Cerita Dewasa:
Akhirnya Lusi Berselingkuh - 4
oleh [email protected]Dari Bagian 3
Aku gemetaran saat merasakan lidahnya mulai menjilat celahku. Lidahnya menekan ke dalam memekku dan memukul-mukul ke atas menyebabkan getaran yang sangat indah ketika diseret melewati kelentitku.
"Oh, Tuhan, ya, ya ya."
Dia membenamkan wajahnya ke dalam memekku, lidahnya manari di dalamnya. Dia mulai menggosok kelentitku seiring dengan jilatannya pada memekku. Aku mendorong pinggulku menekannya, menggeliat di atas meja. Kulingkarkan kakiku di lehernya, lebih mendorongnya padaku. Aku melihat dia menguburkan wajahnya ke dalam memekku semakin dalam. Aku mendengar bunyi dia menghirup, menghisap cairanku.
"Oohh." aku menjerit dan menggelinjang. Aku mendapat sebuah orgasme yang sangat indah. Ini membuatnya bekerja lebih keras pada memekku, sekarang mengisap kelentitku ketika jarinya disodokkan ke dalam memekku.
Aku merasa seperti terbakar. Sekujur tubuhku terasa geli. Memekku sedang diregangkan. Aku tahu bahwa dia sedang menekan jari yang lain ke dalam memekku. Ketika memekku pelan-pelan menyerah kepada jari yang ditambahkannya, aku tahu apa yang berikutnya. Aku menginginkan itu. Aku ingin merasakan penis besarnya di dalamku. Aku tahu dia perlahan menyiapkan aku untuk itu.
"Martin. Aku menginginkannya. Aku menginginkan kamu. Aku takut itu terlalu besar tapi aku menginginkan itu."
"Jangan takut Lusi. Aku sangat lembut." Dia mengangkatku, membawa aku menuju sebuah kamar.
Aku melingkarkan lenganku padanya. Aku menciumnya sepanjang jalan menuju kamar, menghisap lidahnya, mendorong lidahku ke dalam mulutnya. Dia menempatkanku di atas tempat tidur, mengambil sebuah gel pelumas dari lemari kecil di samping tempat tidur
"Buka kakimu melebar," dia berkata saat menekan pelumas dari tabungnya kemudian menggosokannya ke dalam memekku.
Terasa dingin, dan dia menyelipkan dua jari ke dalam memekku. Mereka masuk dengan mudah. Aku memegang tangannya dan membantu jarinya bekerja di dalam memekku.
"Sekarang giliranmu." dia berkata saat berbaring pada punggungnya.
"Lumasi mainanmu." dia tersenyum.
Aku melihat pada penisnya. Itu masih terlihat sangat besar buatku. Masih setengah ereksi. Itu terletak lurus ke arah kepalanya, kepala penisnya sampai menyentuh pusarnya. Aku menyemburkan gel ke penisnya, membuat sebuah garis zig-zag sepanjang batangnya, seperti menghias sebuah kue pikirku. Dia tertawa. Aku mulai menyebarkan gel dengan jari tengahku. Kontolnya terasa hangat, jariku menekan ke dalam daging itu.
Saat aku menjalankan jariku naik turun pada batangnya, aku merasa penisnya menjadi lebih keras. Aku menyukai itu. Aku menyukai menjadikan penisnya keras. Aku menggenggam penisnya dengan ibu jari dan jari tengahku, menekan gel lebih banyak lagi dan melumuri seluruh penisnya.
"Ke atas." dia menginstruksikan. Aku memandangnya.
"Kamu ke atas, dengan begitu kamu dapat mengendalikan penisku. Gosok saja ke memekmu, bermainlah dengan itu, lakukan pelan-pelan."
Aku mengayunkan kakiku di atasnya, mengangkanginya, aku menunduk untuk menciumnya.
"Itu terasa nikmat. Gosokkan puting susumu yang keras padaku. Gesekkan memekmu sepanjang penisku."
