Cerita Dewasa:
Nilai Sebuah Keperjakaan 02
Sambungan dari bagian 02
Hampir 10 menit kami berciuman, selanjutnya Lala memegang tangan saya menuju dadanya. Badan saya seakan-akan kehilangan jiwanya. Saya meremas dadanya, dan ciuman Lala semakin bergelora. Insting saya mengajarkan saya untuk memasukkan tangan saya melalui kaosnya, menyusup ke branya dan mencari-cari boba susunya.
Lala mendesah, dengan satu tarikan ke atas, dia melepas kaosnya dan dengan ahli tangannya membuka branya yang berwarna putih.
Mata saya melotot ketika dadanya tersingkap. Dadanya yang montok dengan ujungnya yang kecil berwarna coklat muda membuat jantung saya semakin cepat memompa aliran darah ke seluruh tubuh saya. Lala menjulurkan buah dadanya ke mulut saya, yang segera disambut bibir dan lidah saya.
"Di jiilat.. di iisap.. Gus!" desah Lala disela-sela nafasnya yang semakin cepat. Saya hanya menuruti ajarannya. Tangan Lala yang cekatan mulai membuka kaos saya, dilanjutkan dengan ikat pinggang saya, dan akhirnya celana dalam saya! Kaget, malu, terangsang, takut, membuat saya hanya berbaring seperti mayat di kasur tersebut.
Lala mulai menjilati leher saya, berlanjut ke boba susu saya, perut saya dan akhirnya dia memasukkan ujung kemaluan saya ke dalam mulutnya.
Kegelian dan kenikmatan membuat mata saya tertutup dan tubuh saya gemetar. Pada saat bersamaan, tangan kanannya mempermainkan batang kemaluan saya dan mulutnya mempermainkan ujungnya yang sensitif. Alangkah nikmatnya, sekitar dua menit kemudian, jebollah pertahanan saya. Untuk pertama kalinya saya mencapai orgasme di mulut seorang cewek. (Selama ini hanya tangan saya yang beruntung melakukannya.. haha..).
Merasakan adanya cairan hangat yang melesat keluar, Lala segera melepas batang kemaluan saya dari mulutnya tetapi gerakan tangan tetap berlanjut. Cairan hangat berwarna putih tersebut muncrat dengan dashyatnya melampaui kepala saya, sebagian diantaranya jatuh membasahi dada saya. Segera Lala mengambil tissue dan mengusapnya. Dia tersenyum, penuh kemenangan!
Ketika Lala mengelap kemaluan saya dengan tissue, dia sedikit kaget karena batang kemaluan saya masih tegang dan keras. Dengan perlahan, lidahnya kembali bermain di ujungnya yang sensitif. Saya cuma bisa membelai rambutnya dan mendesah menikmati segala kenikmatan dan hangatnya gerakan lidahnya.
Lala kemudian menghentikan jilatannya dan merangkak ke atas tubuh saya. Perlahan dia menurunkan celana dalam putihnya. Mata saya dengan nanar menatap sedikitnya rumput di padang kemaluannya. Kemudian dia berjongkok, berusaha memasukkan batang kemaluan saya ke goa kenikmatannya. Cukup lama dia berusaha, sedangkan saya hanya berbaring diam tanpa berani bergerak. Tiba-tiba saya merasa adanya jepitan di kepala kemaluan saya. Pada saat bersamaan Lala mendesah. Jepitan di kemaluan saya semakin terasa ketika Lala menurunkan pinggulnya, saya merasakan sedikit sakitpada kemaluan saya tetapi gelora nafsu mengalahkan perasaan apapun juga. Nafas saya kian memacu.
Baru dua tiga kali pinggul Lala naik turun, batang kemaluan saya sudah keluar kembali. Kami mencoba beberapa kali, tetapi karena belum berpengalaman hanya dengan satu dua goyangan kemaluan kami terpisah kembali.
Akhirnya Lala membaringkan tubuhnya di samping saya dan berbisik, "Kamu di atas ya, Gus."
Mana bisa saya tolak permintaannya, saya menggerakkan tubuh saya ke atas tubuhnya. Tangan saya menggeser pahanya sehingga terbuka menonjolkan kemaluannya yang merah dan basah. Yang langsung menangkap perhatian saya adalah halus dan jarangnya pepohonan di rimba kemaluannya.
