Cerita Dewasa:
Widya 1: A Long Day at the Office - 2
Dari bagian 1
'Mmm pasti kokoh dan besar'ups o'o itu pasti suara peri nakal di telinga kiriku! Segera aku meninggalkan pandanganku dari petugas pembersih itu. Ada perasaan malu timbul dalam hatiku. Perasaan gengsi karena petugas maintenance itu telah 'membius' pandanganku. Untung jendela kantorku terbuat dari kaca gelap yang memantulkan cahaya dari luar. Pasti orang itu tidak tahu kalau aku tadi memandangnya seakan ingin 'menelan' (atau lebih tepat mungkin mengulum) bagian 'itu'. Aku kembali ke pekerjaanku sambil sesekali menengok ke jendela. Aku merasa seperti rugi melewatkan 'pertunjukan' yang jarang ini (jendela kantorku dibersihkan 2 minggu sekali itu pun belum tentu dengan orang yang sama).
Limebelas menit kemudian dia menghilang dari jendelaku pindah ke tingkat lain. Saat itu Hendra kembali datang dan menyerahkan berkas yang aku minta padanya. Hendra masih sempat mengajaku lunch bersamanya di luar tapi kutolak karena aku memang sedang tidak ingin keluar kantor. Mungkin karena tadi pagi sarapanku cukup banyak sehingga aku memutuskan hanya menyantap apel yang kubawa dari rumah.
Biasanya segera setelah memasuki jam istirahat kantor aku melakukan senam-senam ringan di ruanganku. Hal itu kulakukan rutin hingga menjadi semacam ritual harian bagiku. Lebih baik aku makan siang dengan porsi kecil plus senam ringan daripada aku pergi makan hingga kenyang tapi mengakibatkan rasa kantuk dan penat sepanjang sisa waktu kerja.
Kunyalakan stereo set di ruanganku dengan remote kemudian aku melepas sepatu dan duduk agak selonjoran dengan santai di kursi. Kuangkat kedua tungkai kakiku dan kuletakan diatas meja dengan posisi kaki saling menyilang. Kuhabiskan apel yang kubawa dari rumah lalu kemudian meminum sebotol air mineral. 'How refreshing! aku tetap duduk santai sambil menggerakan ujung jari kakiku unutuk meregangkan otot. Suasana kantor yang begitu tenang karena para karyawan sedang istirahat makan siang membuatku merasakan suasana privacy yang tentram. Bayangan petugas pembersih jendela itu kembali memenuhi fantasi-ku.
Sebenarnya aku adalah tipe wanita yang sangat pemilih dalam menentukan pria yang akan kujadikan pertner dalam masalah sex. Biasanya aku memiliki standar yang tinggi akan hal itu. Salah satu yang penting adalah pria itu haruslah memiliki tingkat intelektual minimal sama denganku. Aku suka tipe pria yang tenang, dewasa dan gentle. Seorang pria yang mempu memberikan kepuasan psikologis daripada sekedar kenikmatan fisik yang hambar.
Selama ini rekan kencanku adalah pria berlatar belakang pendidikan tinggi dan mampu melakukan 'clever conversation'. Akan tetapi entah mengapa dalam berfantasi aku lebih suka membayangkan pria-pria kasar dengan fisik yang kekar dan kuat. Tipe-tipe pekerja low class yang mengandalkan otot daripada otak. Lebih nikmat rasanya membayangkan mereka merengkuh tubuhku dengan kasar dan meniduriku dengan senggama yang liar.
Bayangan pria pembersih jendela tadi diam-diam membangkitkan libidoku. Terasa jelas tubuhku mulai dialiri gairah hangat yang berwujud suatu perasaan sensasi seperti aliran listrik halus menggelitik naik mulai dari ujung kaki lalu perlahan lahan naik ke atas menjalari segenap bagian tubuhku. Tanganku secara otomatis bereaksi dengan mulai menyentuh dan mengusap-usap kedua pahaku yang di balut stocking yang halus. Tangan kiriku mulai meremas toketku dan tangan kanan membelai paha bagian dalam hingga menyentuh tepat diantara kedua kakiku. Tanpa sadar aku merentangkan kedua kakiku selebar mungkin diatas meja hingga rok kerjaku kusut terangkat hingga pinggang.
