Cerita Dewasa:
Sperma Lelaki Lain di Celana Dalam Istriku � 2
Dari bagian 1
Ada semacam bara cemburu yang sangat merangsang hasrat birahiku. Bukan akan menghalangi percumbuan kedua insan ini. Kecemburuanku ini justru menginginkan 'pencurian nikmat syahwat' ini berlangsung sukses. Aku ingin, dan sangat ingin menyaksikan wajah istriku saat menerima nikmatnya sentuhan lelaki lain.
Aku ingin menyaksikan bagaimana Warni membuka pahanya yang putih indah itu 'ngangkang' menunggu kontol lelaki itu mendekat ke memeknya. Aku ingin bagaimana saat-saat kontol lelaki itu menyentuh memeknya. Duhh, duh.. Aku ngaceng berat, nih. Aku menunggu beberapa waktu sebelum aku mengendap memasuki halaman rumahku sendiri. Aku mencoba mendekat ke kamar pengantinku dan mendengarkan apa yang sedang terjadi.
Kupingku menangkap suara cekikikan istriku. Sepertinya dia menahan kegelian. Kemudian suara berat dari seorang lelaki yang terkesan penuh wibawa dan sangat melindungi,
"Ayoo, War.. sini. Jangan takut. Mas akan bantu supaya nggak terasa sakit" .. Hah..?
"Aku khan belum pernah, Mas. Lagian geli, gitu lho"
"Jangan khawatir, pelan-pelan saja kok. Biar kuludahi dulu agar licin"
"Ad.. Akhh.. Adduhh.. Pelan mass.. Hachh.. Aacchh..".
"Dikit lagii.. Huuchh.."
"Huucchh, ampuunn.. sudah Mass.. Jangaann.."
Edan.. Omongan itu membuat aku sangat tegang. Lagi diapain Warniku. Sepertinya dia menolak sesuatu yang disodorkan padanya tetapi membiarkannya sodoran itu jalan terus. Yang pasti bukan perkosaan atau jenis paksaan lainnya. Dan lelaki itu sepertinya sedang mengejar kenikmatan yang tak terhingga dari istriku,
"Ampuunn, Maass.. Enakk bangeett.. Dduh.. Sakiittnyaa.."
Sekali lagi edan.. Teriakan 'enak' dan 'sakit' datang bersamaan dan beruntun. Serta merta aku beranjak mengambil bangku plastik yang telah kusiapkan sebelumnya. Aku berdiri di atasnya dan melongok ke kisi-kisi jendela kamarku.
Hampir saja aku jatuh terguling begitu aku menyaksikan apa yang telah kusaksikan. Aku seakan kena pukul palu godam penghancur beton sebesar mesin giling. Aku melihat lelaki tua itu sedang menaiki pantat istriku. Mereka berdua bugil seperti anjing di musim kawin. Kusaksikan tubuh lelaki tua itu sangat seksi. Dadanya gempal dengan bukit-bukit otot buah dadanya. Boba susunya nampak menghitam. Demikian pula bagian tubuh lainnya yang penuh otot membuat lelaki itu nampak sangat jantan. Dia seperti seorang petarung yang selalu menang. Tetapi yang membuat aku hampir kelenger adalah kontolnya. kontol lelaki itu sungguh besar dan panjang luar biasa. Aku jadi ingat tongkat pemukul 'base ball'.
Maka kini lengkaplah seluruh bentuk ke-kalahan-ku. Tampilan keseluruhan lelaki itu benar-benar menempatkan aku menjadi pecundang total. Dan aku yakin bahwa selama 2 malam bersamaku, Warni tidak benar-benar memberikan perasaan maupun hatinya padaku lagi. Dia pasti hanya tertuju nikmat-nikmat syahwat yang berlimpah dari lelaki ini. Lelaki ini terlampau hebat bagiku.
Bahkan telah menjadi kenyataan, aku kini benar-benar ngaceng melihat sosoknya. Aku sangat kehausan untuk menerima kenikmatan bagaimana dikecilkan, disepelekan, diabaikan, dikalahkan, dihina, ditinggalkan. Bagaimana nikmat martabat dan harga diriku dihancurkan, diluluh lantakkan oleh lelaki yang sangat seksi ini. Dan nikmat itu benar-benar telah merambati sanubariku saat ini dimana seperti anjing kawin lelaki itu lagi asyik berusaha ngentot lubang pantatnya.
Kontol itu sedang mendesak-desaki pantat Warni. Dan Warni yang suaranya terus meng-'aduh' campur meng-'enak' bukannya sedang cemas atau ketakutan. Justru tangannya nampak aktip mengarahkan kontol gede itu ke lubang pantatnya. Kontan ngaceng kontolku langsung mentok habis. Aku membayangkan seakan mulutku menjadi pantat Warni yang harus menerima sodokkan kemaluan gede lelaki itu. Aku merasakan sakit adanya jepitan dalam celanaku. Aku terpaksa melepaskan kancing celanaku dan membuka resleitingku. Aku melepaskan kemaluanku dari jepitan celanaku. Dan tanganku menyenggolinya agar rasa gatal birahiku tersalurkan.
