kamu melihat pesan ini karena adblocking menyala sehingga keseluruhan koleksi kami sembunyikan. kamu berusaha menghilangkan iklan maka kami juga akan menutup seluruh koleksi
klik cara mematikan ADBLOCK
selalu guna GOOGLE CHROME serta Download free VPN tercepat
UC Browser, Operamini, dan browser selain google chrome yang tidak mematikan ad blocking menggunakan panduan di atas tidak akan dapat melihat content, harap maklum
Bokep Viral Terbaru P26 Tya Tokbrut Kalau Dientot Memeknya Kentut 26 PEMERSATUDOTFUN

P26 Tya Tokbrut Kalau Dientot Memeknya Kentut 26

Tidak ada voting
Tya, Tokbrut, Kalau, Dientot, Memeknya, Kentut
P26 Tya Tokbrut Kalau Dientot Memeknya Kentut 26
video tak dapat diputar? gunakan google chrome, matikan adblock, gunakan 1.1.1.1
untuk menonton konten Tya, Tokbrut, Kalau, Dientot, Memeknya, Kentut yang ada pada kategori TEEN published pada 23 Januari 2024 sila click button Download lalu click STREAMING di atas untuk menyaksikan streaming P26 Tya Tokbrut Kalau Dientot Memeknya Kentut 26 secara free, dapat pula click STREAMING 1 etc button di bawah player. jangan lupa di fullscreen agar iklannya tidak muncul, jika keluar jendela iklan cukup tutup sahaja
Advertisement
klik foto untuk besarkan saiz dan semak halaman seterusnya

Daftar Foto :


Cerita Dewasa:


Kevin Demonic 2: Blood Sugar Sex Magic - 2


Dari bagian 1

Sekilas aku menyaksikan paha bagian bawahnya terlihat karena rok panjang yang dikenakannya agak tertarik akibat gerakan itu hingga belahan roknya yang selutut ikut tertarik ke atas. Tidak berani aku memfokuskan pandanganku ke arah itu tapi dalam benak-ku aku mengagumi kehalusan kulitnya.

"Maaf maksud saya, kami berdua telah memutuskan untuk menyewa pengacara yang akan menjadi kuasa hukum kami sehingga semua pertanyaan dapat melaluinya".

Sebersit kekecewaan muncul di wajah Kapten Shelly. Sebelum dia memotong, aku lanjutkan berkata, "Kami berdua ingin hidup normal sewajarnya ibu-ibu pasti mengerti betapa berat beban dan kesedihan yang kami tanggung akibat peristiwa itu.. Jadi mulai sekarang kami tidak ingin diusik dengan hal-hal yang berhubungan dengan waktu itu," Aku manambahkan lagi, "Aku harap ibu mengerti".

Sejenak kening Kapten Shelly agak berkerut seperti berpikir lalu dengan senyum dia berkata, "Sayang sekali bila penyidikan harus dihentikan karena kami bermaksud baik berusaha mencari kebenaran yang dapat mendatangkan keadilan bagi kalian".
Dia menghela nafas panjang lalu melanjutkan lagi, "Tapi tampaknya sekarang yang betul-betul kalian butuhkan adalah ketenangan jadi biarlah untuk urusan selanjutnya kami akan berhubungan dengan kuasa hukum yang akan kalian pilih".
"Terima kasih atas pengertian ibu-ibu dan kami juga beterima kasih atas perhatian pihak kepolisian yang berusaha mengungkap peristiwa itu". ujarku sambil tersenyum.

Sesaat kemudian mereka meninggalkan rumahku setelah berpamitan dengan kakak-ku. Ketika bersalaman terakhir kali aku betul-betul menikmati genggaman lembut tangan Sersan Laras. Hampir saja aku menanyakan tempat tinggal dan nomor telponnya tapi kesadaranku membuatku menelan kembali kata-kata yang sudah diujung lidah itu.






Hari menunjukan pukul 15:10 ketika Rima akhirnya berpamitan untuk segera pulang. Ketika mengantarnya ke mobil aku berucap santai.

"Eh nggak biasanya penampilan kamu begini.. Keren banget.. Ada acara apa abis ini?" aku bertanya setengah menggoda.
Rima agak tersipu ketika menjawab, "Hmm.. Aku ada janji sama teman.. Mau nonton di 21".

Ketika itu terdengar bunyi handphone dan Rima merogoh tasnya mengambil handphone lalu menjawab telpon itu. Aku memalingkan muka menyalakan rokok karena nggek enak menguping pembicaraannya. Sayup-sayup terdengar Rima berkata,
".. Iya di tempat biasa.. Tunggu disitu aja.. Oke sampai nanti say, .. Bye" rupanya dia bicara dengan pacarnya dan mereka janjian mau nonton.
"Wah dari pacar kamu yah" aku tetap memancing.
"Eh ehm iya tuh kamu denger aja" wajah Rima memerah. "Aku harus buru-buru nih nanti telat.. Sudah yah sesi berikutnya lusa khan.. Sampai ketemu lagi Kev," Rima berkata sambil bergegas duduk dibelakang kemudi sedan Timor-nya.

