Cerita Dewasa:
Murid dan Guru 2: Hadiah Istimewa Untuk Theo - 3
Dari Bagian 2
Debby sangat menyukai usapan-usapan telapak tangan Theo. Usapan-sapan itu mengurangi dinginnya terpaan angin malam. Bahkan kehangatan pun mulai terasa menjalar di bagian bawah perutnya ketika ia merasakan lidah Theo merayap mendekati lipatan antara paha dalam dan memeknya. Ia merintih ketika bibir lelaki yang suka 'mimik' pipisnya itu menariki bulu-bulu halus di sekitar bibir memeknya. Bulu-bulu itu masih terlalu pendek, masih sepanjang bulu alis mata sehingga bibir itu selalu gagal menariknya. Hal itu malah membuat memeknya semakin basah. Setelah mengencangkan lilitan kimono agar belahan di bagian dadanya tidak terbuka, kedua lengannya segera jatuh di atas kepala lelaki itu. Ia menginginkan lidah hangat itu membelah bibir memeknya.
"Theo, mimik dulu dong lendirnya," kata gadis itu sambil membuka bibir memeknya dengan jari telunjuk dan jari tengahnya. Sejenak, Theo menghentikan ciuman-ciumannya. Ia menengadah sambil tersenyum, tak lama kemudian, ia kembali menciumi paha kiri gadis itu. Sengaja tidak diturutinya keinginan gadis itu.
"Theo, jahat!" kata gadis itu sambil menarik kepala Theo ke arah pangkal pahanya. Kedua tangannya menahan agar kepala itu tetap berada di pangkal pahanya. Dan ketika ia merasakan kehangatan lidah menyusup ke dalam memeknya, ia merintih..
"Ooh, ooh.., enak Theo! Aarrgghh..!"
Tarikan nafasnya pun mulai tak teratur ketika lidah itu menjilati dinding dan bibir dalam memeknya. Ia mendorong pinggulnya agar lidah itu masuk semakin dalam. Ia mulai lupa dan tak merasakan dinginnya angin malam. Biasanya, keadaan seperti itu membuat pori-pori di sekujur tubuhnya terbuka. Berkeringat. Tapi saat ini, tak ada setetes pun keringat di kulitnya. Pori-porinya tetap tertutup. Kenikmatan dan kehangatan nafas yang mendengus-dengus di memeknya hanya mampu memberi kehangatan tetapi tak mampu membuatnya berkeringat. Dan ia menyukai hal itu! Sebuah sensasi yang membuat memeknya semakin basah berlendir. Apalagi ketika merasakan lelaki itu mengisap lendir yang terselip di bibir dalam baginanya, ia merintih berulang kali..
"Argh..! Argh..! Theo, Oh nikmatnya, sstt, sstt.., aarrgghh..!" Ia menjadi lupa pada paha kirinya yang belum cukup banyak mendapat cumbuan.
Malam itu Theo merasakan sebuah perbedaan. Aroma segar kemaluan gadis itu tidak setajam biasanya. Mungkin karena aroma itu langsung tertiup angin malam. Karena rindu akan aroma itu, Theo menekan hidungnya ke celah sempit di antara bibir memek gadis itu. Ditekannya sedalam-dalamnya sambil menghirup aroma yang sangat dirindukannya itu.
Debby terkejut merasakan hidung lelaki itu tiba-tiba menusuk lubang memeknya. Ia menggelinjangkan pinggulnya. Menggelinjang dalam kenikmatan. Geli dan nikmat tiba-tiba terasa menusuk hingga ke jantungnya. Ia merintih-rintih berkepanjangan akibat dengusan nafas di dalam lubang memeknya.
"Aarrgghh..! Aarrghh..! Ampun, Theo..! Aarrgghh.., aarrgghh..!" rintihannya semakin keras ketika merasakan kumis lelaki itu menyapu itilnya.
"Ampun, ampun.. Theo! Aarrgghh..! Debby mau pipiis!"
Tapi ia tak berusaha menghindari hidung itu. Ia bahkan memutar pinggulnya sambil menekan bagian belakang kepala lelaki itu. Ia tak ingin hidung itu tak lepas dari jepitan bibir memeknya. Hal itu tak berlangsung lama. Ia hanya mampu memutar-mutar pinggulnya beberapa kali! Tiba-tiba saja ia merasakan adanya dorongan lendir orgasme yang tak mampu ditahannya. Dorongan itu terasa sangat kuat. Jauh lebih kuat daripada dorongan yang biasanya ia rasakan ketika mendekati puncak orgasmenya.
"Theo, Theo.., Debby mau pipis! Aarrgghh.., mimik!"
Theo mendengar rintihan itu. Tapi ia tak ingin menarik hidungnya. Ia tak peduli walaupun merasakan dua lengan memukul-mukul kepalanya dengan gemas. Ia telah terbius oleh aroma, kehangatan, kelembutan, dan kehalusan dinding memek gadis remaja itu. Bahkan semakin diremas dan ditariknya kedua bongkah pantat gadis itu agar hidungnya semakin tenggelam ke dalam liang memek yang segar itu.