Nampak kontol lelaki itu semakin bisa diterima pantat Warni. Dengan kocokkan-kocokkan kecil gerbang atau katup anal Warni akan terkuak. Kulihat lelaki itu menggerakkan pantatnya maju mundur mendorongi kemaluannya. Dan di pihak lain, Warni menyongsongkan pantatnya untuk menjemputi kemaluan gede lelaki itu.
Beberapa saat kemudian, dengan rintihan sakit dan sekaligus desahan nikmat yang keluar dari bibir Warni, lelaki tua itu mulai leluasa mengayun-ayunkan pinggul dan pantatnya untuk mendorong dan menarik kontolnya masuk dan keluar menembusi dubur istriku Warni. Kemudian aku melihat dia merubah posisinya. Tubuhnya rebah memeluki punggung istriku. Dia mencium dan melumati punggung dan tengkuk Warni sambil tangan-tangannya meraih dan meremas-remas buah dadanya.
Aku kini benar-benar melihat ekspresi wajah istriku. Wajah yang sedang mengarungi awang nikmat itu matanya setengah tertutup. Dia terkadang mendongak dan kemudian merunduk bagai mahkluk yang gelisah. Sesekali kepalanya menyibakkan rambut panjangnya dengan cepat. Dan rambut itu terlempar ke belakang menyapu kepala lelaki yang sedang memagut tengkuk atau punggungnya.
Pantat lelaki itu terus berayun penuh irama dengan sangat indahnya. Naik turun maju mundur, mengayun menggelombang seperti pantat zebra liar ditengah pelariannya saat dikejar sang 'predator' di padang Serengeti, Afrika. Bibir Warni terkadang menyeringai pedih, terkadang lain seperti senyum yang sarat nikmat. Makin jelas nampak olehku dua orang manusia ini sedang dalam perjalanan nikmat surgawi di anjungan syahwat birahi hewaniah mereka yang lepas dan liar.
Aku perhatikan seprei ranjang pengantiku telah teraduk berantakkan. Bantalku nampak terlempar ke lantai menindih busana istriku dan busana lelaki itu. Sepertinya para busana itupun sedang saling berasyik masyuk di mataku. Amppuunn..
Aku tak tahan lagi. Aku bukan cemburu atau sakit hati. Kini justru aku merasakan nikmat syahwat yang luar biasa. Menonton Warni yang demikian menampakkan nikmat dalam pompaan lelaki itu aku mendapatkan sensasi birahiku. Belum pernah kurasakan kenikmatan yang luar biasa macam kini. Membayangkan Warni melupakan aku yang suaminya mendorong tanganku dengan cepat mengelusi dan mengocokki kemaluanku. Aku semakin terangsang dengan adanya suara merintih atau mendesah dari istriku karena jejalan kontol lelaki itu di lubang pantatnya. Tetapi ada yang bagai dinamit meledakkan nafsuku adalah saat kudengar pula suara lelaki itu,
"Ayoo, Warni, enakk nggaakk kontolkuu?? Enakk?? Enak mana dengan kontolku atau kontol suamimu?? Ayyoo Warnii.. Ngomongg.. Enak mana kontolku atau kontol suamimu..??"
Dan belum juga Warni menyahut pertanyaan lelaki itu aku yang telah mendengarnya langsung bergetar.
Lututku langsung gemetar. Aku merasakan merinding dan darahku mendesir hebat. Aku merasakan semakin nikmatnya mengocok kemaluanku sendiri. Aku merasakan spermaku sudah teraduk dari kelenjarnya. Aku merasakan seakan spermaku akan terkuras habis saat mendengar omongan lelaki tadi. Aku menghadapi orgasmeku dengan hasrat nikmat yang belum pernah kualami. Aku berteriak tertahan sambil mataku terbeliak menyisakan warna putihnya.
Berdiriku oleng dan aku akan jatuh terjengkang. Pegangan tanganku pada kisi-kisi jendela itu luput. Dan kini aku benar-benar melayang ke arah belakang terjerembab jatuh ke tumpukan puing bekas bongkaran rumahku. Entah terluka atau tidak aku tak lagi merasakannya. Aku cepat beringsut ke kegelapan, khawatir suara jatuhku membuat yang di dalam kamar pengantinku mendengar dan mencari sumber suaranya. Aku tetap terus mengocok kontolku. Nikmat ini harus kukejar dan selesaikan hingga puncak syahwatku itu tumbang. Dalam keadaan terguling ke bebatuan dan akhirnya tersungkur ke tanah spermaku muncrat-muncrat. Aku benar-benar meraih kepuasan nafsu birahiku. Aku terseok kemudian bersandar ketembok dan terkulai.
