Cerita Dewasa:
Aku Oase Para Wanita Bersuami 5: Tina - 1
Aku punya teman SD, Tina namanya. Sebenarnya anaknya cukup manis dengan tubuh mungil, namun centilnya minta ampun. Ia pindah ke sekolahku saat aku duduk di kelas 5. Sejak pertama bertemu aku memang kurang suka kepadanya karena kecentilannya itu.
Sewaktu melanjutkan sekolah di SMP dan SMA kami berpisah. Namun sikapku terhadapnya tidak berubah. Aku tetap saja tidak suka kepadanya. Apalagi ketika SMA, aku merasa pergaulannya tidak baik. Tapi itu dulu, kalau sekarang tentu lain cerita.
Sampai ketika aku melanjutkan kuliah dan saat libur semester aku pulang kampung. Malamnya aku nongkrong dengan teman masa kecilku di sebuah warung gado-gado. Tinapun ada di sana sambil berbisik-bisik genit. Ia tiba-tiba duduk di sebelahku.
"Hai Anto, apa kabar? Kelihatan gemuk sekarang deh," katanya sok akrab. Aku menjawab sekenanya saja, masih belum ada interestku kepadanya. Namun ia tidak menyerah dan bertubi-tubi bertanya tentang keadaan diriku sekarang ini.
Akhirnya aku yang menyerah dan meladeni pertanyaannya. Ternyata sebenarnya asyik juga anak ini sekarang. Hanya mungkin image yang tertanam sejak kecil membuatku mengambil jarak terhadapnya. Ia perlahan merapatkan duduknya ke arahku tanpa menarik perhatian orang lainnya.
Ketika warung mulai sepi, maka tangannya mulai nakal mengusap pahaku dan memainkan bulu kakiku. Tentu saja kontolku langsung berontak, membesar di balik celana pendekku. Ia tersenyum melihat bagian depan celanaku yang sedikit menggembung. Tak lama kemudian ia pulang karena sudah malam..
Akupun pulang dengan kontol yang mengembang karena elusan tangan Tina di pahaku tadi. Karena tensi sudah terlanjur naik ke ubun-ubun, maka malam itu kusemprotkan sperma dengan bantuan tanganku.
Malam-malam berikutnya aku jadi rajin ke warung gado-gado untuk nongkrong dan menikmati elusan Tina di pahaku. Suatu ketika Tina pulang dan minta kuantarkan. Aku tentu saja dengan senang hati mengantarnya pulang.
Sampai di rumahnya disuruhnya aku masuk dulu dan duduk di ruang tamu. Ruang tamunya kelihatan sepi, tapi dari arah ruangan dalam kudengar pelan suara TV. Tak tama kemudian Tina keluar lagi dan kami ngobrol sampai lama. Aku sudah mulai mengantuk dan beberapa kali menguap. Tian kemudian membuatkanku segelas kopi. Sambil menunggu kopi agak dingin kami kembali ngobrol. Ia duduk di depanku hanya memakai celana pendek dan kaus oblong.
Tangannya mulai iseng mengusap lututku. Dengan refleks kutangkap tangannya dan kutarik ke arahku. Ia tidak melawan tarikan tanganku dan akibatnya sebentar kemudian ia sudah duduk dipangkuanku dan bibirku langsung melumat bibirnya. Ia terkejut sebentar, namun kemudian membalas lumatanku dengan ganas. Beberapa detik ia masih duduk dipangkuanku dan kami berciuman. Kurasakan ia tidak memakai BH. Aku terangsang dan napasku menjadi berat. Mendadak kami sadar dengan keadaan kami. Ia melepaskan pelukanku dan kembali duduk di tempatnya semula.
Suasana menjadi kaku. Kami berdua sama-sama merasa kikuk dengan apa yang telah kami perbuat baru saja. Begitu kopi habis, maka aku segera berpamitan pulang. Ia mengantarku sampai ke sudut rumahnya. Di sana kupeluk dan kucium lagi bibirnya. Sekitar lima menit kami masih berpelukan di sana. Untung lampu di sudut rumahnya putus sehingga kami leluasa bercumbu di sana.