"Masukkin Gus! Ayo.. cepetan.." Pinta si Lala menyadarkan saya.
Saya merangkak ke atas tubuhnya dan menciuminya. Tidak tahu apa yang harus saya lakukan. Akhirnya Lala menjulurkan tangannya, memegang batang kemaluan saya dan menuntunnya menuju goa kenikmatannya.
"Dorong.. Gus," kata Lala.
Saya menekan pinggul saya ke bawah dan mulai melakukan gerakan naik turun. Aneh, tidak terasa apa-apa..
"Gus.. belon masuk tuh.." bisik Lala.
Aduh, malunya saya.. Hihi..
Kembali tangan Lala menuntun batang kemaluan (seperti menuntun orang buta aja). Ketika dia meminta saya menekan, kali ini secara perlahan saya menekan pinggul saya dan saya merasakan jepitan otot kemaluannya pada kepala kemaluan saya.
Saya menutup mata dan menikmati nikmatnya jepitan dan gesekan yang ditimbulkan. Ah.. alangkah enaknya. Ketika batang kemaluan saya menyusuri goa kenikmatan Lala dan mencapai ujungnya, Lala berbisik, "Ditarik dan dimasukkin kembali.." Saya menuruti ajarannya. Saya tarik dan saya masukkan kembali.
"Pelan-pelan.. Gus, keluar lagi tuh.." kata Lala.
Ah, susah amat sich pikir saya. Lebih gampang mengerjakan tugas Fisika.. hihi..
Untuk ketiga kalinya tangannya menuntun batang kemaluan saya. Kali ini saya berhasil memasukkan dan mengeluarkannya beberapa kali. Rasanya sungguh tidak terceritakan. Wajah Lala sudah merah padam menahan nafsu yang sudah menguasai dirinya. Kenikmatan saya bertambah ketika dia ikut menggoyang pinggulnya.
Tiba-tiba saya merasakan seluruh darah di tubuh saya terkonsentrasi di satu titik. Ah, cairan putih tersebut keluar untuk kedua kalinya. Karena terkejut, Lala menarik pinggulnya sehingga batang kemaluan saya keluar dari persembunyiannya yang hangat dan nikmat. Sebagian cairan hangat menyembur membasahi bulu kemaluan dan perutnya.
"Gus, jangan dimasukkin didalam.." kata Lala.
"Gua nggak bisa menahan.. Sorry.." jawab saya.
Tubuh saya masih gemetar menahan kepuasan yang baru saya rasakan. Segala beban seakan-akan terangkat dari tubuh saya. Saya merasa tubuh saya sangat ringan dan semua bagian tubuh seakan-akan bernafas lega.
Dia tersenyum dan berbisik, "Dua kosong!"
Part IV: Darah Perjaka
Setelah itu saya memeluk erat tubuhnya. Menghindari udara AC yang dingin, saya menutup tubuh kami dengan selimut. Terlihat tonjolan batang kemaluan saya yang walau sudah dua kali merasakan kenikmatan namun masih menunjukkan kekerasannya. Saya menggosokkan pipi saya ke pipi Lala.
Pintu kamar Lala tiba-tiba terbuka.
"La!" Panggil suara tersebut yang ternyata adalah Koko, pacar Lala! Matanya melotot melihat saya dan Lala yang berpelukan dan berciuman.
Saya dan Lala jauh lebih terkejut dibandingkan dia. Wajah kami memucat. Saya tidak berani bersuara, perasaan malu dan bersalah membuat saya hanya berdiam diri.
"Brukk!" Koko membanting pintu dengan kencangnya.
"Ko!" Panggil Lala.
Kami langsung berdiri dan mencari pakaian kami. Ketika saya baru saja mengenakan celana panjang, Koko kembali masuk ke kamar. Terlihat kobaran api amarah di matanya, dia memandang saya dengan perasaan dendam.