Aku yakin mereka, lelaki tua itu dan istriku Warni terlampau asyik menimba nikmat yang sedang mereka rengkuh sehingga sama sekali tak mendengar suara aku jatuh terjerembab. Bahkan saat aku telah terkuras tenagaku berkat spermaku yang tumpah ruah mereka belum juga usai berayun-ayun. Suara-suara desah dan rintih mereka semakin cepat saling bersahutan.
Aku masih perlu waktu untuk mengembalikan hasrat seksualku. Biarlah aku mendengarkan saja suara-suara itu hingga iramanya terdengar semakin tak terkendali. Itu pertanda bahwa mereka kini sedang menapaki puncak syahwatnya. Tetapi akhirnya aku tergelitik untuk kembali mengintip. Aku betulkan letak bangkuku kembali. Kali ini aku jaga dari kemungkinan terguling kembali. Dengan hati-hati aku menaiki kursiku dan tanganku berpegang kuat pada kisis-kisi jendelaku. Aku lihat tubuh istriku basah mengkilat oleh keringatnya. Demikian pula lelaki itu. Tubuhnya nampak dialiri keringatnya yang menderas. Wajahnya setiap kali disapunya agar matanya tidak pedih tertutup keringatnya.
Kini mereka benar-benar sedang berpacu dengan hasrat birahinya yang meledak-ledak. Kepala istriku yang bergoyang mengibas-ibaskan rambutnya telah nyata dalam keadaan setengah sadar. Dia sedang terbang di samudra nikmat tak terhingga. Dia akan melupakan berbagai hal. Dan tak mungkin secuilpun mengingat aku. Kenikmatan itu benar-benar telah merampas kesadarannya.
Rasa panas atau pedas pada lubang duburnya tak lagi menjadi kendala. Pacuan itu mendekati garis finalnya. kontol lelaki itu terus menggojlok-gojlok meruyaki lubang analnya. Dinding anus Warni mungkin sedang meremas-remas batang kontol lelaki itu. Hingga..
Datanglah puncak nikmat mereka. Lelaki itu menyambar rambut istriku dan menjadikannya tali kekang. Dia menghela istriku bagai kuda tunggangannya. Dia berteriak dan mendesis. kontolnya menyemburkan cairan panas yang sangat kental ke dalam lubang anus Warni. Bertubi-tubi puncratan sperma yang didahului kedutan urat-uratnya menyemprot dari lubang kontolnya.
Secara bersamaan keduanya tumbang dan rubuh ke ranjang. Tetapi seperti anjing kawin pula, kemaluan lelaki itu tidak lepas dari lubang anal Warni. Dan dalam posisi saling diam mereka sepertinya mempertahankan kontol yang terbenam dalam anus itu. Dari arah belakang lelaki itu justru mempererat rangkulannya, dan sebaliknya Warni juga semakin memegang lengan berotot lelaki itu. Adegan diam itu berlangsung seperti sebuah 'pantomime'. Berlangsung bermenit-menit.
Kemudian aku mulai melihat si lelaki bergerak. Dia memajukan mukanya untuk bisa mencium Warni. Dan dengan refleksnya Warni menyambut. Dalam keadaan 'gancet' dimana tubuh yang satu lengket pada tubuh lainnya, mereka berlumatan bibir. Bibir-bibir Warni membuka dan mengatup merespon bibir-bibir lelaki itu. Mereka meludahi dan diludahi. Mereka saling menikmati dan meminum ludah lawannya. Warni menelan dengan setengah menutup matanya.
Dengan cara itu rupanya mereka ingin memulai kembali permainan syahwatnya. Mereka ingin mengulang ledakkan nikmat yang didapatkan sebelumnya. Mereka kini ber-ancang-ancang memasuki ettape lanjutan. Ciuman mereka berkembang semakin panas. Mulut lelaki itu mulai turun merambahkan ciumannya ke dagu Warni. Aku mendengar desahan tertahan dari mulut Warni.
Aku juga melihat kontol lelaki itu melepas dari lubang anus dan Warni berbalik hingga mereka menjadi saling berhadapan. Bibir lelaki itu mengejar gundukkan payu dara Warni. Bibir yang menggigit dengan gemas membuat Warni bergelinjangan meliak-liukkan tubuhnya bak ular kobra dalam tangkapan.
Berikutnya adalah Warni yang ganti mematuk. Dia menghunjamkan ciumannya ke leher lelaki itu. Dia juga menggigit-gigit kecil dan menarik bibirnya turun melata dari leher menuju ke dadanya. Otot-otot gempal lelaki itu menjadi sasaran hasrat birahi istriku. Dia menggigit penuh dendam gumpalan otot buah dada lelaki tua itu.
Warni menjadi sangat menikmati saat merasakan betapa lelaki itu menggelinjang dan mengaduh nikmat. Warni jadi mem-buas. Tangannya menggapai bagian-bagian tubuh lelaki itu dengan sangat liarnya. Dia raih apapun yang menonjol pada tubuh lelaki itu. Tangannya meremas, mencengkeram dan terkadang juga mencakar.
Ke bagian 3