Lengannya melingkariku, menarikku mendekat, dengan lembut tetapi kuat, memaksa puting susuku ke dadanya. Puting susuku jadi sangat keras dan sensitif. Aku menggerakkannya pelan-pelan maju-mundur, membelainya dengan puting susuku dan menikmati kehangatan dari badannya. Aku bisa merasakan penisnya beradu dengan pantatku. Aku bergerak mundur untuk membiarkan penisnya meluncur diantara kakiku.
Aku bisa merasakan batang itu meluncur sepanjang bibir memekku. Tidak menembus, aku hanya menggesek naik turun batang yang keras itu, menikmati sensasi yang baru ini dari penis keras dan besar yang menekan ke dalam bibir memek telanjangku, menikmati rasa dari puting susuku yang menyentuh sepanjang badannya. Kemudian dia mendorongku kembali pada posisi duduk.
"Masukkan Lusi."
Aku mengangkat batang tebal itu dan menggosok kepalanya pada memekku, kemudian menekannya berusaha untuk memasukkannya. Aku melihat kepala yang tebal membelah bibirku hanya untuk menyeruak masuk dalam lubangku.
"Oh Tuhan, Martin, ini terlalu besar. Aku tidak akan pernah dapat menampungnya di dalamku."
Dia menempatkan satu jari di dalam memekku dan pelan-pelan mulai mengocok jarinya saat aku tetap memegangi penisnya. Saat aku mengamati, aku lihat dia dengan lemah-lembut menekan jari keduanya ke dalam memek basahku. Aku bisa merasakan peregangan dan mulai 'mengendarai' jarinya. Kemudian dia memasukkan jari yang ke tiga, memutar jarinya saat dia meregangkan memekku. Kemudian dengan sebuah gerakan lembut, dia menarik jarinya, memegang tanganku yang sedang menggenggam penisnya dan menuntunnya ke arah lubangku yang sudah membuka.
"Lakukan sekarang Lusi. Duduk di atasnya. Memekmu telah siap, biarkan saja masuk."
Aku melakukannya. Ketakutanku bahwa itu akan menyakitkan lenyap saat aku merasa kepalanya membelah memekku. Dibandingkan rasa sakitnya, aku mendapatkan rasa yang sangat nikmat dari tekanan pada memekku. Sebuah perasaan menjadi terbentang dan diisi. Dia mulai memompa ke dalamku dengan dorongan dangkal, setiap dorongan menekan masuk semakin ke dalam memekku. Kontolnya nampak bergerak lebih dalam dan semakin dalam, menyentuhku di mana aku belum pernah disentuh. Kemudian aku sadar bahwa penisnya sedang memukul leher rahimku.
Sekarang penisnya terkubur di dalamku dia menggulingkan aku, menarik kakiku pada bahunya. Aku belum pernah membayangkan bagaimana erotisnya ini, melihat dan mengamati penis yang besar pelan-pelan meluncur keluar masuk tubuhku. Tetapi kemudian, aku menjadi lebih terbakar pada setiap hentakan.
"Oh Tuhan! Oh ya! Setubuhi aku! Lebih keras Martin lebih keras."
Dia mulai ke menyetubuhiku lebih cepat, lebih keras, dengan sela sebentar-sebentar saat penisnya dikuburkan dalam di dalamku. Dan setiap kali dia berhenti dengan penisnya jauh di dalamku, aku akan menggetarkan diriku ke dia sampai akhirnya aku mendapatkan orgasme keduaku hari ini, Sebuah orgasme yang hebat sekali! Dan aku ingin lebih. Dan aku senang merasakan penisnya masih keras, masih menyetubuhiku.
"Gadis baik, Lusi. Lepaskanlah."
"Oh Tuhan ya."
"Kamu menyukainya kan sayang, suka sebuah penis yang besar mengisi memek kecilmu yang ketat." dia kini menyetubuhiku dengan hentakan yang panjang dan kuat.
