Cerita Dewasa:
Besanku, Kekasihku 02
Sambungan dari bagian 01
Setelah istriku berangkat, tidak lama kemudian Pak Har dan istrinya muncul di kamarku serta menanyakan kondisiku.
"Paak.., kata ibu lagi sakit perut yaa.., ma'af.., mungkin ada makanan yang tidak cocok dengan perut bapak.., yaa", kata Pak Har dengan penuh rasa khawatir sedang istrinya hanya diam saja di sampingnya.
"ooh.., bukan sakit peruut.., kok.., paak", sahutku sambil kutinggikan bantalku sehingga posisi tidurku setengah duduk, "cuma.., masuk angin sedikit.., kayaknya.., sebentar lagi juga sembuh", sahutku seraya kupandangi keduanya bergantian.
"Apa bapak biasa minum obat tolak angin.., biar saya ambilkan.. yaa", kata Bu Har.
"aahh.., nggak usah lah buu.., tadi sudah dipijitin sedikit oleh istri saya.., biasanya sih dikerokin.., tetapi karena takut ke Mlg-nya kesiangan.., jadi kerokannya nggak jadi", sahutku.
"Lho.., Paak.., kalau biasa kerokan.., biar istri saya saja yang ngerokin.., dia itu ahlinya.., saya kalau masuk angin paling cepat dikerokin lalu dipijitnya, langsung sembuh", sahut Pak Har.
"Iyaa.., Buu.., tolong dikerokin saja dan setelah itu baru minum obat tolak angin.., soalnya kalau dibiarkan bisa kasep nanti, apalagi besok adalah acara resmi perkawinannya.., ayoo.. sana buu.., ambil alat kerokannya", tambah Pak Har dan segera saja Bu Har pergi meninggalkan kamarku.
Tidak lama kemudian Bu Har mencul kembali dan dikedua tangannya telah membawa alat kerokan dan segelas air minum serta obat tolak angin dan sambil meletakkan barang bawaannya di meja, Bu Har mengatakan.
"Paakk.., lebih baik kaosnya dibuka saja", katanya dan Pak Har yang masih menemaniku di kamar terus menimpalinya.
"Betuul.., Paak.., ooh.., iyaa.. buu", kata Pak Har pada istrinya, "Saya tinggal dulu ya sebentar ke kantor KUA untuk menyelesaikan administrasinya buat besok dan mungkin ke beberapa teman yang undangannya belum kita berikan".
"Jangan.., lama-lama lho.., paak.., masih banyak yang belum beres.., lhoo..", sahut Bu Har sambil keluar pintu kamarku menghantar suaminya pergi.
Tidak lama kemudian Bu Har muncul kembali sambil menutup pintu kamar, "Lhoo.., maas.., kok kaosnya belum dibukaa..?", katanya ketika melihatku masih tiduran dan belum membuka kaosku, ".. Isiin.., mbaak", sahutku sambil duduk di pinggir tempat tidur. "Wong wis podo tuwek e kok.., pake isin segala.., wis to.., bukaen kaose..", kata Bu Har dengan logat jawa timurnya.
Tanpa disuruh kedua kalinya, segera kubuka kaos yang kupakai dan terus duduk membelakanginya sambil menunggu kedatangannya dari menutup pintu kamar. Sesampainya dia di belakangku dan duduk menghadap punggungku tiba-tiba saja Bu Har mencubit pinggangku kuat-kuat sambil berkata, "Maas.., kowe wis tuo.., kok kurang ajar.., tenan.., siih". Karena cubitannya yang agak kuat dan tanpa kuketahui menjadikanku kaget dan berteriak, "Aduuh..", sambil kuputar badanku sehingga kami sudah duduk berhadapan dan kuambil barang-barang kecil ditangannya serta kutaruh di atas kasur serta kupegang kedua bahunya seraya kukatakan, "Mbaak.., kowe sing marai aku dadi kurang ajar.., lha.., wong kowe.., sing membuatku jadi kesengsem..", dan kemudian kupeluk rapat-rapat sehingga terasa toketnya yang tidak besar itu mengganjal di dadaku serta kucium bibirnya dan Bu Har-pun memelukku serta mengusap-usapkan kedua tangannya di punggungku yang sudah telanjang. Kujulurkan lidahku ke dalam mulutnya dan terasa di sedot-sedotnya dengan keras dan nafas kami berduapun sudah semakin terdengar keras.
Sambil kuangkat badannya sedikit agar bagian roknya yang diduduki terbebas, lalu kuangkat rok terusannya ke atas dan kususupkan tangan kananku ke dalam serta kupegang toketnya dari luar BHnya dan terasa sekali toketnya begitu empuk dan diantara ciuman kudengar Bu Har berkata, "sshh.., Maas.., ojo.., nakaal.., too..", sambil tangan kanannya menggerayangi penisku dari luar celana yang kupakai dan langsung saja kulepas ciumanku dan kuangkat roknya ke atas dan kudengar dari mulutnya hanyalah suara sedikit manja, "Maas.., ojo.., nakaal.., too..", tetapi tanpa ada penolakan sama sekali, malahan membantuku melepas roknya dengan mengangkat kedua tangannya ke atas dan setelah roknya terlepas, kulihat badan Bu Mar yang begitu mulus mengenakan BH hitam yang tipis tanpa ada busa yang mengganjalnya dan CD-nya juga berwarna hitam.
