Cerita Dewasa:
Gara-gara Motor
Sebut saja saya Andi.., sekarang saya sudah 25 tahun dan bekerja di salah satu perusahaan swasta di Jakarta. Saya sudah mempunyai seorang kekasih yang cantik dan baik. Sebut saja Rini, Dia adalah salah satu teman sekelasku waktu aku SMU, setelah lulus SMU, tiga tahun kami tidak bertemu hingga akhirnya aku mendapatkan momor HP-nya dari salah satu temannya yang kebetulan aku bertemu dengannya di Mall.
Pertama kali bertemu, dia langsung menunjukkan sikap yang bersahabat dan cepat akrab (padahal waktu SMU menegur pun tidak), aku termasuk tipikal yang pendiam, begitu juga dia. Wajar saja kalau SMU dulu kami cuma bertegur sapa dengan sekedar mengangkat alis. Namun saat berjumpa dengannya kembali setelah aku sempat berbicara dengannya melalui HP, membuyarkan bayanganku akan dirinya ketika masih SMU. Dia semakin cantik dan banyak bicara alias bawel.
Singkat cerita aku beranikan diri untuk mengungkapkan rasa cintaku dan ternyata diterima.., dan aku dapat mencumbunya ketika hubungan kami sudah berjalan empat minggu! Hubunganku dengan keluarganya pun lancar-lancar aja, ayah dan ibunya begitu menyenangkan namun tidak mau dibilang gaul. Pacarku punya satu orang kakak perempuan yang sudah berumur 27 tahun bernama Rita (samaran) dan Riri (samaran) adik perempuannya berusia 18 tahun. Kakaknya bekerja sebagai pramuniaga di salah satu supermarket di Jakarta, belum menikah tapi sudah punya pacar serta adiknya masih kelas tiga SMU.
Aku mencintai pacarku dan mengaguminya namun harus aku akui bahwa kakak dan adik dari pacarku ini mempunyai nilai lebih dari segi fisik dibandingkan pacarku. Dalam kamus berpacaranku tidak ada malam minggu karena kapanpun aku kangen aku bisa ke rumahnya. Hingga suatu saat dimalam sabtu ketika aku selesai ngapel dirumahnya, aku tidak bisa pulang sebab sepeda motor milikku satu-satunya tali gasnya putus saat mau dipinjam oleh ayah pacarku.
Karena sudah jam 11 malam, tidak mungkin ada bengkel motor yang masih buka sedangkan aku cuma bisa mengendarai saja tidak bisa servis, akhirnya aku menginap dan tidur di ruang tamu. Sebelum tidur aku sempat dimanja oleh kekasihku Rini, kami sempat bercumbu cukup lama, karena merasa semua sudah tertidur lelap (waktu itu jam 24.00), aku mencium seluruh wajahnya hingga kulumat habis bibirnya.
Aku adalah orang pertama yang dapat mencium dan menyentuhnya, hingga aku dapat merasakan bahwa dia tidak dapat mengontrol dirinya ketika aku cium maupun aku sentuh. Rini langsung menjambak rambutku dan mendesah agak keras ketika tanganku meremas toketnya. Aku semakin berani membuka semua bajunya dan juga melepas bra-nya hingga aku dapat menghisap kedua boba susunya. Hingga ketika aku turunkan celana tidurnya dan dia diam saja aku semakin berani dan menjadi-jadi.
Namun rupanya dia akhirnya mencegah perbuatanku lebih jauh ketika CD nya sudah kulepas dan aku sedang menyentuh memeknya dia langsung tersentak dan berkata bahwa ini belum saatnya. Akupun mengerti dan merapikan kembali pakaianku begitu juga dia. Namun ketika aku terjaga dari tidur aku agak kaget karena ada seseorang yang sedang tidur persis dibawah sofa tempat aku tidur. Karena lampu dimatikan aku tidak jelas mengenali siapa yang tidur tersebut. Karena masih sangat ngantuk aku tidak peduli siapakah yang tidur tersebut.
