapatku kecantikan Warni adalah jenis kecantikan alami yang mudah membangkitkan syahwat. Tubuhnya padat dan kencang. Dengan ukuran tubuhnya yang sedang saja mepakai baju apapun Warni akan terlihat luwes dan pantes. Bibirnya, lehernya, anak-anak rambutnya pada tengkuk atau jidad, dadanya yang bidang dengan buah dada yang hhuuhh.. Sungguh membuat kontol lelaki langsung ngaceng ingin merasai nikmat legit memeknya.
Pinggul dan pantatnya sangat serasi saat berjalan, membungkuk ataupun duduk. Dan melihat Warni saat melenggang di jalanan sepertinya orang Jawa bilang 'macam luwe' atau harimau yang lapar. Langkah-langkah kakinya saat bergerak maju yang diikuti oleh ayunan pinggul dan pantatnya serta lenggang lengan serta ayunan bahu.. Wwoow.. Aku tak mampu menceritakan keserasian yang sarat dengan pandangan birahiku.
Dan kenyataan yang lebih hebat lagi, Warni seperti kuda liar yang binal setiap melayani aku di ranjang. Dia selalu nampak haus dan menunggu belaianku. Warni termasuk perempuan yang tak mudah dipuaskan syahwatnya. Aku sering terpikir, seberapa jauh aku bisa mengimbangi hasrat birahinya. Atau, mampukan aku memberikan kepuasan seksual ke istriku Warni ini?!
Adakah itu pula yang menyebabkan lahirnya cerita si Giman tetanggaku itu? Mungkinkah aku terlampau lama melaut hingga Warni tak mampu menahan gelora syahwatnya? Ah.., memang selama ini aku selalu khawatir setiap memikirkan istriku Warni yang 'hot' itu saat aku berada di tengah samudra. Bayangan akan hadirnya lelaki lain memang sering dan membuat hatiku merana. Aku sering membayangkan seandainya itu terjadi. Aku jadi terpukul-pukul dan terluka oleh bayanganku sendiri.
Seperti biasa setiap pagi Warni pergi belanja ke pasar. Pagi itu saat hendak berangkat dia menawari aku ingin makan apa? Dia akan masak makanan kesukaanku. Aku serahkan pada dia untuk memilihnya. Aku ingin dia lekas keluar rumah ke pasar. Aku ingin melihat-lihat keadaan rumah, siapa tahu ada petunjuk tentang adanya lelaki tua itu.
Aku amati perabotan di rumah. Mungkin ada rokok tyang tertingal. Atau benda-benda khas lelaki lainnya. Aku juga buka-buka lemari pakaian. Adakah yang mencurigakan? Mungkin bau minyak wangi, atau ada baju baru yang kemungkinan pemberian lelaki tua itu.
Kemudia kulihat pula tas tangannya atau dompetnya. Siapa tahu disitu ada benda-benda yang pantas dicurigai?! Ternyata aku tak menemukan apa-apa. Aku lantas duduk diam. Memikirkan kemungkinan lainnya. Dan.. Achh, siapa tahu.. Aku pergi ke kamar mandi. Aku periksa pula pakaian kotornya yang masih nge-gantung di kamar mandi. Bukankah tadi pagi Giman masih memergoki lelaki itu?!
Aku lihat blus, kutang dan roknya. Kuamati dengan cukup cermat. Kulihat noda-noda keringatnya yang membentuk seperti peta. Itu tidak membuat aku khawatir atau curiga. Kini kuraih celana dalam Warni yang berwarna merah dengan kembang-kembang lembut. Kuamati cermat pula. Di arah selangkangannya, kemudian di bagian yang menutupi memeknya. Disitu aku tiba-tiba.. Deg.. Jantungku berdegup kencang.. Aku melihat ada kilatan lendir yang menempel. Jariku cepat meraba.. Kembali.. Deg.. Benar.. Aku meraba lendir. Saat kuperhatikan nampak olehku gumpalan lendir macam putih telor.. Lebih lengket dan kental karena hampir mengering. Berarti peristiwanya belum lama.
Aku bisa pastikan ini peristiwa malam tadi. Sperma ini milik lelaki itu. Mungkin celana dalam itu untuk mengorek sperma yang menggumpal di lubang memek istriku. Sperma yang ditumpahkan lelaki itu. Berkali-kali kuamati sampai aku yakin banget bahwa itu sperma. Sperma lelaki lain yang nempel di celana dalam istriku. Ah.. Kenapa kamu bisa begini Warnii..?!
Sekali lagi, kenyataan yang kutemukan itu semakin tidak membakar cemburuku. Bahkan kontolku ngaceng menyaksikan sperma lelaki lain di celana dalam Warni ini. Bahkan pula, jari-jariku berusaha merasai benar-benar bagaimana lengketnya gumpalan sperma itu. Rasanya ingin dan sangat menyenangkan apabila aku bisa mendapatkan lebih banyak sperma lagi. Hidung dan matakupun berusaha menangkap citra sperma yang nempel celana dalam itu. Aku mencoba mendekatkan ke hidungku dan membauinya.