Akupun pulang dengan tersenyum. Kembali sampai di rumah dengan bantuan tangan kukeluarkan lagi sperma sedari tadi yang sudah sampai di ujung kontolku. Kubayangkan Tina di bawahku sedang memekik-mekik menerima kontolku. Tiga malam berikutnya kami selalu bercumbu di sudut rumahnya. Ia mulai berani mengusap bulu dadaku dan menciumi putingku. Akibatnya tiap malam sepulang dari rumahnya spermaku kumuntahkan.
Malam terakhir kami bercumbu lagi. Ia merebahkan badannya melintang telentang di atas kedua pahaku. Kubuka kancing kemejanya dan seperti biasa ia tidak memakai BH. Kuisap putingnya yang kecil berwarna kemerahan itu. Tanganku menggesek bagian depan celana dalamnya. Kepalanya sudah mendongak pasrah, giginya menggigit bibir dan mengeluarkan desahan lirih yang sangat menggoda.
Kubisikkan, "Kamu mau ini kita lanjutkan?"
"Kalau kamu mau kita lakukan di belakang rumah saja. Sepi dan gelap di sana," katanya. Tiba-tiba saja aku bisa menguasai diri dan berkata,"Tidak Tin. Cukup sudah sampai di sini. Aku tidak mau menanggung resikonya".
Akhirnya aku pulang.
Setelah kejadian itu maka setiap libur semester aku pulang kampung dan tak lupa lupa bercumbu dengannya. Meskipun aku sebenarnya sudah berpengalaman (setelah diajari Ibu Heni, alias Hanny), namun dengan Tina paling jauh hanya sebatas petting. Sebenarnya kalau aku mengendaki lebih jauh Tina mau saja, karena iapun sudah sering melakukannya dengan orang lain. Ia pernah mengajaknya bersetubuh. Kukatakan kalau akupun mau dengan syarat pakai kondom. Ia menolaknya.
Sampai suatu ketika kudengar kabar kalau ia menikah dengan seorang PNS. Selentingan yang beredar suaminya itu hanyalah korban dari permainannya. Sebenarnya banyak yang sudah mencicipi tubuhnya tetapi si PNS tersebut yang masuk terjebak dalam perangkapnya.
Waktupun berlalu dan aku sudah lulus dan bekerja di Jakarta. Ketika ada libur tiga hari berturut-turut aku pulang. Aku berjalan-jalan dan tak terasa lewat di samping rumahnya. Kulihat ia ada di teras dan melihatku serta menyuruhku mampir ke rumahnya. Kami duduk di teras sambil bercerita.
"Mana suamimu?" tanyaku.
"Nggak ada. Dia jarang pulang ke sini. Ia lebih banyak di kantor dan pulang ke rumah istri tuanya," katanya.
Ternyata suaminya terkena kasus indisipliner dan sekarang disuruh untuk menjadi sopir atasannya. Aku baru tahu kalau Tina menjadi istri muda. Ia mengingatkanku tentang apa yang dulu kami lakukan. Akupun mulai terangsang ketika dengan genit ia menceritakan kembali peristiwa beberapa tahun yang lalu.
"Kamu benar-benar mau? Kalau mau sejam lagi kita ketemu di terminal dan check in ke luar kota!" kataku. Kulihat matahari masih berada di atas kepalaku, berarti sekitar tengah hari.
Akhirnya kamipun bertemu di terminal dan meluncur ke luar kota untuk mencari tempat menyalurkan hasrat kami. Di dalam bis sepanjang jalan ia terus mengusap pahaku dan sekali-sekali mencengkeram lulutku dengan kukunya. Aku menjadi terangsang sekali dengan ulahnya. Kubalas dengan menekan sikuku ke dadanya dan kuputar-putarkan. Kami saling merangsang dengan cara kami.
"Aku mau nanti kita main dengan posisi nungging dan 69," kataku menggodanya. Ia mencubitku lalu berkata,"Kita lihat saja nanti".
"Kamu masih ikut KB?" kataku lagi.
"Nggak, untuk apa. Dia belum tentu sebulan datang tidur di rumah".
Dua jam kemudian kami sampai di kota tujuan kami. Turun dari bis aku langsung masuk ke apotik di depan terminal bis.