Aku menatapnya lekat merekam semua bagian tubuh dan wajahnya. Rima melambaikan tangannya dari balik jendela ketika mobilnya melaju pergi. Kubalas lambaiannya dengan senyuman. Senyum dingin milik Kevin Demonic!

Aku melewatkan sisa sore itu dengan berbaring di kamarku. Kesibukanku sejak pagi membuatku penat dan butuh istirahat. Kucoba memejamkan mataku tapi sulit. Bayangan Rima dan Sersan Laras silih berganti menyerbu pikiran dan fantasi-ku. Terlebih Rima yang harumnya masih seperti tercium olehku. Siluet tubuhnya dan suaranya mengganggu istirahatku. Tapi tetap berusaha kupejamkan mataku. Aku butuh istirahat karena aku harus segar malam ini. Harus segar karena malam telah memanggilku. Suaranya kian keras bergema dalam kalbu. Ya harus kuikuti panggilannya. Harus kupuaskan hasratku malam ini. Dan hasrat-ku dengan jelas telah menentukan pilihannya bagiku.. Rima!

Rima..
Bagai bunga kau tebar aroma wangi semerbakmu..
Bagai bunga kauperlihatkan indah menggoda tubuhmu..
Dan bagaikan mawar duri-durimu melengkapi pesonamu..
Siap kuhirup wangimu..
Siap kuraih keindahanmu..
Siap kurasakan padihnya tertusuk durimu..
Alangkah indahnya bila darah mengalir membasahi duri-duri itu..
Alangkah indahnya..
Dan akupun tertidur sore itu.

Dalam tidurku aku bermimpi. Dalam mimpiku kulihat sang maut menghampiriku.. Makin dekat menghampiriku.. Begitu dekatnya hingga dapat kucium aromanya.. Begitu dekatnya hingga dapat kulihat senyumannya.. Ya maut telah tersenyum padaku.. Dia mengulurkan tangannya menggenggam tanganku erat.. Kita kemudian berjalan bergandengan.. Begitu eratnya hingga dia selalu ada di tanganku.. Aku tersenyum lirih.. Karena maut selalu ada di tanganku. Diantara mimpi dan sadar aku berucap.

"Rima.. Aku mengulurkan tanganku padamu malam ini" Lalu akupun terus terlelap.. Terlelap hingga malam menyelimuti.

Namaku Kevin bukan salahku kalau aku terlahir berbeda dari yang lain. Kalau aku bisa memilih lebih baik aku tidak pernah dilahirkan..

Bagian Pertama.

Jakarta, Agustus 1998

.. Desah nafas kian memburu menebarkan aroma wangi kembang memenuhi ruang kamar tempat diriku bergulat penuh nafsu dengan Rima. Peluh membuat kulitnya yang sawo matang itu berkilat dalam temaram ratusan lilin yang memancarkan sinarnya di sekeliling kita berdua. Tubuhnya terlentang sambil menggeliat dengan penuh rangsangan seiring dengan gerakan keluar masuk kontolku merambah tiap bagian dari liang senggamanya. Aku duduk dalam posisi bersimpuh tepat berada di antara kedua pahanya sambil memegang pergelangan kakinya yang terangkat inggi mengangkang.

1.. 2.. 3.. 4.. 5.. 6.. 7.. 8.. Hingga tidak terhitung lagi berapa kali aku 'memompa' tubuhnya yang sintal itu. Rima merintih begitu hebat merasakan kenikmatan yang kuberikan secara begitu kasar kepadanya. Sepasang tangannya meronta-ronta berusaha menjangkau tubuhku seperti hendak mencakar dengan begitu liar-nya. Kulepaskan genggaman tanganku dari pergelangan kakinya dan segera meremas sepasang buah dada yang ejak tadi tampak berguncang tiap kali aku menghujamkan kontolku dalam-dalam ke tubuhnya. Boba susunya sudah basah bermandikan peluh yang keluar bagai butir-butir jagung.

"Rima.. Kini tinggal kita berdua saja dan tidak ada lagi yang dapat menghalangiku memuaskan segala hasrat dan keinginanku padamu!!" kataku sambil meremas kuat-kuat toketnya.

Tiba-tiba Rima membuka matanya yang sejak tadi tertutup menahan kenikmatan dan berkata kepadaku dengan suara tenang dan dingin. Aku jadi heran, karena ekspresi Rima yang tadinya penuh rona kenikmatan kini hilang begitu saja bagai tidak merasakan apa-apa. Deru nafasnya tidak terdengar lagi dan matanya menatapku penuh dengan rasa kasihan. Aku membalasnya dengan makin keras dan dalam menghujamkan kontolku ke dalam memeknya. Tapi dia seperti tidak terpengaruh, bahkan seperti tidak merasakan apa-apa lagi. Mulutnya kemudian terbuka dan bicara padaku.

