Cerita Dewasa:
A Taste of Honey 3: Quicky... Quicky - 2
Dari bagian 1
Aku memang tidak menemukan inner beauty dalam dirinya. Ketertarikanku semata-mata hanya karena nafsuku dan bentuk tubuhnya yang aduhai. Kadang-kadang bahkan aku berpikir bahwa inisiatifnya untuk variasi dalam bercinta bukanlah karena romantisme atau pengetahuan tentang hal-hal yang baru dalam hal hubungan sex, tetapi lebih merupakan sebuah naluri. Tapi toh aku menikmatinya juga.
Kuletakkan majalah yang kubaca dan kulingkarkan tangan kananku di belakang bahunya. Kumainkan tali bra-nya. Ia duduk di samping kananku. Jemari kanannya memegang tanganku yang ada di tubuhnya, sementara tangan kirinya menyingkapkan celana pendekku dan mengusap pahaku. Kepalanya disenderkan di dada kananku. Kuciumi rambutnya yang masih basah. Segar. Bulu kakiku ditariknya pelan-pelan. Nafsuku perlahan-lahan tapi pasti mulai meningkat.
"Han! Yang"
"Hmm.. Apa"
"Sudah berapa lama kita tidak bercinta?" tanyaku
"Hmm.. Kamu ujian dua minggu. Yah.. Kira-kira tiga atau empat mingguan".
"Kalau aku ingin sekarang?" tanyaku dengan napas tertahan.
"Hussh.. Eka sebentar lagi pulang lho!"
Kami diam sambil terus kuciumi rambutnya. Ketika kucium tengkuk dan telinganya ia menghindar dan mengerang pelan," Nghh.. Eeehh..".
"Kamu ingat waktu kita bercinta di Ciawi pertama kali. Kusetubuhi kamu dengan cepat tanpa melepaskan bajumu?"
Ia berpikir sebentar dan mengangguk. Matanya berbinar dan bibirnya tersenyum. Agaknya dalam hal-hal yang menyangkut hubungan badan ia sangat cepat ingat dan tanggap.
"Kenapa? Kamu memang nakal sekali. Anto.. Anto". Ia mengeleng-gelengkan kepalanya dan badannya bergetar merinding.
"Hiihh".
"Aku ingin mengulanginya sekarang, disini".
Kuremas dadanya dan kucium lehernya. Ia memberikan gerakan menolak, namun dengan lembut kuremas dadanya dan kucium keningnya agak lama. Ia menyerah.
Kurebahkan badannya ke sofa, aku duduk dibawah di dekat kepalanya. Kucium Hanny mulai dari rambut, kening, hidung, pipi, leher dan kemudian bibirnya menyambut bibirku dengan lumatan ganas. Ketika daguku yang berjenggot pendek kugesekkan ke lehernya ia meronta-ronta.
"Uffppss.. Sakit dan geli yang".
Kini kami berciuman dengan dalam, french kiss. Tanganku meraba pahanya yang tertutup daster. Kumainkan jariku mengikuti garis celana dalam di pahanya. Tanganku ke bawah dan kusingkapkan dasternya. Bulu-bulu halus di kakinya kumainkan. Lututnya kucengkeram dengan lima jariku dan kugesek-gesek dengan kukuku. Ia melenguh.
"Uuhh.. Geli sayang".
Digigitnya telingaku dan lidahnya terjulur menjilati lubang telingaku. Kepalaku mengelinjang menahan geli.
"Rasain sekarang.." katanya.
Tanganku mulai menarik ban celana dalamnya. Ia tiba-tiba tersentak dan bangkit dari sofa.
"Kenapa Hanny?" tanyaku kuatir kalau ia marah padaku.
Ia diam saja dan melangkah ke pintu, membukanya, memindahkan sandalku ke dalam dan "Klik" ia menguncinya. Korden jendela kaca depan dibiarkannya terbuka. Ia hanya mengecek korden kain transparan yang melapisi korden utamanya. Ia yakin bahwa jika ada orang yang datang dan menempelkan matanya di kaca jendelapun tidak akan melihat apa-apa di dalam rumah.
Aku berdiri dan menyongsongnya.
"Pengamanan level pertama", katanya sambil tersenyum.
Akupun tersenyum pula. Hebat sekali Hannyku ini. Akupun ingat waktu kejadian pertama di kamar kosku, ketika ia memasukkan sandalnya dan sepatuku ke dalam kamar.