Tanpa basa basi, langsung saja Bu Har kurangkul dan kurobah posisinya serta kutelentangkan di atas tempat tidur dan Bu Har hanya protes, "Maas.., apa-apaan.., siih.., katanya mau di kerokin.., kok jadi beginii..", dan sambil mencari kaitan BH di belakang tubuhnya, kujawab saja, "Sebenarnya.., Mbaak.., Aku sudah sembuh.., masuk anginnya.., sudah hilang sendiri..".
Setelah kaitan BH-nya terlepas, langsung saja BH-nya kubuka dan kujilat toketnya serta kusedot-sedot puting susunya yang hitam dan besar dan kurasakan Bu Har mencoba memasukkan tangan kanannya ke dalam celanaku mencari cari penisku tetapi karena celanaku agak sempit sehingga Bu Har kesulitan memasukkan tangannya dan langsung saja dia berkata, "Maas.., bukain celanamu.., aku yoo.., kepingin.., pegang punyamu", dan tanpa melepas puting susunya yang masih kusedot, kulepas celana dan celana dalamku sekaligus, sehingga aku sekarang sudah telanjang bulat dan penisku yang setengah berdiri itu langsung saja dipegangnya dan segera saja dia berkomentar, "Maas.., kok masih.., lembek..?".
"Coba saja di isap.., pasti sebentar saja.., sudah tegang.., mau..?", tanyaku sambil kupandangi wajahnya dan kulihat Bu Har hanya mengangguk sedikit tanpa jawaban.
Segera saja kulepas isapan mulutku di toketnya dan bangun serta duduk di dekat kepalanya sambil sedikit kumiringkan badannya kearahku dan dengan tidak sabaran langsung saja batang penisku yang masih setengah berdiri dipegangnya dan kepalanya di jilat-jilatnya sebentar dan langsung dimasukkan ke dalam mulutnya. Sambil memutar badannya setengah tengkurap, Bu Har segera saja memaju-mundurkan kepalanya sehingga penisku keluar masuk terasa nikmat sekali sehingga tanpa terasa aku jadi mendesah ".. Aah.., ooh.., Mbaak.., teruus.., ooh.., enaaknyaa.., Mbaak.. oohh", sambil kuusap-usap rambut di kepalanya dan sesekali kujambak dan baru sebentar saja Bu Har menghisap penisku, terasa penisku sudah tegang sekali.
Tiba-tiba saja penisku dikeluarkan dari mulutnya dan langsung saja kukatakan, "Mbaak.., isap.., lagii.., doong", tetapi kudengar Bu Har berkata, "Maas.., tolong.., punyaa.., Saya.., juga". Aku langsung mengerti apa yang dimaui Bu Har dan langsung saja aku merubah posisi dan kujatuhkan diriku tiduran ke dekat kaki Bu Har dan kutarik celana dalamnya turun serta kulepas dari badannya.
Tiba-tiba saja Bu Har bergerak dan berganti posisi tidur di atas badanku sehingga memeknya tepat berada di mulutku dan tercium bau memek yang sangat khas, maka tanpa bersusah payah kusibak bulu blu memeknya yang menutupi bibir memeknya dan setelah itu kubuka bibir memeknya dengan kedua jari tanganku dan kujulurkan lidahku menusuk ke dalam memeknya yang sudah basah oleh cairannya dan terasa asin. Ketika ujung lidahku menyodok lubang memeknya, langsung saja Bu Har menekan pantatnya ke wajahku sehingga terasa sulit bernafas dan terasa penisku sedang di kocok-kocoknya dengan jari tangannya.
Ketika lidahku menjelajahi seluruh bagian memeknya dan bibir memeknya tetap kupegangi, Bu Har lalu menaik-turunkan pantatnya dengan cepat dan mungkin karena merasa keenakan dijilatin memeknya, terdengar desahannya yang agak keras, "ooh.., Maas.., oohh.., aahh.., teruus.., uuhh.., Maas.., aduuh.., enaak.., Maas.., ooh..", dan sesekali clitorisnya yang sedikit menonjol itu dan sudah mulai mengeras, kuhisap-hisap dengan mulutku sehingga desahan demi desahan keluar dari mulutnya, "ooh.., ituu.., Maas.., enaak.., uuh.., ooh.., Maas", dan tiba-tiba saja pegangan dipenisku dilepaskannya dan Bu Har menjatuhkan dirinya dari atas tubuhku dan tidur telentang sambil memanggilku, "Maas.., Maas.., sinii.., Saya sudah.., nggak tahaan.., ayoo.., sini.., Maas".
