kamu melihat pesan ini karena adblocking menyala sehingga keseluruhan koleksi kami sembunyikan. kamu berusaha menghilangkan iklan maka kami juga akan menutup seluruh koleksi
klik cara mematikan ADBLOCK
selalu guna GOOGLE CHROME serta Download free VPN tercepat
UC Browser, Operamini, dan browser selain google chrome yang tidak mematikan ad blocking menggunakan panduan di atas tidak akan dapat melihat content, harap maklum
Bokep Viral Terbaru P82 Jilbab Sange Tak Terpuaskan Oleh Kontol Pendek Tapi Tebal Pemersatu Fun 82 PEMERSATUDOTFUN

P82 Jilbab Sange Tak Terpuaskan Oleh Kontol Pendek Tapi Tebal Pemersatu Fun 82

Tidak ada voting
Jilbab, Sange, Tak, Terpuaskan, Oleh, Kontol, Pendek, Tapi, Tebal, Pemersatu, Fun
P82 Jilbab Sange Tak Terpuaskan Oleh Kontol Pendek Tapi Tebal Pemersatu Fun 82
video tak dapat diputar? gunakan google chrome, matikan adblock, gunakan 1.1.1.1
untuk menonton konten Jilbab, Sange, Tak, Terpuaskan, Oleh, Kontol, Pendek, Tapi, Tebal, Pemersatu, Fun yang ada pada kategori JILBAB published pada 1 Februari 2024 sila click button Download lalu click STREAMING di atas untuk menyaksikan streaming P82 Jilbab Sange Tak Terpuaskan Oleh Kontol Pendek Tapi Tebal Pemersatu Fun 82 secara free, dapat pula click STREAMING 1 etc button di bawah player. jangan lupa di fullscreen agar iklannya tidak muncul, jika keluar jendela iklan cukup tutup sahaja
Advertisement
klik foto untuk besarkan saiz dan semak halaman seterusnya

Daftar Foto :


Cerita Dewasa:


Pertemuan di Kereta Api


Aku kebetulan ada tugas di Jakarta, berangkat tanggal 1 Februari 2001. Aku pergi ke sana naik kereta eksekutif. Ah enaknya udara AC di kereta, begitu duduk aku langsung ngantuk. Tapi tidak disangka di sampingku ternyata duduk seorang cewek yang bukan main cantiknya.
"Selamat siang Mbak?" kataku basa-basi.
"Siang Mas," kata si cewek pendek.
Setelah meletakkan tas di rak atas kepala, aku pun duduk di samping si cantik itu. Biar lebih detail aku perinci penampilan si cewek ini. Wajah mirip Tia Ivanka dan bodinya mirip Nafa Urbach, putih hidung mancung, alis mata tebal (bukan buatan lho), bibir sensual, dagu indah, leher jenjang. Terus ukuran dadanya, aku belum kelihatan karena dia memakai blazer warna hitam.

Sambil menghabiskan waktu di perjalanan, kubaca majalah favoritku, Liga Italia. Emang sih aku ini termasuk maniak bola. Eh rupanya majalahku ini pembawa keberuntungan, karena si cewek cantik itu ternyata tertarik dengan bacaanku ini.
"Mas, seneng bola ya?" tanya si cantik.
"Iya Mbak, kok tanyanya gitu, apa Mbak juga seneng olahraga bola," tanyaku juga.
Dan ternyata memang dia senang bola jadi kami ngobrol banyak tentang bola.
"Mas kerja apa di Jakarta?" tanya si cantik.
"Saya kerja di kantor pengacara," kataku.
Pembicaraan kami semakin jauh dan dia menawarkan untuk janjian pergi hari Sabtu malam Minggu di Jakarta. Nah ini dia deh, aku langsung saja tangkap peluang untuk tahu lebih jauh tentang si cantik ini.

Malam itu ternyata kereta yang kunaiki baru sekitar jam 7:00 malam kurang tiba di Jakarta.