Kembali kami berciuman. Lidah kami saling memilin dan menjepit. Sedot menyedot silih berganti. Kubawa dia kembali ke sofa dan segera kubaringkan. Tanganku menyusup dari bawah dasternya dan menarik celana dalamnya, melanjutkan pekerjaan tadi yang sempat tertunda. Tangannya bergerak akan melepas jepit rambutnya, tapi kutahan.
"Jangan! Biar saja begitu. Aku sangat menikmati keindahan tengkukmu!"
Ia mengangkat pantatnya memudahkan aku melepas celana dalamnya. Aku berdiri di dekat kepalanya dan tak lama kemudian celana pendek dan celana dalamku sudah terlepas ditangannya. Ketika aku mau melepas kaus ditariknya tanganku sehingga aku jatuh diatas tubuhnya.
Tangan kiriku mulai menjalar di pahanya. Dasternya sudah tersingkap benar-benar mulus sekali pahanya. Kuremas-remas sampai ke pangkal pahanya. Ketika sampai di celah sempit antar dua pahanya, kumasukkan jari tengahku, dan kugaruk-garuk dinding memeknya.
"Ah sayang. Kamu semakin nakal dan.. Pintar".
Aku tidak menghiraukannya. Sementara itu tangan kananku meremas buah dadanya dari luar. Tangannya membalas dengan memegang bahkan mencengkram keras kejantananku. Terasa sedikit ngilu tapi nikmat. Kami memutar tubuh pelan-pelan karena tempatnya sempit. Dia mengarahkan agar posisiku di bawah. Akhirnya dengan susah payah karena ia tidak mau melepaskan pelukannya sementara tempat sempit, namun akhirnya aku sudah ditindihnya.
Dengan ganasnya ia menciumiku, seperti seekor elang yang mencabik-cabik buruannya. Terus ke leher dan lenganku yang terbuka. Diciuminya bulu ketiakku, dihirupnya napas dalam-dalam. Aku yakin saja karena sudah kuamankan dengan Eternity sebelum berangkat tadi. Kemudian ia menyingkapkan kausku, menjilati dan menggigit putingku. Lidahnya kemudian menjilati bulu dadaku dan bibirnya menggigit serta menariknya pelan.
Tidak lama kemudian kepalanya turun ke selangkanganku dan ia telah mengulum, menghisap kepala meriamku dan tangannya mengurut serta meremas batangnya. Pandai sekali ia memainkan meriamku.
"Hannyku.. Sayang.. Ohh. Ohh. Ahh. Nikmat sekali sayy" Aku pegang kepalanya dan aku tahan agar ia tidak melepaskan kulumannya pada kepala meriamku.
Aku bangkit dan kudorong ia ke belakang. Kembali aku berada di atas tubuhnya. Kusingkapkan dasternya sampai di dadanya. Bra transparan warna krem tidak mampu memuat gundukan toket dan tidak mampu menyembunyikan putingnya. Kulepaskan kaitan bra-nya di punggung dan kutarik cup-nya ke atas. Kini giliranku menjilat dan menciumi putingnya.
"Ayo sayang.. Jangan.. Kau permainkan aku.. Ayo masukkan!! Sekarang.. Ya.. Ohh. Oohh."
Kata-katanya terus meracau, apalagi ketika aku melahap habis gundukan toketnya dengan mulutku dan kusedot, kukulum, kupilin dan kugigit dengan lembut putingnya.
"Ah.. Gil.. La.. Ennak ssayang.. Kamu.. Ohh.. Oohh"
Kukocok kontolku dan kuarahkan ke guanya kemudian dengan sekali hentakan sudah masuk ke dalam lubang kenikmatannya. Kupompa perlahan lahan. Tubuhnya meronta-ronta. Kedua gunduk toketnya bergoyang kencang. Kuraih toketnya kanannya dengan tangan kiriku, aku pelintir putingnya sebelah kiri dan mulutku masih menggigit halus puting kanannya. Ia menghentakkan badannya ketika putingnya kugesek dengan daguku yang tiga hari tidak bercukur.
Kaki kananku kuturunkan ke lantai, sedang kaki kiriku kuluruskan sejajar permukaan sofa. Hanny mengangkangkan kakinya. Kaki kananya di naikkan ke sandaran sofa. Semakin cepat kocokanku, semakin cepat pula ia meronta.
