Cerita Dewasa:
Kaniaku
Sebagai seorang pencari bakat, sebut namaku Mas Boy. Aku sering berhubungan dengan wanita yang berambisi untuk menjadi artis. Sebagai pemandu bakat, tentunya aku punya relasi yang sangat luas dengan para kreator sinetron dan film. Kelebihan inilah yang tidak dimiliki agency model lain. Karena kelebihan inilah membuat banyak model yang mencoba mendekatiku.
Salah satu model yang terus minta aku orbitkan, sebut saja namanya Kania (buan nama sebenarnya) ia adalah model asal salah satu daerah di Yogyakarta. Kania postur tubuhnya terlalu mungil untuk ukuran model, wajahnya juga pas-pasan. Sehingga sulit rasanya untuk masuk pertarungan menjadi seorang artis, yang syarat utamanya adalah harus memiliki wajah cantik dan postur tubuh yang ideal. Tapi karena ambisinya yang besar dan kebetulan sedaerah denganku, membuatku bersimpati kepadanya.
"Mas bantu aku dong agar bisa main sinetron, syukur bisa menjadi model iklan?" pintanya merajuk.
"Ok! Tapi mau jalan lempeng, apa tol?" tanyaku sekenanya.
Karena aku memang sebenarnya nggak tertarik untuk mengorbitkannya. Alasannya tentu saja aku bakal menemukan kesulitan karena wajah Kania yang pas-pasan.
"Yang mana aja juga boleh Mas! Yang penting aku bisa menjadi bintang sinetron!" jawabnya serius.
"Kalau di foto sensual, mau nggak?" tanyaku lagi.
"Boleh, siapa takut!" jawabnya menantang.
Kami pun berjanji untuk sesi pemotretan di salah satu hotel di kawasan Jakarta Kota, keesokan harinya.
Besoknya aku persiapkan peralatan pemotretan yang kumiliki dengan 10 rol film. Kemudian aku menjemput Kania di salah satu apartemen di Jakarta Selatan.
Kemudian kami meluncur ke salah satu hotel di Mangga Besar. Setelah mendapakan kunci kamar dari resepsionis, akupun langsung masuk kamar untuk persiapan pemotretan. Kania langsung membuka pakaiannya dengan sigap, sehingga di hadapanku Kania tinggal memakai CD dan bra yang ukurannya 34 B.
Melihat pemandangan indah ini, sebenarnya aku tidak terlalu terpancing. Karena, sebagai fotografer, aku sudah hampir 20 tahun menghadapi model berkelakukan seperti Kania. Sehingga akupun biasa saja menghadapi tingkah polah Kania. Tapi yang kemudian membuatku 'naik darah' adalah sikapnya yang terus memancing dengan gayanya yang berani.
"Begini masih kurang, Mas?" tanyanya menggoda.
"Kalau buka semua, gimana?" pancingku.
"Siapa takut, entar nggak bisa motret kalau aku buka semua," godanya.
"Masa sih, menghadapi model kayak kamu, aku terpancing" jawabku enteng.
"Bener nich?"
"Iyalah!"
Bener saja, Kania langsung membuka bra dan CD warna pink yang dari tadi menutupi gunung kembar dan gua belantaranya. Sebenarnya aku belum terpancing, tapi ketika aku membetulkan gayanya yang masih kaku. Tiba-tiba Kania memeluk dan menciumku dengan ganasnya. Sebagai laki-laki normal, ada 'mangsa' masa aku biarkan. Akhirnya aku terpancing dan akhirnya aku memberikan perlawanan pada Kania yang sepertinya 'ngetes' aku.
"Dari tadi kok nggak ada reaksi apa-apa, apa aku kurang menarik. Sehingga kamu nggak nafsu sama aku" katanya sambl terus melumat bibirku.
"Bukannya aku nggak tertarik melihat tubuhmu yang indah ini. Tapi aku harus professional donk. Kerja dulu, baru selanjutnya terserah Anda he.. He.. He.." jawabku jaim.
"Kalau sekarang gimana? Mau terus pemotretan atau.." ujarnya tanpa melanjutkan kata-kata.
"Maunya pemotretan lalu singgah di langit ketujuh," godaku.
"Ok! Sekarang ke langit ketujuh dulu ya?" pintanya manja.