Aku segera saja bangun dan membalik badanku serta kunaiki tubuh Bu Har dan dia ketika tubuhku sudah berada di atasnya, dia membuka kakinya lebar-lebar dan kutempatkan kakiku di antara kedua kakinya. Dengan nafas terengah engah dan mencoba memegang penisku dia berkata, "Maas.., cepat.., doong.., masukin.., Saya sudah.., nggaak tahaan".
"Tunggu.., sayaang.., biar Aku saja yang masukin sendiri", kataku sambil kupindahkan ke atas, tangannya yang tadi mencoba memegang penisku tetapi rupanya Bu Har sudah tidak sabaran lalu kembali dia berkata.
"Maas.., ayoo.., doong.., cepetaan.., dimasukiin.., punyamu ituu..", dan dengan hati-tiba kupegang penisku dan kugesek-gesekkan di belahan bibir memeknya beberapa kali dan kemudian kutekan ke dalam serta, "blees.." terasa dengan mudahnya penisku masuk ke dalam lubang memeknya dan seperti terkaget kudengar Bu Har berteriak kecil bersamaan dengan penisku masuk kelubangnya.
"Aduuh.., Maas", sambil mendekapku erat-erat.
"Sakit.., sayaang..?", tanyaku dan Bu Har kulihat hanya menggelengkan kepalanya sedikit dan ketika dia menciumi disekitar telingaku kudengar dia malah berbisik, "Enaak.., Maas..".
Kuciumi wajahnya dan sesekali kuhisap bibirnya sambil kumulai menggerakkan pantatku naik turun pelan-pelan, tetapi tiba-tiba saja punggungku dicengkeramnya agak keras.
"Maas.., coba diamkan dulu pantatmu ituu..", dan aku tidak mengerti apa maunya tetapi tanpa banyak pertanyaan kuturuti saja permintaannya. Eehh, ternyata Bu Har sedang mempermainkan otot-otot kenikmatannya, sehingga pelan-pelan terasa penisku seperti di pijat-pijat serta tersedot-sedot dan jepitan serta sedotannya semakin lama semakin kencang sehingga penisku terasa begitu nikmat dan tanpa terasa aku menjadi terlena keenakan.
"oohh.., sshh.., Mbaak.., enaknyaa.., ooh.., aakkrrss.., ooh.., teruus.., Mbaak.., aduuh.., enaak", dan aku sudah tidak dapat tinggal diam saja, langsung pantatku naik turun sehingga penisku keluar masuk lubang veginanya serta terdengar bunyi, "Crreett.., crreet.., creett..", secara beraturan sesuai dengan gerakan penisku keluar masuk memeknya yang sudah sangat basah dan becek.
"Maas.., cabut dulu punyamu itu.., biar aku lap dulu.., punyaku sebentar..", kata Bu Har setelah mungkin mendengar bunyi itu.
"Biar.., aja.., Mbaak.., nikmat begini.., kook", sahutku sambil meneruskan gerakan penisku naik turun semakin cepat dan Bu Har kurasa tidak memperhatikan jawabanku karena sewaktu aku menjawab pertanyaannya, kudengar dia sudah mengeluarkan desahannya.
"ooh.., sshh.., aakk.., aduuh.., Maas.., teruuskaan.., teruus.., Maas.., ooh..", sambil mempercepat goyangan pinggulnya serta kedua tangannya yang dipunggungku selalu menekan-nekan disertai sesekali menyempitkan lubang memeknya sehingga terasa penisku terjepit-jepit.
"ooh.., Mbaak.., sshh.., oohh.., enaak.., Mbaak.., akuu.., aku sudah.., nggak kuat.., mau.., keluarr.., mbaak..", desahanku yang sudah tidak kuat lagi menahan keluarnya air maniku.
"Maas.., ayoo.., Maas.., aduuh.., ooh.., Akuu.., jugaa.., ayoo.., sekaraang.., aakkrr.., ooh.., Maas", dan kulepas air maniku semuanya ke dalam memeknya sambil kutekan penisku kuat-kuat dan Bu Har pun mendekapku dengan sekuat tenaganya.
Aku terkapar di atas badan Bu Har dengan nafas ngos-ngosan demikian juga kudengar bunyi nafasnya yang sangat cepat seraya menciumi wajahku.
Setelah nafas kami mulai mereda, lalu kukatakan, "Mbaak.., aku cabut ya punyaku..", dan sebelum aku menghabiskan perkataanku, dicengkeramnya punggungku dengan kedua tangannya seraya mengatakan, "Jangaan.., duluu.., Maas.., Aku masih ingin.., punyamu tetap ada di dalam..", dan setelah diam sebentar lalu katanya lagi, "Maas.., Aku sudah lama.., nggak begini.., Bapak sudah nggak mau lagi.., padahal aku masih kepingin..".
Setelah kejadian tersebut, kami masih sesekali melakukannya yaitu ketika Bu Har datang ke Jakarta dengan alasan kangen dengan anak perempuannya yang kawin dengan anakku. Biasanya Bu Har menelponku di kantor apabila akan datang ke Jakarta dan kujemput dia di Gambir dan langsung pergi ke salah satu Hotel, sebelum dia menuju rumah anaknya.., eh.., anakku juga.
TAMAT