"Oh ya, benar, betul. Setubuhi aku. Kerjai memekku. Setubuhi aku, setubuhi aku, setubuhi aku."
"Aku akan keluar di dalam tubuhmu. Katakan kamu ingin spermaku."
"Ohh Tuhan, aku ingin kamu orgasme, aku mau spermamu. Ohh itu sangat besar. Rasanya nikmat. Ya, keluarlah! Oh brengsek, aku orgasme lagi Martin. Setubuhi aku dengan keras. Kumohon, lebih keras."
Ia mengerang, menghentikan kocokan penisnya keluar masuk, dan hanya menguburkan dirinya sangat dalam di memek basah panasku. Ia mengandaskan dirinya ke dalamku dan aku tahu dia sedang orgasme. Aku berbalik menekannya, berusaha untuk mendapatkan penisnya sedalam-dalamnya padaku. Kemudian aku keluar lagi. Ombak kesenangan yang sangat indah menggulung seluruh tubuhku.
Aku merasa tubuhnya melemah, tapi dia tidak mengeluarkan penisnya dariku. Aku pikir aku bisa merasakan penisnya melembut di dalam memekku sekalipun begitu memekku masih terasa nikmat dan penuh, sangat hangat dan basah. Aku menunjukkan padanya dengan sebuah ciuman.
Kami hanya rebah di sana. Aku tahu aku sedang 'terkunci'. Aku bisa merasakan sedikit rasa bersalah yang merambat ke dalam pikiranku tapi aku tahu bahwa aku menyukai disetubuhi oleh penis yang besar. Aku tahu aku menyukai berkata kotor. Kemudian gelembung itu nampak meretak.
"Baiklah, apa pendapatmu tentang Lusi? Apa Marty terasa manis seperti kelihatannya?" Silvi, berdiri di pintu.
"Astaga.. Silvi.. A.. Aku.." aku masih belum dapat menggambarkan semua ini. Semua yang bisa kupikir adalah bahwa aku baru saja tidur dengan suami perempuan lain.
"Lusi, tenang sayang." Silvi memotongku.
"Aku tidak marah. Aku senang melihat kamu telah menyadari kalau kamu suka penis yang besar." dia tersenyum.
"Andai aku bisa tinggal untuk menyaksikan keseluruhan peristiwa ini tapi kami pikir kamu akan jadi lebih nyaman dengan cara begini."
"Sebagian orang tidak menerima seks hanya untuk kesenangan tetapi Silvi dan aku sudah menemukannya berhasil untuk kami. Dia pikir kalaua kamu adalah seorang perempuan yang sedang kekurangan kesenangan maka kami piker kenapa tidak membuka pintu dan melihat jika kamu ingin masuk. Aku berharap kamu tidak marah. Aku berharap kamu akan kembali." Martin menggulingkan aku dan kini membelai badanku saat dia dan Silvi bicara.
Aku mencoba untuk katakan sesuatu, "Aku bukan perempuan seperti itu. Ini adalah sebuah kekeliruan. Aku kira kita harus melupakan kalau ini pernah terjadi." tapi tidak ada kata-kata yang keluar dari mulutku. Aku hanya meraih dan membelai penis Martin yang besar dan lembut. Silvi duduk di tempat tidur, menciumku pelan.
"Berbagi adalah menyenangkan Lusi. Dan kita semua adalah 'pelacur kecil' jauh di dalam bawah sana, ya kan?"
'Pelacur' kata itu berderik di dalam pikiranku. Tuhan, aku adalah seorang pelacur, ya kan? Dan aku tidak peduli, aku hanya tahu bahwa aku ingin berhubungan seks dengan penis yang besar ini lagi.
*****
Maka begitulah bagaimana cerita ini bermula. Tom yang malang tidak tahu kenapa aku berteman baik dengan Martin dan Silvi. Tom masih suka berhubungan badan tiap seminggu sekali atau dua kali tetapi aku masih susah merasakan dia di dalamku.
E N D