Tanpa kuminta Kania langsung menyingkirkan kamera yang ada di atas tempat tidur. Setelah menyingkirkan kamera, Kania langsung menyambar bibirku dan menyambar 'senjata pamungkasku' yang masih terbungkus celana panjang dan CD. Remasan Kania langsung membuatku kelojotan, tanpa ba bi bu lagi ia membuka resleting celanaku dan sementara tanganku terus bergerilya di gunung kembar Kania yang agak kendor tapi masih kenyal untuk dipegang. Begitu ia berhasil membuka CD-ku, 'rudal scud'-ku mengeras. Kania langsung menciumi batang rudalku yang tidak terlalu panjang.
"Aku akan bawa sampeyan ke langit ketujuh tapi aku minta imbalan, bisa main sinetron ya. Sayang..?" katanya sambil terus mengulum rudalku dengan ganasnya.
Akupun tidak sadarkan diri, karena saking nikmatnya. Tanpa aku sadari, akhirnya kami sudah membuntuk posisi 69. Akupun menjilati gua yang ditumbuhi hutan belantara yang rimbun. Saking rimbunnya membuat saya kesulitan mencari 'keciknya (itilnya). Akhirnya kecik yang kucari kutemukan dengan mulutku, begitu kusedot keciknya sambil kugigit kecil, Kania menggelepar seperti ikan louhan kekurangan air. Mendapat perlakuanku yang demikian membuat Kania 'ngerap' seperti Iwa K.
"Aduuh.. Teruskan Mas. Aku.. Nggak tahan.. Sampeyan kok membuat aku seperti ini sih," katanya sambil mencengkeram pantatku keras-keras.
Gua Kania tiba-tiba mengeluarkan 'air bah' yang berbau harum..
"Maass! Aku ke.. Luaar" katanya sambil mengacak-ngacak rambutku.
Tubuh Kania mengejang, sambil ngoceh nggak karuan dan sambil terus mengulum rudalku.
"Kok, begini enak sih Mas. Sampeyan sering memberi kenikmatan sama model yang lain gak?" Tanyanya penuh selidik.
"Siapa sih yang mau sama aku, fotografer jelek begini" jawabku sambil terus memainkan rongga gua Kania yang basah kuyup.
"Mas, sampeyan tuh ganteng. Seperti Sophan Sophian lo", katanya sambil mengocok rudalku yang masih mengarah ke mulut Kania.
"Ah. Bisa aja. Aku tuh profesional, motret ya, motret. Kalau kemudian si model ngajak yang macam-macam. Entar dulu" jawabku bohong.
"Benar nich."
Mendapat jawab seperti itu, eh, Kania langsung bergairah lagi. Kulumannya makin menggila dan nggak sadar dua jari tanganku sudah masuk ke gua Kania dan itu membuat Kania blingsatan.
"Mas.. Aku mau sama punyamu. Jangan pakai tanganmu yang nakal hik hik" pintanya sambil mementokkan rudalku ke pojok tenggorokannya.
"OK! Sayang, aku juga pengin masuk ke gua milikmu yang indah ini."
Begitu aku membalikkan tubuhku, Kania langsung menyambar rudalku dan memasukkan ke guanya yang sudah banjir lahar..
"Aduuh.. Mas. Uenaak tenan" kicaunya menirukan salah satu joke iklan jamu terkenal.
Mendapat kicauan nggak karuan seperti itu, membuat gairah kelelakianku terus memuncak. Sodokanku makin aku kencangkan, hingga menohok tembok dinding gua Kania dan itu membuatnya berteriak kencang.
"Maas! Nakal amat sih, tapi aku suka.. Lagi, yang lebih kencang Mas.."
Maka sodokanku makin aku hunjamkan dan, akhirnya akupun nggak tahan lagi menahan lahar kental yang dari tadi aku tahan.
"Yang.. Aku mau.."
"Aku juga.. Entot yang kencang dong"
Lima menit kemudian kami sama-sama mengeluarkan lahar panas yang maha nikmat.
"Mas, aku.."
"Entar ya, aku masih ngos-ngosan nich," kataku lagi-lagi sekenanya.
"Maksudku, aku memang pernah merasakan rudal bosku yang orang luar yang terkenal gede, tapi aku nggak merasakan nikmat kaya seperti Mas!" ocehnya tanpa aku minta.