Saya bersiap-siap menyambut segala kemungkinan yang mungkin timbul. Perasaan saya mengatakan sesuatu yang jelek akan terjadi. Memasang kuda-kuda, saya memikirkan bagaimana caranya menjaga diri saya. Pada prinsipnya saya tidak mempunyai sifat yang agresif, itu sebabnya saya selalu gagal di kompetisi Tae Kwon Do. Apalagi sekarang perasaan salah dan berdosa membuat segala keinginan menyerang menjadi hilang. Saya hanya akan melakukan tendangan Balchagi ataupunYapchagi untuk menahan serangan Koko.
Ternyata sasaran Koko bukan saya, dia berlari menuju Lala yang menangis dan menutupi tubuhnya dengan selimut.
"Plakk.." tamparan yang keras mengenai pipi dan kepala Lala. Tubuh Lala terdorong akibat tamparan tersebut dan kepalanya membentur lemari pakaian.
"Hentikan!" bentak saya sambil melompat melampaui ranjang menuju Lala yang berbaring di lantai. Saya memeluk Lala.
"Lala.. Lala!" panggilku. Dia cuma menangis.
Saya bermaksud mengangkat tubuh Lala ke kasur. Insting saya tiba-tiba mengatakan bahwa saya harus memperhatikan Koko. Namun terlambat, ketika saya memalingkan wajah saya melihat ke arah Koko, saya merasakan pukulan telak di kepala saya. Seketika dunia menjadi hitam. Rupanya Koko menggunakan balok kayu yang digunakan untuk memperbaiki jendela kamar Lala untuk menghantam kepala saya.
Saya mengejap-ngejap mata saya. Amarah saya akhirnya menggelora. "Saya harus mempertahankan diri saya dan Lala!" pikir saya dan akhirnya saya berdiri. Anehnya, mata kanan tidak bisa melihat apa-apa. Saya mengusap mata kanan saya, "Ah.. pukulan tersebut pasti mengenai mata saya.." pikir saya sedikit ketakutan. Akibat usapan tangan saya, saya bisa melihat kembali.Namun ketika saya melihat tangan saya yang berlumuran darah, saya segera menyadari apa yang terjadi. Kepala saya berdarah! Ketika saya menunduk, dan melihat ke bawah, saya melihat lantai yang biasanya putih ternoda oleh ceceran darah saya yang terus menetes.
Jahaman! Saya bermaksud menyerang Koko yang sedang berlari keluar.
"Jangan Gus!" terdengar suara Lala. Suaranya yang lirih membuat saya mengalihkan perhatiansaya. Kembali saya memeluknya.
"Ah, kamu berdarah.. kamu berdarah.." kata Lala dengan histeris ketika melihat kepala saya.
Part V: Dendam dan Maaf
Berbaring lemah di rumah sakit Methodist, Lala memegang tangan saya.
"Gus, maafin Koko ya?" pinta Lala. Saya cuma berdiam diri. Saya masih merasa sakitnya kening saya yang baru dijahit 13 jahitan.
"Maafin dia, ya?" pinta Lala kembali. Saat itu teman-teman saya sedang mencari-cari Koko. An Eye for an Eye, A Tooth for a Tooth. Kepala harus dibalas dengan kepala, itulah prinsip kami! Dia juga harus merasakan 13 jahitan di kepalanya!
Lala menangis sesunggukan, "Saya memohon, maafin dia ya?"
Perang berkecamuk di pikiran saya.
"Koko tidak bersalah! Kamu yang salah!" bisik satu suara.
"Dia tidak sepantasnya melukai kamu, semua bisa diselesaikan baik-baik. Karena dia memilih jalan keras, kamu juga harus memilih jalan tersebut!" bisik suara lainnya.
Air mata Lala mengalahkan segalanya. Akhirnya saya berjanji akan melupakan masalah tersebut dan menyimpan rahasia ini diantara kami bertiga.
Bekas luka di kening saya terlihat jelas sampai sekarang! Saya kemudian kehilangan contact dengan Lala, saya merantau ke Bandung, Jakarta, akhirnya ke Eropa.
Oh Lala, saya tidak akan pernah melupakan kamu. Kamulah yang pertama kali menghidupkan api nafsu ini dan saya masih berhutang dua kali ke kamu!
Komentar, kritik, saran, dsbnya saya tunggu. Silakan kirim via email..
TAMAT