Kubayangkan tangan-tangan kasar pria itu meremas dan mempermainkan buah dadaku. Kubayangkan tangannya menyusup ke balik baju dan BH-ku dan mulai mempermainkan boba susuku. Gerakan jari-jarinya begitu kasar hingga mulai memelintir dan 'menjewer' kedua boba-ku. Terasa bagian tengah celana dalamku yang masih terlapis pantyhose mulai basah. Kuteruskan gerakan tanganku dengan menekan kuat daerah itil dan melakukan gerakan 'tekan dan putar' mirip gerakan mengulek. Ahh.. Nafasku mulai berat memburu. Kuatur dengan menarik nafas panjang. Lalu kubayangkan pria tadi melepaskan celana kerjanya.. Kubayangkan kejantanannya yang besar dan kokoh itu berdiri bebas tanpa ditutupi celananya. Lalu perlahan diletakan di bibir kewanitaanku.
Kini kedua belah tanganku membelai daerah pangkal paha sambil kubayangkan kenikmatan yang diberikan olehnya apabila 'kejantanannya' itu menusuk menghujam kewanitaanku. 'sshh.. Aku mendesis dengan penuh perasaan merinding yang nikmat mambayangkan hal itu. Terlebih lagi nikmatnya gerakan kasar pria itu apabila 'memompa' kewanitaannku dalam senggama yang liar dan kasar. Kian keras aku menekan areal itil-ku, makin cepat seiring kenikmatan dan cairan kemaluanku yang mengalir keluar seiring kedutan-kedutan di dalam liang kenikmatanku. Makin kuat.. makin kuat hingga kesadaranku menjadi gelap diselubungi kabut kenikmatan yang memabukan.
Mulutku beberapa kali terbuka lebar megap-megap menahan nafas yang memburu serta berusaha mencegah suara rintihan itu keluar dari mulutku. Akhirnya saat kubayangkan pria itu menusuk berulang dan makin keras, maka terlepaslah samuanya.. Ibarat listrik mengaliri seluruh persendianku, aku tenggelam dan tersapu gelombang orgasme yang hebat! kedua kakiku mengejang diatas meja sampai pantatku agak terangkat hingga posisi duduk-ku makin melorot! Hmm! tak dapat kulihat apa-apa lagi selain ribuan kunang-kunang menari manyilaukan mataku!
Ahh! Kulepaskan nafasku yang berisi gelombang kenikmatan terakhir lalu aku kembali lunglai diatas kursi. Terdengar suara tawa si peri nakal cekikikan di telinga kiriku. Begitu mulai kesadaranku kembali aku dapati kalau posisi duduku merosot hingga punggungku tinggal bersandar di dudukan kursi dan bagian pinggang sampai pahaku menggantung diantara kursi dan meja. Tinggal sebatas lutut hingga ujung kakiku saja yang masih berada diatas meja mencegahku jatuh ke lantai. Ingin kutetap dalam posisi itu hingga desah nafasku kembali normal tapi bunyi telpon membuatku segera bangkit untuk menjawabnya.
"Halo.." desah nafasku masih setengah memburu.
"Halo.. Mbak ini aku" terdengar suara dari ujung sana. Suara itu sangat kukenal karena itu suara adiku Sonny (Sonny Amulet).
"Lho Mbak kenapa koq nafasnya gitu abis senam apa abis lari?" ujarnya yang cukup membuat wajahku merah padam.
"Eh aku abis senam.. Ada apa?" aku balik bertanya sambil mengalihkan perhatiannya dari deru nafasku.
"Lho besok jadi nggak ke nyari PC-nya ke ITC?" jawabnya
Oh iya aku hampir lupa kalau besok aku janji mau menemaninya mengganti komputer.
"Iya.. Iya gimana dong bukannya kamu kerja sama kuliah?".
"Besok aku kuliah pagi sampai siang.. Soal kerja sih besok nggak ke kantor lagian Erika keluar kota" jawabnya.
"Oke deh kalau begitu.. Mbak jemput kamu jam 11 di kampus yah.. Tapi kalau bisa sebelum jam tiga sudah kelar soalnya Mbak harus ke tempat suplier jam tiga".
"Ok deh bisa.. Sebentar koq paling 2 jam-an" katanya memastikan.
"Ok deh.. Ampe besok Mbak daah" tanpa menanti jawabanku dia menutup telponnya.