"Rudal gede 'kan impian setiap wanita" kataku.
"Nggak juga, habisnya bosku egois. Kalau udah keluar dia langsung tidur. Sementara aku masih belum apa-apa"
"Sama, aku 'kan begitu, buktinya aku langsung pingsan kayak gini"
"Tapi aku 'kan udah orgasme beberapa kali, ini yang membedakan sampeyan sama bosku" katanya jujur.
Setelah terlelap tidur, akupun siuman. Karena mendengar handphone berdering.
"Dari siapa Mas, istri Mas ya" ujarnya sambil memegang rudalku.
"Buk.. Bukan, tapi dari model yang minta aku antarkan ke studio foto" jawabku gugup karena baru bangun tidur.
"Mas aku nggak mau ditinggalin, aku mau lagi. Ya, Mas?" rajuknya.
Mendapat perlakuan manja seperti itu membuat rudalku kembali bangkit. Akhirnya kami pun bergumul lagi.
"Yang, aku mau di kamar mandi ya.. Sambil berdiri kayaknya enak" pintanya penuh fantasi.
Akupun menuruti kemauannya, dengan lahapnya ia menciumku rudalku sambil berjongkok. Ini yang membuatku nggak tahan dan langsung meminta Kania untuk membungkukkan badannya dan membelakangiku. Kania menurut saja dengan perintahku, dari belakang aku melihat gua berwarna merah dengan lahar panas yang mulai meleleh. Aku ciumi dinding memek Kania dengan lahap dan membuatnya memegang erat bak mandi.
"Mas, masukkan dong rudalmu. Aku mau disodok dari belakang dong, enak kali ya?" lagi-lagi dengan nada manja hingga membuatku menuruti keinginannya.
Tanpa diminta lagi, rudalku aku masukkan ke gua yang benar-benar sudah kuyup. Bless tanpa masalah dan..
"Ahh.. Mas..!!" teriaknya.
Ketika rudalku aku maju mundurkan, Kania tangan Kania langsung menggapai tembok kamar mandi. Apalagi ketika aku meraih dua gunung kembarnya yang bergoyang-goyang menantang untuk aku remas-remas.
"Mas, gila kamu. Kamu kok pintar amat sih. Pakai obat ya, kok kuat amat," katanya.
Aku kemudian mengangkat separuh tubuhnya yang dari tadi menyender di dinding kamar mandi. Tubuh Kania yang langsing, aku sejajarkan dengan tubuhku dan wajahnya aku balikkan ke wajahku dan kemudian aku lumat bibir mungilnya yang menganga dari tadi.
"Mas. Kok enak gini ya, masih lama ya.. Kok rudalnya makin keras aja sih" ujarnya sambil terus melumat lidahku ke tenggorokannya.
Aliran lahar mulai menjalar di rudalku dan nampaknya Kania juga merasakan lahar kenikmatan itu.
"Mas, ahh.. yach.. Pentokin dong"
Tanpa sadar aku menyodokkan rudalku sekencang-kencangnya sambil memuntahkan lahar kenikmatan untuk kedua kalinya.
Kania masih tetap minta dientot, aku nggak kuat lagi menyodok. Kania nggak kekurangan akal, Kania menyuruhku duduk di kloset duduk. Karena kondisiku sudah lemas, aku menurut saja. Begitu aku duduk di kloset, Kania langsung duduk di atas pahaku sambil menusukkan rudalku ke guanya.
Kami terus bergumul hingga tanpa aku sadari kelaki-lakianku bangkit lagi. Kemudian aku balas keganasan Kania dan kini aku yang memintanya untuk kembali ke tempat tidur. Di tempat tidur, akulah yang aktif memberikan kenikmatan pada Kania. Sehingga Kania memancarkan lahar kenikmatan untuk terakhir kalinya.
Jam sudah menunjukan, angka 09.00, Kania minta diantarkan ke apartemennya.
"Mas, aku pulang dulu ya, takut bosku pulang. Besok kalau ada waktu dan Mas mau, aku hubungi Mas. Kita janjian lagi," katanya.
Pada pukul sebelas malam aku mendapatkan calling dari salah satu produksi sinetron untuk menggunakan Kania sebagai salah satu aktrisnya tahun ini. Artinya aku, sudah membayar puncak kenikmatan yang diberikan oleh Kania kemarin dengan lunas!
E N D