"Mas pulangnya naik apa, kalo nggak dijemput ikut saya aja," kata si cantik itu.
"Saya belum tau deh naik apa, ya naik taksi aja kan banyak," kataku.
"Udah ikut aja saya, nanti biar diantar supir saya," desak si cantik lagi.
Akhirnya aku dari Gambir naik mobil si cantik. Setelah sampai di ujung gang aku minta turun di situ.
"Oke ya sampai ketemu, besok saya akan telepon kamu," kataku pada si cantik.
"Malam Mas, sampai besok ya," balasnya.

Paginya aku harus bangun pagi-pagi karena mau pergi ke kantor atasanku. Nah setelah selesai meeting di kantor, aku langsung telepon cewek cantik kemarin.
"Hallo, bisa bicara dengan Vivi," kataku.
"Dari siapa ini," tanya sebuah suara wanita.
"Ini dari Sony, teman Vivi dari Malang," kata aku supaya si Vivi tidak lupa.
"Hi Mas, apa kabar, dan gimana acara kami malam ini," jawab Vivi.
"Saya sih udah siap jemput kamu sekarang," kataku.
"Ya langsung aja Mas kalau gitu."

Aku langsung meluncur ke rumah Vivi. Gila benar, ternyata rumah si Vivi ini besar dan mobilnya selusin.
"Wah kamu malam ini beda sekali ya, kelihatan lebih sederhana tapi tetep wah.." kataku sambil jelalatan melihat badannya yang ternyata wah wah wah.
"Ah Mas Sony bisa saja, saya kan emang begini ini," kata Vivi merendah.
"Gini-gini juga bikin pusing saya nih," kataku menggoda.
Eh ternyata si cantik itu mencubit lenganku.
"Mas Sony juga paling bisa deh, kemarin katanya karyawan biasa, kok mobilnya Mercy yang baru."
"Oh itu, itu mobil dinas kok?" kataku.
"Ah Mas ini bisa aja, masak mobil dinas Mercy baru sih.." katanya sambil mencubitku.

Malam itu kami ke restoran mewah. Selesai makan kami ke pub.
"Mas, kalo Vivi minum banyak, nggak pa-pa kan?" tanya si cantik.
"Untuk kesehatan sih jangan, tapi kalau sekali-sekali terserah kamu, masak saya melarang, nanti kamu bilang emangnya elu siapa."
"Nggak maksudnya Mas Sony nggak pa-pa ngeliat Vivi minum banyak."
"Oh itu sih oke, saya ini nggak banyak ngatur dan 'possesive' ke cewek, yang penting jangan reseh ya!" kataku ke Vivi sambil kupegang dan belai kepalanya.
"Kalo gitu kita minum aja Tequila," teriak Vivi.
"Aduh ampun deh, kalo minum itu, nanti kalau saya juga teler siapa yang anter," tanyaku.
"Ya kita nggak usah pulang, kita nginep aja di hotel sebelah."
"Hah, kamu serius nih.."
"Iya bener, kenapa sih, kok kamu belum ngerti juga kalo saya dari kemarin di kereta udah memperhatikan kamu," kata Vivi sambil menggalayut ke badanku.

Uh mati deh aku, disosor sama cewek cantik yang umurnya cukup jauh di bawahku.
"Ya kalo kamu bilang gitu saya ikut aja, tapi kamu nggak nyesel dan emang sadar kan ambil keputusan ini," kataku sekali lagi untuk meyakinkan diriku sendiri.
"Yes darling, I've decided and never regret," kata Vivi sambil memelukku dengan sebelah tangannya.