"Kevin.. Seharusnya kamu mengasihani dirimu sendiri.. Semua yang kau lakukan tidak akan pernah bisa memuaskan keinginanmu.. Kamu bahkan tidak bisa menyentuhku.. Karena sebenarnya kamu tidak ada.. Kamu hanyalah debu yang sia-sia ditiup angin.."

Setelah itu Rima tersenyum tanpa ekspresi dan menatapku dengan tatapan mata kosong. Aku merasa tertipu dan terhina dengan ucapannya itu. Aku begitu merasa diatas angin dan dapat melakukan apa saja kepadanya namun ternyata apa yang kuperbuat sama sekali tidak ada artinya bagi dia. Seluruh amarahku bangkit dan menguasai tubuhku bersamaan dengan puncak kenikmatan yang menguasai setiap organ tubuhku. Aku siap memuntahkan jutaan sperma dalam liang kenikmatannya dan juga siap mengenyahkan tatapan dan senyum yang mengesalkan itu dari wajahnya. Kedua talapak tanganku segera merengkuh lehernya yang tidak berdaya itu, lalu kucekik dengan sekuat tenaga seiring dengan ejakulasi yang menandai puncak kenikmatanku.. Yang juga puncak amarahku.

"AAH!!" aku berseru melepas segala hasrat dan dendam dalam diriku, namun tidak ada perubahan apapun yang kualami.

Bahkan tidak ada sedikitpun perasaan nikmat mengiringi ejakulasi itu. Bahkan aku menyadari kalau ejakulasi tadi hanya ada dipikiranku.. Dan kenikmatan yang sejak tadi aku rasakan ternyata tidak lebih dari sekedar rasa dendam dan murka yang tersamar dibalik hasrat. Kucekik leher Rima hingga kurasakan gadis itu telah kaku tanpa nyawa di depan mataku. Tetap saja matanya yang dingin itu masih terbuka menatapku kosong dan senyum sinisnya masih tersungging menghias di wajah pucat tanpa nyawa itu..

Keheningan tiba-tiba datang menguasai ruangan dan deru nafasku terdengar keras hingga terasa mencekik leherku sendiri.

"AAH!!" suaraku terasa susah sekali keluar dari kerongkongan dan badanku kaku seperti tertindih sesuatu yang berat.

Tiba-tiba aku tersadar dan begitu membuka mata, tampak seraut wajah yang begitu familiar di depanku.

"Kevin.. Ada apa? Kamu mimpi lagi yah?".

Ternyata itu adalah Irene cici-ku dan aku ternyata hanya bermimpi saja. Aku bangkit dan duduk di tempat tidurku sambil mengucek mataku yang masih terasa penat.

"Mimpi buruk kamu datang lagi kev?" kata Irene sambil menyodorkan segelas air dingin yang segera kuteguk dan kuhabiskan dengan cepat.
"Ah aku nggak apa-apa.. Lama-lama jadi biasa," kataku sambil menguap melepaskan sisa-sisa kantuk.

Sejak kecil aku memang sering kali mengalami mimpi buruk dan sudah biasa mengatasinya namun semenjak peristiwa bulan Mei itu, mimpi-mimpi-ku makin terasa memiliki arti dan selalu mengejar diriku. Dalam tiap mimpiku aku selalu melihat kematian dan kemarahan yang semuanya berawal dari dalam diriku. Kalau dulu dalam mimpiku aku senantiasa yang menjadi korban, seperti dikejar ular atau diterkam mahluk-mahluk mirip setan, namun semenjak peristiwa bulan Mei itu malah sebaliknya, aku yang selalu mencari dan mengejar 'korban' dalam tiap mimpiku. Mimpiku memang bermacam-macam namun memiliki satu kesamaan yaitu kejahatan selalu ada bersamaku.

Semenjak peristiwa berdarah di bulan Mei itu aku dan cici-ku Irene mengalami masa-masa trauma yang cukup panjang. Memang Irene mengalami tekanan dan trauma yang lebih berat dariku setelah yang dialaminya sedang aku mengalami mimpi buruk yang berkepanjangan (baca Kevin Demonic episode 1: Bisikan Sang Binatang). Hubunganku dengannya lebih menyerupai sebuah mutualisme daripada hubungan saudara. Kita berdua menjadi dekat secara emosional karena memiliki pengalaman dan nasib yang sama sekaligus keintiman secara seksual semenjak peristiwa bulan Mei yang memutar balikkan identitas kami. Mungkin dalam hati kami berdua saling membenci satu sama lain namun kita seperti terikat oleh keinginan untuk tetap 'survive' dan melanjutkan kehidupan dengan identitas baru yang penuh 'kebebasan' ini.

"Mungkin kamu perlu ke psikiater Kev supaya nggak berlarut-larut seperti ini," kata Irene sambil meletakkan gelas yang sudah kosong diatas meja di samping ranjangku.
"Ah nggak perlu.. Cuma mimpi doang pake ke psikiater segala," kataku sambil bangkit dari ranjangku.

Ke bagian 3

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.