Remasannya di bongkah pantat itu sangat kuat, membuat gadis itu hanya dapat merintih dan meronta-ronta. Dan tak lama kemudian, ia merasakan lendir hangat membasahi ujung hidungnya. Ia sangat senang merasakan kehangatan lendir itu. Lendir yang membasahi hidungnya ternyata membuat batang kemaluannya semakin tegang. Bengkak. Mungkin karena merasakan nikmat yang berbeda dari biasanya. Selama sebulan, telah berkali-kali ia rasakan orgasme gadis itu di ujung lidahnya. Tapi kali ini berbeda, ia merasakannya di ujung hidungnya!
Walaupun terasa agak sesak, Theo menarik nafas. Ia menghirup aroma yang sangat pribadi itu langsung dari bagian yang sangat dalam dan tersembunyi! Ia pun merasa sangat puas karena baru kali ini ia mendengar gadis cantik itu merintih-rintih minta ampun!
"Aarrgghh.., ampun! Ampun.., Debby pipiis!" rintih gadis itu sambil berusaha menarik pinggulnya agar hidung lelaki itu terlepas.
Ia tak mampu mengendalikan rasa nikmat dan geli yang bercampur menjadi satu di lubang memeknya. Tapi remasan telapak tangan di bongkah pantatnya lebih kuat daripada tarikan pinggulnya. Akhirnya ia hanya merintih-rintih melepaskan lendir orgasmenya ketika hidung itu mendengus-dengus. Seluruh sendi-sendi di sekujur tubuhnya menjadi lunglai. Membuat ia pasrah dan berusaha agar tak terjatuh ke lantai.
Theo menarik hidungnya setelah merasakan lendir orgasme itu berhenti mengalir. Ia menengadah sambil tersenyum puas. Ia dapat melihat kenikmatan yang baru saja usai mendera gadis itu. Hal itu terlihat dari bola mata yang menatap hampa dan kelopak mata yang setengah terpejam.
"Theo jaa.. haatt.., Theo jahat! " kata Debby terengah-engah sambil meminjit hidung lelaki itu dengan jempol dan telunjuknya. Tapi jari itu terpeleset karena hidung itu masih dipenuhi lendir licin.
"Jahat!" ulangnya sambil memijit kembali.
"Oh ya?" sahut Theo sambil menunduk. Lalu ia mulai menjilati memek yang masih berlepotan lendir itu.
Debby menggeliat ketika merasakan kembali lidah yang menjilati bibir luar memeknya. Ia merasa lelah tetapi ia pun tahu bahwa ia tak dapat menghindar dari lidah yang selalu rajin membersihkan sisa-sisa lendir orgasme di memeknya. Ia tetap berdiri walau tungkai kakinya mulai terasa pegal, terutama tungkai kakinya yang menginjak lengan kursi. Ia tidak akan mendorong kepala itu menjauhi memeknya. Percuma. Ia tahu bahwa lelaki yang selalu memanjakannya itu tak akan berhenti menjilati sebelum memeknya benar-benar bersih. Selain itu masih ada hal yang belum ia dapatkan. Malam itu ia belum merasakan nikmatnya 'menumpahkan' lendir orgasmenya langsung ke dalam mulut yang terjebak di dalam memeknya. Terjebak di bagian yang paling dalam dan tersembunyi. Belum merasakan nikmatnya 'menumpahkan' lendir orgasme langsung ke dalam bibir dan lidah yang menghisap-hisap memeknya ketika dinginnya angin malam menerpa tubuhnya.
Ia menunduk sambil mengusap-usap rambut lelaki tampan yang masih rajin menjilati memeknya. Kelopak matanya kembali terbuka. Bola matanya berbinar-binar menikmati pemandangan erotis di pangkal pahanya. Menikmati indahnya lidah yang menjulur dan menghilang dalam belahan bibir memeknya. Lidah yang basah mengkilap ketika keluar dari lubang memeknya. Tanpa sadar ia mendesah ketika lidah itu mulai mencari-cari sisa lendir di balik sekumpulan urat saraf yang menutupi itilnya. Ia menggeliat. Dan menggeliat lagi ketika merasakan itilnya dijentik-jentik dengan ujung lidah. Lalu diturunkannya telapak kaki kirinya dari lengan kursi. Setelah memindahkan berat badannya ke kaki kirinya, diangkatnya kaki kanannya dan diletakkannya pahanya di pundak lelaki itu. Ia menarik nafas lega merasakan kehangatan di bagian dalam pahanya, bagian yang menempel dengan pipi Theo.
"Nggak apa-apa 'kan, Sayang." kata gadis itu sambil mempermainkan jari-jari tangannya di rambut lelaki itu.
Ia terpaksa bertanya karena sebelumnya tidak pernah melakukan hal seperti itu. Tidak pernah berdiri sambil menjepit kepala di pangkal pahanya.
Theo menengadah, lalu mengangguk.