Dan malam itu aku minum mungkin sekitar 12 gelas kecil Tequila, dan Vivi menenggak tidak kurang dari 6 gelas. Kami berdua sudah mulai tinggi karena kebanyakan minum.
"Vi, pulang aja ya, mumpung saya masih bisa nyetir."
"Iya deh pulang aja, biar bisa lamaan berduaan sama Mas Sony," jawab Vivi manja.
Di mobil Vivi sudah tidak bisa menahan diri lagi.
"Mas, Vivi nggak tahan nih."
"Kamu mau muntah ya," tanyaku.
"Bukan.. bukan itu, tapi itu tuh, nggak tahan itu," tangannya dengan jahil menunjuk-nujuk ke pangkal pahaku.
"Vivi buka ya," katanya dan tanpa menunggu aba-aba, tangannya segera menggerayangi reitsleting celanaku dan mengeluarkan batang kemaluanku yang masih setengah tidur. Dengan perlahan tapi pasti, dilahapnya seluruh batanganku ke dalam mulutnya yang seksi. Dimainkannya ujung batangku dengan lidahnya. Aku merasakan batangku mengeras dan semakin mengeras.

"Vi, aduh gimana nih sekarang, kamu tanggung jawab lho," kataku menggodanya.
"Ya udah deh cari aja hotel," kata Vivi sambil terus mengocok batangku, dan dengan tangan satunya dia meremas-remas toketnya sendiri.
Hotel pun pilihannya jatuh di Hotel ****(edited) Menteng Prapatan. Kami berdua naik ke kamar sudah agak sempoyongan tapi ditegak-tegakkan supaya kelihatannya sehat.

Setibanya di kamar Vivi menyempatkan menelepon ke adiknya.
"Vin, ini aku nginep di Hyatt ****(edited) kamar 900, bilangin bokap ya!"
Aku begitu datang dari kamar mandi mengenakan handuk saja, langsung ditubruk dan handuknya ditarik si cantik yang ganas itu. Sambil mencium dada, perut dan sekujur tubuhku, Vivi dengan tergesa-gesa melepas bajunya dan melemparkannya ke penjuru kamar. Begitu terlepas BH yang menutupi dadanya yang padat itu, terlihat toketnya yang putih padat dengan bobanya yang terlihat kecil mencuat karena terangsang. Disambarnya batanganku yang sudah tegang karena melihat keganasan dan tubuh Vivi yang indah itu. Sambil menaik-turunkan mulutnya mengikutipanjangnya batangku, tangan kanan Vivi mengusap dan mempermainkan itil dan sekitar bulu kemaluannya sendiri, serta sesekali terdengar erangan dari mulutnya yang terus menghisap batangku.

Capek dengan kegiatannya, si cantik itu menjatuhkan badannya ke tempat tidur sambil mengangkat kedua kakinya ke atas. Tangan kirinya membelai rambut kemaluannya sendiri, dan tangan kanannya mempermainkan lipatan-lipatan kulit itil di kemaluannya. Aku melihat Vivi seperti itu, langsung ikut membelai bulu kemaluannya yang halus. Kujilat bobanya yang menonjol kecil tapi keras, kujelajahi perutnya yang kencang, kumainkan ujung lidahku di sekitar pusarnya. Dan terdengar erangan Vivi, "Egghh, uhh.." Langsung kuhujamkan ujung lidahku ke lubang kemaluannya yang sudah basah, dengan kedua jempolku, kudorong ke atas lipatan itilnya, kupermainkan ujung lidahku di sekitar itil itu, "Uuhh, egghh, ahh.." teriak Vivi.

Karena tidak tahan lagi, langsung saja kumasukan batang kemaluanku yang dari tadi sudah sangat keras. Dan ternyata basahnya kemaluan Vivi tidak mengakibatkan rasa licin sama sekali, karena lubangnya masih terasa sempit dan sulit ditembusnya. Begitu terasa seluruh batang kemaluanku masuk di dalam jepitan lubang kemaluan Vivi, perlahan-lahan kupompa keluar dan masuk lubangnikmat itu. Belum terlalu lama aku memompa kemaluan Vivi, tiba-tiba, "Aaahh, uugghh.." teriak Vivi, rupanya dia sudah orgasme. Aku mempercepat gerakan dan teriakan Vivi semakin menjadi-jadi, lalu kuhentikan tiba-tiba sambil menekan dan memasukkan batang kemaluanku sedalam-dalamnya kelubang kemaluannya.