Hingga ketika aku tertidur dan kembali terjaga, tanganku tidak sengaja jatuh ke bawah dan menyentuh gundukan toket yang pastinya bukan punya Rini pacarku. Aku pun akhirnya tahu bahwa yang tidur itu adalah Riri adik Rini. Fantasiku melayang untuk mencoba merasakan paling tidak dapat menyentuh tubuh seksi ABG. Riri memiliki tinggi badan 175 cm, dengan lekuk tubuh dan ukuran toket yang menurutku sangat sempurna.
Namun niat itu sempat aku urungkan mengingat dia adalah adik dari pacarku yang sangat aku cintai. Namun ternyata setan yang membisikiku lebih kuat dari imanku. Aku tidak mengerti mengapa dia sampai bisa tidur di ruang tamu dan di bawah sofaku pula. Aku berfikir mungkin biasanya dia memang tidur di sini kalau sedang tidak ingin tidur di kamarnya. Karena Rini pernah cerita kalau dia sedang tidak ingin tidur di kamarnya dia bisa tidur di mana saja, dan paling sering tidur di kamar kakaknya atau adiknya, begitu juga kakak dan adiknya sering tidur di mana saja.
Kembali ke urusan "arus bawah" yang tidak bisa kompromi lagi karena ternyata si Riri tidak menggunakan bra. Riri menggunakan daster dengan tali di kedua bahunya. Aku turunkan tanganku pelan-pelan supaya tidak membangunkan dia. Dari atas baju dasternya aku remas toketnya, aku pelintir boba susunya, lalu aku pura-pura tidur karena dia bergerak.
Ternyata dia hanya pindah posisi tidur kali ini kakinya agak naik ke atas hingga bawahan dari dasternya turun sampai ke pangkal paha. Perhatianku teralihkan kebawah, gundukan bukit kecil didepan mataku itu benar-benar membakar gairahku sementara tangan kiriku mencoba melepas salah satu tali dasternya sementara tangan kananku mengusap-usap bagian atas celana dalamnya yang sudah terlihat semua.
Tali daster sebelah kanan berhasil aku lepas, dan akhirnya akupun berhasil menggeser bagian tengah celana dalamnya hingga terpampang memek yang agak gelap karena lampu masih mati. Tangan kiriku menyusup dari bagian atas dasternya hingga aku dapat mempermainkan boba susunya dengan bebas, setan mana yang sudah merasuki aku hingga jari tengahku aku masukkan ke dalam memek Riri.
Riri terbangun, aku tersentak kaget. Dia juga tampak kaget, namun aku coba kuasai keadaan, aku berpura-pura bertanya kepadanya..
"Ri, kamu kok tidur di sini?, Bang Andi mau bangunin kamu suruh pindah ke kamar kamu eh malah kamu bangun duluan jadi kaget Bang Andi", aku coba meyakinkannya.
Dengan dada berdegup kencang aku coba menanti apa yang akan diucapkan olehnya.
"Di kamar Riri gerah Bang, kipas anginnya rusak, dikamar kakak gak ada kipas anginnya abis Kak Rita ama Kak Rini kan alergi dingin, ya udah Riri tidur di sini, ganggu Bang andi ya?" Riri balik tanya padaku.
"Ah nggak, ya udah tidur aja lagi" jawabku.
Padahal dalam hatiku aku berkata, "Kamu pasti akan 'mengganggu' siapa saja lelaki yang melihat kamu tidur seperti itu".
Aku menyuruh Riri tidur di atas sofa dan biar aku yang dibawah, dan dia pun menurut. Aku sedikit tenang dan berharap dia tidak menyadari apa yang baru aku lakukan terhadapnya dan aku berharap hari cepat pagi, agar pikiranku tidak terganggu oleh Riri.
Ketika itu jam menunjukkan pukul 02.30 pagi dan ketika aku baru akan tidur tiba-tiba aku terkejut oleh pertanyaan Riri yang sambil berbisik kepadaku, "Bang Andi tadi megang (maaf) memek Riri ya?".
"Ah.. Ng.. Ng.. Gak kok" jawabku gugup.
"Yang benar Bang Andi, soalnya tadi pas bangun Riri ngerasa ada yang enak di (sekali lagi maaf) memek Riri juga sedikit sakit, pasti abis dipegang Bang Andi" Tanyanya lagi.
