Cerita Dewasa:
Love Before Y2K - 3
Ia membantu menuntun kemaluanku dengan tangan kirinya ke arah lubangnya. Lalu "bless.." dengan mudah batangku masuk kedalam liang nikmatnya. Aku merasa geli campur nikmat. Batangku menggesek dinding memeknya sangat terasa. Mungkin karena posisi zakarku dan lubang memeknya yang berbalik bengkoknya. Ia menarik pantatnya ke atas perlahan, lalu menurunkannya dengan cepat. "Bless.." Begitu seterusnya. Karena semakin cepat, terdengar suara kecipak dengan keras tanda selangkangan kami beradu. Mulut Srini pun tak henti-hentinya merintih.
"Ahh.. terusshh.. ahh.. yaach.. begitu.. hh .. awww.."
Dengan tangan kanan aku meraih ke depan selangkangannya dan menggelitiki kelentitnya yang turun naik bersama tubuhnya. Sedangkan tangan kiriku meremas toket kirinya.
"Yachh.. begituu.. aww .. aku hh.. nggak.. tahan.. nnhh.. ohh.. enaak.. maas.. "
Aku terus mengayuhnya tanpa menghiraukan rintihannya. Keringat telah mengucur dari tubuh kami membasahi sofa. Padahal cuaca masih dingin dengan rintik hujan seakan mengiringi kenikmatan kami berdua.
"Mas? hh.."
"Yahh.."
"Aku hh.. pegal.. ohh"
Serentak aku stop ayunanku dan memintanya berdiri. Akupun berdiri dan memintanya menghadap sofa. Lalu kurtekan punggungnya agar ia berpegangan pada sandaran sofa. Dengan meletakkan lututnya di sofa, ia menungging di hadapanku. Aku berlutut di di belakangnya, memandangi memeknya. Aduhai, indah nian pantat perempuan ini, putih, mulus dan kencang dengan lipatan memek yang montok tepat di depan mukaku. Aku mencium memek itu dan menjilatinya sepuasku. Terkadang kelentitnya kukulum mesra.
Puas menjilatinya aku berdiri lagi. Dengan perlahan kutuntun batangku menuju sarungnya. Sambil memegang pinggangnya, aku menekan kedepan dan dengan sekejap batangkupun sudah tenggelam. Kukayuh dengan santai dan berirama. Srini mengikutinya dangan memaju-mundurkan pantatnya. Terkadang ia memutarnya. Terasa sekali kulit zakarku menggesek dinding memek bawahnya sehingga rasa geli dan nikmat semakin meningkat. Terdengar suara "plok.. plok.." akibat pantatnya memukul perutku.
"Ahh .. ooh.. sshh .. uuhh.. awww.. nikmaat..hh .. " "terus..mass.."
Sambil merintih begitu Srini meraih tanganku dan mengantarnya ke dadanya. Secara otomatis aku meremasnya, memutarnya dan memelintir putingnya. Badan Srini berguncang hebat, tanda ia menikmati sekali persetubuhan ini. Aku menghentikan sebentar ayunanku dan berdiri tegak tanpa melepaskan kemaluanku dari lubang enaknya. Lalu kurapatkan kedua pahanya dan kini aku yang mengangkang. Dengan posisi seperti ini liang memek Srini jadi semakin sempit. Aku semakin bernafsu mengentotnya. Terasa zakarku dipilin-pilin semakin nikmat. Nampaknya Srini juga begitu. Tapi posisi seperti itu tidak lama kami lakukan karena Srini keburu merasa pegal.
Akhirnya kami merubah posisi lagi. Ia duduk bersenderkan senderan sofa menghadapku dengan kaki yang dibuka lebar. Terlihat memeknya yang sudah kecoklatan, kencang dan tegang dengan cairan yang membasahi sofa. Aku berlutut dihadapannya dan dengan satu tangan aku menuntun jagoanku ke arah lawannya. "Bless.." ia masuk lagi dengan gagah. Srini merintih panjang.
"Ahh.. ah..ah..ah!"
Secara refleks ia melingkarkan kedua kakinya ke pinggangku. Lalu ia mengangkat kakinya keatas dibantu kedua tangannya yang memegang kedua bawah lututnya, sehingga pahanya menyentuh perutnya. Terasa memeknya membuka lebar. Batang zakarku semakin lancar saja keluar masuk lubang nikmatnya. Dengan posisi ini zakarku keluar masuk dengan lancar. Tetapi karena posisi berlututku lebih tinggi dari pantatnya, bagian atas batangku jadi menggesek kencang dinding luar atas memeknya, bahkan sering menggesek itilnya. Srini jadi semakin blingsatan keenakan. Ia mengerang hebat. Kepalanya menggeleng ke kiri dan kanan.