"Oh.. Oh.. Oh.. that was so nice darling, let's make another," katanya.
Kubalikkan badannya telungkup ke tempat tidur, dan dari belakang kupompa lagi keluar masuk lubang kemaluannya yang ketat itu, kurebahkan badanku menempel ke punggung Vivi dan kugerakkan pinggulku secepatnya. "Uh.. uh.. uh.. uh.. aduh Mas enak sekali.. aahh.." teriak Vivi lagi karena orgasme yang kedua. Tapi kali ini aku tidak stop, karena aku juga sudah merasakan denyutan yang memuncak di sepanjang batangku. Dan dengan kecepatan penuh kupompa keluar masuk lubang kemaluan ketat itu. Diiringi erangan yang semakin menjadi-jadi dari Vivi, akhirnya aku juga mencapai klimaksnya. Paginya karena hari Minggu, aku tidak terlalu resah untuk bangun pagi. Apalagi aku sekarang sedang menginap di ****(edited) bersama Vivi. Waktu aku bangun kulihat jam di meja samping tempat tidur, eh baru jam 8:00 pagi. Kepala masih nyut-nyutan, dan kamar masih gelap sekali, tapi aku tetap bangun dan ke kamar mandi. Setelah sikat gigi dan "nyetor saham", aku langsung ke tempat tidur lagi dan masuk ke balik selimut.

"Emm, Mas kok pagi-pagi sudah bangun sih. Uuhh.. tangan kamu tuh dingin, jangan nempel-nempel dong!" kata Vivi protes. Tapi tanpa menghiraukan protes Vivi, aku tetap menempelkan badanku ke badan Vivi yang juga telanjang bulat. Dari belakang kupeluk badannya yang padat berisi, dengan tangan kananku, kuraba buah dadanya yang menonjol. Aku memainkan jari-jariku di sekitar bobanya yang terasa menonjol kecil. Kurasakan badan Vivi menggeliat sedikit tapi kemudian diam kembali. Kulanjutkan lagi rabaanku ke daerah perut menuju rambut-rambut halus di sekitar kemaluannya. Perlahan-lahan kuusap-usap rambut-rambuit itu, dan di balik rambutnya kuraba dan mainkan itil Vivi. "Emm, ehh, Mas, uhh, Mas, ya itu di situ enak, terus ya," kata Vivi tiba-tiba. Tanpa terasa, batangku mulai mengeras lagi. Tidak pikir lama-lama langsung kutempelkan pinggulku ke pantat Vivi. Terasa batang kemaluanku tepat di belahan pantat Vivi. Tanganku tetap kumainkan di daerah kemaluannya, dan aku bisa merasakan kemaluannya mulai basah. Segera kuarahkan ujung batangku ke lubang kemaluan Vivi. "Aghh.." erang Vivi saat ujung batangku agak dengan paksa menusuk ke liang kemaluannya. Kuentot batang kemaluanku sampai akhirnya.. "Akhh.." erang Vivi rupanya dia sudah sampai.

Vivi melepas batang kemaluanku dari lubang kemaluannya, dan memintaku untuk tidur terlentang. Lalu dengan perlahan lagi, dia naik ke atas badanku dan mulai memasukkan batang kemaluanku yang tadinya sudah hampir mencapai puncaknya. Vivi menghadap ke arahku, sehingga terlihat wajahnyayang cantik serta buah dadanya yang menonjol besar. Pinggul Vivi meliuk-liuk menimbulkan rasa enak dan ngilu di sepanjang dan ujung batang kemaluanku yang terjepit erat di antara kemaluan Vivi. Kuraih buah dada Vivi dan kuremas-remas. "Ohh, yes, yes, yah terus Mas, oouhh enaknya, ya.." teriak Vivi sambil menggeleng-gelengkan kepalanya secara membabi buta. Rambutnya yang agak panjang terlihat menyabet ke kiri dan ke kanan. dan tak lama kemudian kami pun mencapai puncak secara bersamaan. Begitulah kisahku bersama Vivi, dan sejak saat itu aku sering melakukan percintaan yang melelahkan sekaligus menyenangkan bersama Vivi.

TAMAT

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.