Kini aku dikejar oleh rasa penasaran. Bukan karena rasa cemburu. Penasaranku itu adalah rasa haus untuk menghadirkan khayalan bagaimana istriku menggigiti dada lelaki itu yang gempal berotot dengan penuh gairah. Bayangan Warni mendesak-desakkan pantatnya, sebagaimana yang dia lakukan padaku juga, yang tak sabar menunggu kontol lelaki itu menembusi memeknya. Dan bayangan Warni yang mendesah atau merintih saat menerima tusukkan kontol Pak tua itu di kemaluannya. Aku ngaceng berat. Tanganku serasa ingin mengelusi kontolku sambil meneruskan bayangan lelaki tua yang ngentoti istriku Warni.
Akhirnya aku perlu bersiasat. Aku persiapkan kemungkinan untuk mengintai kamar pengantinku. Aku pelajari situasi di luar kamarku. Aku mengambil bangku plastik bekas yang ringan dari gudang untuk pijakan berdiri mengintai dari kisi-kisi jendela kamarku itu. Aku samarkan adanya bangku itu di antara pot-pot tanaman hias yang terserak di luar jendela kamarku.
Untuk lebih meyakinkan Warni, dan juga cukup waktu untuk mereka berdua, Warni dan lelaki itu, untuk dirundung kerinduan saling bercumbu, pada malam pertama dan kedua kedatanganku aku benar-benar tinggal di rumah. Dan sebagaimana biasa saat sebagai suami istri kami menghabiskan waktu untuk berasyik masyuk menyalurkan syahwat birahi.
Pada pagi hari ke.3 aku bilang pada Warni istriku, bahwa aku menerima telpon dari nakhoda untuk memeriksa mesin, itulah tugasku di kapal, apakah perlu 'repair' selama menunggu bahan bakar. Mungkin aku mesti menginap di kapal untuk menyelesaikan tugasku itu. Dengan menampakkan seakan masih memendam rindunya, istriku melepas aku pergi. Dan aku pergi, tetapi bukan ke kapal.
Aku menyelinap masuk ke rumah Giman yang kebetulan lagi sendirian. Istri bersama anaknya lagi pulang mudik. Giman yang teman akrabku ini setuju akan membantu aku memata-matai ulah tingkah Warni istriku. Solidaritas tetangga, katanya. Aku menunggu hari gelap. Tunggu punya tunggu hingga pukul 10 malam tak ada orang yang datang ke rumahku. Dan aku yakin biasanya istriku sudah terlelap tidur. Dia termasuk orang yang tidak tahan melek.
Dan Giman yang sedianya akan membantu akupun telah tertidur di bangkunya. Nampaknya dia kelelahan dan tak tahan melek. Aku tak akan membangunkannya. Aku sendiri yang biasa terbiasa tidur tengah malam tetap membuka mata duduk di kegelapan beranda rumah Giman, mengawasi rumahku.
Tiba-tiba lampu depan rumahku.. Pet.. Mati. Pasti istriku yang mematikan lampu itu. Sekeliling rumahku jadi sepi. Aku jadi tegang. Kenapa? Adakah seseorang akan datang yang tidak boleh nampak oleh orang lain?
Ternyata aku tidak perlu menunggu jawaban terlalu lama. Sekitar 5 menit sesudah lampu dimatikan dari arah kanan, sekitar 50 m dari rumahku nampak seseorang berjalan dalam kegelapan. Yaa.. Seorang lelaki.
Dan tepat di pintu pagar rumah dia sesaat berhenti. Dia tengok kanan kiri untuk mengamati adakah orang lain yang melihatinya? Kemudian dia membuka pintu pagar dan bergegas masuk ke halaman rumah atau lebih tepat lagi menuju jendela kamar di mana adalah merupakan kamar pengantinku. Lelaki itu mengetok pelan. Mungkin sekitar 3 ketokan pada daun jendela itu.
Kemudian dia kembali bergegas ke pintu masuk rumah. Aku melotot tajam. Aku sangat tegang. Kuusahakan mataku tidak melepas pandangannya pada lelaki dan pintu itu. Tak sampai semenit nampak pintu itu terbuka. Yang nampak hanyalah lubang pintu yang gelap. Aku tak melihat istriku. Dia berada dalam kegelapan lubang pintu itu.
Dan dengan cepat lelaki itu menghilang dan pintunya kembali tertutup. Sepi kembali. Tetapi aku tidak sepi. Hatiku gemuruh sepertinya gelombang tzunami yang sedang menyerang pantai Larantuka dan melenyapkan pucuk-pucuk nyiurnya.
Ke bagian 2