"Ahh.. aw! Aw! Aw! terusshh.. Iyaa.. Ituu.. teruuss.. oh! Oh! Oh! aahh..!"
Dengan menumpukan pada kedua tanganku ke sofa, aku berusaha menangkap bibirnya dengan bibirku. Ia menerkamnya dan memelukku. Bibirku digigit-gigitnya ganas. Lidahnya dengan liar memasuki mulutku. Terkadang ia mengenyot bibirku dengan rakus.
"Mass.. aduhh.. enakh.."
"Cepetinn.. dongh.. aku mau.. keluarrhh aw! Aw! Aw! Ohh.. Ah! ah! "
"Aku juga.. ahh.. ahh!" sahutku sambil mempercepat goyanganku.
Ia pun semakin bergairah memutar pantatnya. Jari tangannya menjenggut-jenggut rambutku hingga kusut.
"Ahh.. ahh.. aahh.. aahh.."
"Hiyah.. hiyah.. yahh.. aahh"
Serr.. serr.. ser! Ser! Dengan sepenuh tenaga kuhunjamkan zakarku. Sekali. Dua kali. Bersamaan dengan itu Srini memelukku dengan erat. Badannya mengejang. Bibirnya merenggut ganas bibirku dan menyedotnya denan rakus.
"Mmmff.. mmff.. ahhmm.."
Hanya itu yang keluar dari mulut kami. Aku tumbang di atas badan empuk Srini. Ia memelukku erat. Zakarku banyak sekali menyemprotkan air mani. Begitu banyaknya, aku tidak bisa membedakan lagi mana yang berasal dari dalam memek Srini. Semua bercampur dalam puncak kenikmatan orgasme kami. Keringat, air mani, ludah dan cairan lainnya. Sulit untuk melukiskan kenikmatan yang kami alami, di malam buta, demgam rintik hujan masih turun dan cuaca puncak yang dingin, seakan ingin menambahkan kenikmatan bagi kami berdua..
"Mas?!"
"Hmm.."
"Mas..?!"
"Ya sayang..?!"
Aku menatapnya. Ia tersenyum, tapi ada linangan air mata di pipinya. Aku mengusapnya. Aku baru mau mengucapkan sesuatu, tapi ia menutup bibirku dengan jari tangan kanannya. Lalu bibirnya mengecup bibirku, lembut.
"Aku bahagia.."
"Tidur yuk? Udah jam dua"
"Gendong aku dong.."
"Aku coba ya?"
Setelah membersihkan masing-masing kemaluan kami, dengan telanjang bulat aku mencoba menggendongnya ke kamar, dalam keadaan bugil pula. Badannya langsing sehingga tidak terlalu berat untuk kuangkat. Ia ketawa cekikikan ketika kucium dadanya. Ia menggeleng manja ketika ia akan kuletakkan di tempat tidur sebelahku. Akhirnya badannya yang montok itu kutaruh perlahan di tempat tidurku. Tangannya masih menggayut leherku ketika aku hendak mengambil selimut, seakan tidak ingin kehilanganku sesaatpun. Akhirnya kami tidur di dipanku, meskipun agak sempit. Dengan kaki kanan yang menaiki perutku, ia tidur disisi kananku dengan kepala terkulai didadaku. Aku membelai rambutnya dan pikiranku menerawang, menikmati sisa-sisa persenggamaan tadi..
*****
Aku terbangun pukul tujuh. Aku menengok kiri kanan. Srini tidak ada di tempat tidurku. Aku buru-buru keluar kamar mencarinya, dengan hanya bersarungkan selimut. Ternyata ia sedang di dapur menyiapkan sarapan. Ia memakai daster tipis warna biru muda Aku berjalan menghampirinya dan memeluknya dari belakang. Ia terkejut perlahan.
"Sudah bangun?"
"Koq nggak ngebangunin?" Aku balik bertanya.
"Ngebangunin yang mana?"
"Eee.. dua-duanya"
"Nakal yach.."
Aku menciumi pipinya berkali-kali. Kedua tanganku menyelinap dibawah ketiaknya dan terus meraba ke arah selangkangannya. Ia diam saja, tak bereaksi. Kuraba-raba, ternyata ia tidak menggunakan apa-apa dibalik daster tipisnya
"Belum puas?" tanyanya.
"Kalau diberi lagi sih.., nggak nolak"
"Doyan ya..?"
"Kan katanya sampai empat rit.."
Ia mencubit tanganku keras dan lama.
"Nakal nih.." katanya.