"Kamu kok ngawur Ri, udah tidur sana" aku coba kuasai diri.
"Bang Andi, Riri nggak bilang deh sama siapa-siapa tapi Riri pengen liat dan pegang (maaf) kontolnya Bang Andi, biar impas" Seloroh Riri.
Aku kaget dan tidak tahu harus bagaimana namun yang pasti kontan saja "burungku" berdiri dengan tegaknya seperti mendengar ada yang memanggilnya. Riri terus bicara dan bercerita bahwa tiga teman akrabnya disekolah semuanya sudah pernah lihat dan pegang "burung" pacarnya, sedangkan Riri tidak punya pacar. Setelah Riri sedikit memaksa setelah aku sempat menolaknya, akhirnya aku keluarkan "saudara kembarku" di hadapan adik pacarku! Kami berbicara sambil bisik-bisik karena takut ada yang terbangun, Riri dengan kagum memperhatikan dan menggenggam "Si Otong", Riri menyebutnya.
"Otongnya gede banget Bang", bisik Riri.
Aku tersanjung dengan perkataannya, Riri kembali bertanya, "segede gini emangnya bisa masuk ke memek Riri".
Aku tersenyum dengan perkataan itu dan aku menjawab diplomatis sambil menahan pusing karena si otong tersebut terus di usap-usap oleh Riri.
"Coba aja diukur dari luar, maksud Bang Andi coba ditempelin di memek Riri kira-kira masuk gak?", pintaku sambil berbisik, ternyata dia meresponnya lalu dia membuka CD-nya dan minta aku berjanji hanya menempelkannya.
Ketika aku tempelkan burungku ke memeknya aku terus usap kepala burungku persis di itilnya hingga di mendesis nikmat. Aku beranikan diri untuk melepas tali dasternya dan menjilati boba susunya, pada saat itu aku tidak meminta izin lagi kepada Riri namun tampaknya dia menikmatinya hingga tanpa aku sadari burungku kutancapkan sekerasnya ke dalam Memek Riri hingga Riri hampir berteriak namun aku coba menutup mulutnya.
Riri kesakitan, akupun sempat bingung dan takut, namun karena sudah terjadi aku harus selesaikan semuanya, sambil aku tutup mulutnya karena ia masih ingin berteriak, aku goyangkan pinggulku kedepan dan belakang berulang kali (posisiku setengah berdiri di atas sofa dan Riri tidur di atas sofa).
Setelah yakin Riri tidak merasakan sakit lagi aku lepas tanganku dari mulutnya dan aku goyangkan sekuatnya pinggangku hingga nafasku dan Riri tersengal-sengal dan.. Akhirnya tanpa dapat dikontrol spermaku tersembur di dalam memek Riri. Ketika aku cabut "punyaku" terlihat bahwa "si otong" telah berlumuran darah, darah perawan Riri.
Sesaat aku setelah itu Riri berbisik, "Enak Bang Andi".
Namun aku langsung suruh ia berpakaian karena takut ada yang melihat. Aku dan Riri bersepakat untuk merahasiakan ini, karena kami sama-sama mencintai seseorang yang juga telah kami lukai hatinya jika sampai ia tahu apa yang telah kami lakukan. Orang itu adalah Rini kekasihku.
Perlu pembaca ketahui sesungguhnya Kini aku benar-benar jatuh cinta pada Riri, namun aku tak ingin mengecewakan Rini. Dan aku pernah mengungkapkan ini kepada Riri, namun ia bilang bahwa dia tidak menginginkan cintaku, walaupun dia telah menyerahkan kehormatanya kepadaku, dia berkata bahwa kebahagiaan kakaknya lebih berarti baginya.
Namun semakin lama aku tak bisa membohongi diri bahwa aku tidak memiliki rasa cinta kepada Rini. Setiap ada kesempatan di rumahnya entah itu dengan alasan menunggu Rini dan lain hal, aku dan Riri selalu menyempatkan diri untuk bercumbu atau bahkan bercinta sekalian. Dan itu tetap menjadi rahasia kami sampai saat ini.
E N D