Kedua kakinya ia jepitkan diatas tubuhku. Sampai akhirnya ia menggelinjang, kedua tangannya menekan keras kepalaku ke atas toketnya. Ia hampir mencapai orgasmenya. Jepit rambutnya sudah terlepas dengan sendirinya, rambutnya sudah acak-acakan dan sebagian tergerai menempel di pipi dan mukanya yang basah oleh keringat.
"Ayo sayang. Aku sudah tak tahan lagi. Ayo.. Sayang, yah.. Please."
"Iya ss.. Say, aku juga se.. Se.. Bentar la.. Gi..".
Kedua tangannya meremas pantatku pantatku dan membantu mempercepat gerakan pinggulku. Kocokanku semakin kupercepat ketika kurasakan lahar panas akan meledak dari kepundannya.
"Yangg.. Oh.. Aku.. Ma.. U kel.. Luu.. Arr"
"Ohh.. Kita sama-sama.. Ouhh.. Yeeaah!"
Kukunci tangannya dan kuhempaskan tubuhku dengan kuat. Akhirnya bersama-sama kami mencapai orgasme yang luar biasa.
Kurebahkan tubuhku di atas tubuhnya. Ia memelukku, mencium kening dan bibirku.
"Terima kasih.. Sayang. Kamu benar-benar gila tapi perkasa dan hebat".
Kutinggalkan rumahnya dengan langkah ringan. Sebelum masuk ke pagar rumahku, sekilas kudengar Eka berlari pulang dan memanggil Mamanya. Hmm, nyaris saja. Pengalaman yang seru dan menegangkan.
Sorenya Eka ke kamarku dengan membawa sebuah botol yang dibalut dengan kertas koran. "Dari Mama", kata Eka sambil menyerahkannya kepadaku. Eka kemudian mengeluarkan buku pelajarannya dan sebentar kemudian aku sudah menerangkan kepadanya sampai jelas. Eka pamit pulang.
Kubuka kertas koran yang membungkus botol tadi. Sebuah botol pendek warna gelap. Label botol jelas dengan sengaja telah dirobek. Kubuka tutupnya dan kucium, bau anggur. Kemudian kulihat dengan lebih jelas lagi. Ternyata ginseng yang direndam dalam anggur kolesom. Kuperiksa koran pembungkusnya. Ada secarik kertas dan kubaca.
"Anggur merah cintaku. Nikmatilah diriku setiap saat kau mau. Ttd.. Honey"
Setelah beberapa kali bercinta dengan cara kilat, kami sepakat untuk menamakannya "Quicky.. Quicky" atau Q.. Q. Kedengarannya agak nakal dan jenaka tetapi nuansa romantisnya.
Secara iseng aku pernah menganalisis pelesetannya. Kalau Q.. Q diucapkan dalam bahasa Inggris "kyu.. Kyu". Aku tidak tahu persis apakah kyu dalam bahasa Mandarin berarti sembilan. Tetapi sering kuperhatikan kalau dalam dunia perjudian kyu-kyu adalah 9-9. Kembali diucapkan dalam bahasa Inggris "nine-nine". Kalau diucapkan dengan cepat maka seolah-olah terdengar seperti "nenen". Tahu arti kata "nenen?". Kalau nggak tahu, keluar dan jangan baca situs ini lagi!
Kode untuk keadaan aman adalah korden yang ditutup setengahnya. Untuk ajakan Quicky.. Quicky adalah tanda lingkaran dari pertemuan jari tengah dan ibu jari sementara jari lainnya lurus.
Quicky.. Quicky menjadi selingan kami dalam menuntaskan gairah bercinta ketika keadaan memang mengijinkan tapi waktunya sempit. Akhirnya kami bercinta ala Quicky.. Quicky di kamar kosku sampai beberapa kali. Kalau ia menghendaki Quicky.. Quicky di kamar kosku, ia mendatangiku dengan daster tanpa mengenakan celana dalam, dadanya kadang memakai bra kadang tidak. Atau ia memakai celana pendek tanpa celana dalam, atasnya memakai kaus YCS tanpa bra.
Kurasakan Quicky.. Quicky membuat suasana agak menegangkan karena diburu waktu, namun ada sensasi tersendiri ketika kami sudah menggelepar lemas. Kadang-kadang kutunggu Hanny sehabis senam dan kami check in di Bogor lalu pulang sebelum senja. Sekali kami pernah melakukannya pada malam hari di teras belakang rumahnya yang terlindung dengan beralaskan karpet setelah lampunya kami matikan terlebih dahulu.
E N D