Aku tengah menikmati badannya yang kupeluk dari belakang,
ketika tiba-tiba dari atas terdengar suara handphonenya berdering. Ia bergegas melepaskan roti yang tengah dibubuhi selai dan naik tangga ke kamarnya. Aku jadi deg-degan nggak karuan. Padahal cuma dering handphone.
Aku khawatir Samsi sudah menelpon dari tadi, tapi tidak dijawab karena istrinya tengah terlena dalam pelukanku. Tak lama kemudian Srini turun kembali dengan senyumnya yang manis. Wajahnya tetap cantik meskipun baru bangun tidur.
"Mau dijemput?" tanyaku gugup.
Ia melingkarkan tangannya dileherku dan memelukku erat. Bibirnya menciumku. Hangat.
"Emangnya kenapa?" Tanyanya manja.
"Kita harus siap-siap, supaya kelihatan nggak ada apa-apa"
"Kalau kita begini, emangnya dia perduli?"
Astaga, si Cantik ini sudah berani memberontak rupanya. Aku tidak mau jadi runyam nantinya.
"Sri.. jangan dong, nanti berabe.." Ia mengecupku lagi.
"Nggak usah khawatir. Aku juga nggak sembarangan. Kan boleh selingkuh, yang penting keluarga utuh.. mm.. Mas Samsi bilang mau jemput jam sepuluh. Tapi.. siapa yang percaya sama omongannya? Keseringan ngibulnya.." Bibirnya mencibir manja.
Giliranku menciumnya. Mesra. Ia menatapku. Matanya yang bulat segar dengan bulu mata yang lentik kelihatan begitu sayu. Kasihan si Cantik ini. Nampaknya ia harus melewati malam-malam yang panjang dan sepi, karena suaminya akhir-akhir ini jarang pulang. Aku menciumnya lagi, kali ini lebih menekan. Ia membalas. Jadilah pagi ini kami saling melumat dan memagut. Tanganku mulai merayap di belakang badannya terus turun ke pantatnya lalu meremasnya.
"Mau sarapan roti atau yang lain?" tanyanya berbisik.
"Kamu suka yang mana?" Aku balik bertanya.
"Yang lain dulu ya?" Tanpa menunggu jawaban tangannya segera melepaskan selimut yang terlilit di badanku, sehingga dengan sekejap aku berbugil ria. Ia cekikikan melihat kemaluanku yang mulai tegang. Dicekalnya dengan dua tangan dan diurutnya sambil digesekkan ke selangkangannya yang tertutup daster. Sementara bibirnya dengan ganas menciumi bibirku. Lidahnya mulai liar lagi menjelajahi bagian dalam mulutku. Aku tak mau ketinggalan. Daster tipisnya kutarik ke atas dan segera kuremas kedua daging pantatnya yang tak tertutup celana dalam. Ia segera melepaskan tangannya dari kemaluanku dan menarik dasternya ke atas serta melepaskannya sehingga kami telanjang bulat di pagi yang dingin ini.
Aku segera memeluknya, meneruskan ciuman yang tertunda dan melanjutkan belaian kami. Ia menggesekkan toketnya yang kecil, putih dan montok itu ke dadaku yang berbulu. Aku membalasnya dengan menggesekkan kemalunaku yang sudah berdiri tegak ke selangkangannya yang berbulu hitam lebat, sambil meremas gemas kedua daging pantatnya. Ia bergelinjang hebat. Srini melepaskan ciumannya. Kemudian menyuruhku duduk di bangku makan yang tersedia. Ia lalu berlutut di hadapanku. Tanpa malu ia mencengkeram batang zakarku, menjilati kepalanya dan memasukkan kemulutnya. Sekejap kemudian ia sudah asyik menghisap dan mengulum batang nikmatku itu dengan lancar, tanpa rasa jijik sedikitpun. Aku terpana dengan kepiawaiannya membangkitkan gairahku.
Aku hanya bisa merintih dan bergumam merasakan kenikmatan dan kehangatan mulutnya menghisap dan memelintir batang dagingku. Terdengar kecipak ketika ia menarik batangku dengan mulutnya. Lalu ia masukkan kembali dengan semangat. Terkadang bagian bawah kemaluanku disusur dengan lidahnya, kemudian ujung lidahnya berputar di atas kepala batangku. Geli dan nikmat rasanya. Srini kemudian berdiri dan berbalik membelakangiku. Lalu dengan mengangkangi lutuku ia menurunkan pantatnya. Aku ikut memegang pinggangnya. Dengan satu tangannya ia memegang batangku yang sudah menegang dan mengarahkan ke kemaluannya. Sementara tanganya yang lain menarik kulit di atas kemaluannya yang berbulu lebat itu.