"Ngapain ke apotik?" tanyanya. "Hussh. Untuk pengamanan, kamu kan tidak ikut KB," kataku.
Sambil berjalan mencari hotel terdekat, para tukang becak di depan terminal berlomba-lomba menawarkan diri.
"Mari Pak, saya antar ke tempat yang bersih dan murah".
Mereka ini langsung tahu saja. Aku jadi berpikir apakah kami ini kelihatan sekali sebagai pasangan selingkuh yang sedang mencari tempat berkencan.
Akhirnya kami mendapatkan sebuah hotel tidak jauh dari terminal. Kamarnya cukup bersih dengan satu ranjang king size. AC kamar kunyalakan dan udara dingin mulai menyebar di dalam kamar ini. Karena perjalanan tadi cukup jauh maka tubuh kami rasanya lengket dengan debu bercampur keringat.
Kuajak Tina untuk mandi bersama. Ia menolak dan menyuruhku mandi duluan. Aku melepas semua pakaianku di depannya dan masuk ke kamar mandi. Aku belum selesai mandi Tina menyusulku ke kamar mandi dengan berbalut handuk sebatas dada. Segera kutarik handuk yang melilit tubuhnya dan segera bibirku menyerang bibirnya dengan gencar. Ia membalas dengan ganas.
"Hmmhh. Masih pintar juga kamu bersilat lidah," godaku.
"Heehh. Kan kamu juga dulu yang ngajarin".
"Susumu masih kencang seperti dulu. Tapi sekarang agak lebih besar," kataku setelah meremas toketnya dan mengecup putingnya.
Sambil mandi kami masih terus berciuman. Ketika aku akan berbuat lebih jauh lagi ia mendorongku.
"Nanti saja di ranjang. Kalau sudah selesai, sana ke kamar duluan," katanya.
Aku mengeringkan tubuhku dan langsung berbaring di atas ranjang. Udara kamar terasa dingin. Aku menarik selimut dan menutupi badanku sampai ke dada. Tak lama kemudian Tina pun menyusulku masuk ke bawah selimut.
Ia berbaring menyamping di sebelahku dan tangannya mengusap bulu dada dan menggelitik putingku. Kontolku yang sudah lama menantikan saat ini segera saja langsung berdiri. Kubuka selimut yang menutup tubuh kami, dan kutindih tubuh mungilnya. Tina membuka lebar kedua kakinya sehingga kontolku bisa menggesek rambut kemaluan di selangkangannya.
Mulutnya setengah terbuka menantikan serangan bibirku. Belum lagi bibirku menempel di bibirnya, kepalanya sudah naik menyambut serangan bibirku. Kami saling menikmati rujak bibir ini beberapa saat. Sementara itu kontolku sudah tak sabar ingin segera melakukan penyerangan. Sejak di perjalanan tadi Tina tak hentinya merangsangku di bagian paha dan lutut.
"Tidak disangka. Dari dulu sudah mengarah namun baru kali ini kita bisa kenthu, bercinta," desahnya. Kenthu adalah bahasa slank di daerah Jawa untuk bersetubuh.
"Tin, doggy dan 69-nya nanti saja ya. Kita nikmati dulu babak pertama dengan cepat!" bisikku.
"Ihh.. sudah nggak sabar lagi ya," katanya sambil mencium telinga, leherku dan kemudian singgah di putingku.
"Habisnya, sejak di bis tadi kamu sudah membuatku kepanasan".
Kuraih kotak kondom yang sudah kusiapkan, kubuka dan dengan cepat kupasang pada kontolku yang sudah tegak menantang. Kutindih lagi tubuhnya dan kubuka kakinya lebar-lebar. Kuarahkan kontolku untuk menembus memeknya. Rasanya sulit sekali untuk menembus liang memeknya. Kontolku sepertinya kehilangan arah untuk menemukan jalan masuk liang kenikmatannya. Padahal dengan memakai kondom, kuharap permukaan kondom yang licin akan mempermudah pekerjaanku. Ia semakin melebarkan kakinya dan tangannya membantu kontolku menemukan lubang memeknya.
"Dorong To.. Yaahkk.. Tekan.. Tekan kuat".
Ke bagian 2
mntp