"Puaskan Debby ya, Sayang. Sebentar lagi, mimik lagi ya." Theo mengangguk kembali sambil mengulum itil gadis remaja yang nakal itu.
Melihat anggukan kepala itu, Debby jadi lebih bersemangat untuk meraih puncak orgasmenya. Kedua tangannya segera menekan kepala lelaki itu agar semakin terdesak ke memeknya. Satu tangan menekan bagian belakang kepala, dan yang sebelah lagi menjambak segenggam rambut. Posisi seperti itu membuatnya sangat bergairah. Kelopak matanya terbuka lebar menatap kepala yang pasrah di pangkal pahanya. Seolah kepala itu dipersembahkan sebagai alat untuk meraih puncak orgasmenya.
Walaupun memeknya telah pernah beberapa kali dioral oleh guru matematikanya itu, tetapi ia belum pernah merasakan nikmatnya mengendalikan kepala itu di pangkal pahanya. Mengendalikan sesuka hatinya. Jantungnya berdebar-debar ketika ia mulai menggerak-gerakkan pinggulnya. Ia merasa lebih nikmat karena pinggulnya bebas bergerak sesuka hatinya. Ia pun merasa bebas untuk mengerak-gerakan kepala lelaki itu ke arah yang ia inginkan. Menekannya, mendorongnya, atau bahkan menariknya. Beberapa kali ia terpaksa menariknya sambil berjinjit karena kumis lelaki itu terasa menyentuh ujung atas belahan memeknya.
"Argh..! Argh..!" rintihnya menahan nikmat yang mendera sekujur tubuhnya. Debby merasakan lendir yang semakin deras mengalir ke memeknya.
"Mimik, Sayang," katanya sambil menekan pundak Theo dengan paha belakangnya.
Ia ingin lidah itu menyusup ke dalam memeknya, menarik lendir dan mengisapnya. Ia merasa bahwa sebentar lagi ia akan mencapai puncak orgasmenya. Ia ingin merasakan kelembutan dan kehangatan bibir itu ketika dinding memeknya berdenyut-denyut. Sambil agak menekuk kedua lututnya, dihentakkannya pinggulnya agar lidah dan bibir lelaki itu masuk lebih dalam ke lubang memeknya. Ia seolah mendapat sinyal ketika merasakan remasan di bongkah pantatnya, sinyal yang menyatakan bahwa lelaki itu menyukai hentakan pinggulnya. Tanpa ragu, ia kembali menghentakkan pinggulnya sambil menekan bagian belakang kepala lelaki itu. Dilakukannya berulang kali, seolah ingin menunjukkan bahwa memeknya ingin menelan lidah dan mulut lelaki itu.
"Theoo.., aarrgghh..," rintihnya sambil menekan dahi lelaki itu dengan ujung jarinya. Tekanan itu menyebabkan wajah Theo terdongak hingga mulutnya persis berada di bawah memeknya.
"Mimik 'pipis' Debby, Sayaang," rintihnya sambil menghentak-hentakkan pinggulnya dengan cepat.
Sekujur tubuhnya menggigil merasakan nikmatnya lidah yang tertanam di lubang memeknya, lidah yang dapat ia perlakukan sesuka hatinya. Seolah ada 'kontol' kecil tertanam di lubang kemaluannya. Ia menggigil merasakan sensasi nikmat yang luar biasa dalam terpaan dinginnya angin malam yang berembun. Bulu-bulu roma di sekujur tubuhnya merinding ketika merasakan lahapnya lidah dan mulut lelaki itu menghisap-hisap, menanti lendir orgasme yang akan tumpah dari memeknya.
"Aarrgghh.., hasshh.., hasshh.., aarrgghh, aarrgghh, aarrgghh..!" rintihnya berkepanjangan ketika 'menumpahkan' orgasmenya.
Ia masih merintih-rintih bekepanjangan ketika merasakan liarnya lidah lelaki itu menjentik-jentik bibir dalam memeknya. Lidah itu masih rajin bergerak seolah belum terpuaskan dengan segumpal lendir yang telah mengalir dari lubang memeknya.
Theo masih menjilat-jilat. Sesekali mengulum bibir luar memek gadis yang masih terengah-engah itu. Ia pun merasakan nikmat yang luar biasa ketika merasakan lendir orgasme gadis remaja itu mengalir ke kerongkongannya. Mungkin karena dinginnya terpaan angin, lendir orgasme yang ditelannya terasa lebih hangat dari biasanya. Paha yang menekan pipinya pun terasa lebih hangat. Dan.., hentakan-hentakan pinggul itu lebih liar dari biasanya!
"Ooh Theo, nikmatnya!" desah Debby sambil menatap bola mata lelaki yang masih dijepitnya di pangkal pahanya. Jari-jari tangannya mengusap-usap dahi dan rambut lelaki itu. Dibelai-belainya dengan mesra. Bibirnya tersenyum bahagia.
"Sekarang kita ke kamar yuk!" sambungnya sambil mengangkat pahanya dari pundak lelaki itu.
Ke Bagian 4
Oleh: [email protected]