Dasar tuh anak kalau ada maunya bisa aja. Aku segera merapikan bajuku mengenakan sepatu lalu ke toilet untuk segera membersihkan bagian kewanitaanku yang 'kegerahan'. Siang itu pertemuan dengan Suplier berjalan dengan baik dan segalanya sesuai dengan rencana.
Sore itu selepas jam kantor aku masih saja berada di ruang kerjaku. Seperti biasa aku membereskan semua sisa pekerjaanku sekaligus semacam evaluasi pribadi akan kinerjaku hari itu. Itu merupakan salah satu kebiasaanku karena aku tidak mau ada sesuatu yang tercecer atau tertinggal hingga membuatku repot di hari berikutnya. Dan seperti biasanya suasana lalulintas di depan kantorku sangat padat (nggak cuma di depan kantorku sih.. Di jakarta memang dimana-mana padat kalau jam pulang kantor). Biasanya aku suka mampir di Playan yang kebetulan dekat dengan kantorku dan bersama beberapa rekan kantor 'hangout'di kafe wien sampai keadaan jalan mulai lenggang baru pulang. Tapi saat itu aku malas beranjak keluar kantor dan iseng browsing di internet sambil minum capucino.
20 menit kemudian aku merasa harus segera ke toilet dan seperti biasa aku suka menggunakan toilet yang terletak di bagian direksi. Alasanku adalah karena toilet wanita disana lebih jarang digunakan karena biasa hanya digunakan oleh tamu direksi yang wanita dan para sekretaris direksi saja (lagipula para direksinya adalah pria semuanya) jadi lebih memenuhi rasa higienis-ku.
Aku melintasi ruang kantor utama yang sudah kosong menuju ke bagian selatan lantai 4 ini. Di bagian direksi sebagian besar lampu sudah dipadamkan sehingga hanya lampu2 pada koridor saja yang masih tetap menyala. Sebenarnya suasana temaram dan sepi ini agak menyeramkan tapi karena sudah empat tahun bekerja disini aku sudah familiar dengan suasana gedung ini. Lagipula di lantai satu dan dua di bagian produksi kegiatan tetap berlangsung dan masih ramai dengan pekerja. Aku memasuki toilet wanita yang terletak di tempat paling ujung bagian direksi. Lampunya masih menyala dan tanpa ragu aku melangkah masuk ke dalamnya.
Begitu memasuki toilet aku langsung melewati jajaran wastafel di kedua sisi dengan cermin sepanjang dinding kedua sisinya. Ada empat bilik toilet di dalamnya. Di pintu masuk dua bilik pertama tergantung sign "RUSAK/DALAM PERBAIKAN" sehingga aku memasuki pintu ketiga. Ketika aku sedang duduk di toilet itu ada perasaan aneh yang muncul. Perasaan yang mengatakan kalau aku tidak sendiri di ruangan ini. Insting-ku seperti merasakan kehadiran orang lain di ruangan ini.
Aku segera mengusir perasaan itu jauh-jauh dan segera setelah selesai buang air kecil aku segera membersihkan diri (tentunya flushing the toilet juga) lalu ingin segera meninggalkan ruangan yang mulai 'spooky' itu. Belum sempat aku keluar tiba-tiba pintu masuk toilet terbuka dan terdengar langkah kaki yang tergesa-gesa. Ada sedikit suara bisik-bisik singkat yang membuatku mengenali suara itu.
Itu suara Diana! rasa ingin tahuku keluar hingga aku perlahan membuka pintu bilik-ku mengintip. Rupanya mereka berada di sisi yang sama dengan jajaran bilik toilet sehingga aku tidak dapat melihat langsung ke arah mereka. Akan tetapi cermin besar sepanjang sisi seberangnya membuatku bisa melihat mereka melalui cermin itu. Dan apa yang kulihat benar-benar membuat kedua lututku gemetar. Diana dan Nina si resepsionis sedang bergelut penuh nafsu birahi! Kulihat bibir keduanya saling menempel erat dan desah nafas mereka berdua terdengar keras memenuhi ruangan itu. Perasaan antara jijik dan shock aku rasakan menyaksikan dua orang wanita yang kukenal melakukan hubungan sejenis di depan mataku. Ingin aku memalingkan muka karena muak melihat perbuatan mereka namun rasa ingin tahu-ku terlalu kuat hingga aku menyaksikan 'permainan' mereka dari balik pintu toilet ini.
Ke bagian 3